Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani membela pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md soal kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Papua Lukas Enembe atas tudingan dari eks anggota Komnas HAM Natalius Pigai. Mahfud sebelumnya meminta Lukas segera memenuhi panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK atas kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Natalius kemudian menilai tidak ada satu Undang-Undang yang memberi kewenangan kepada Mahfud Md untuk memimpin lembaga negara berupa state auxiliary body. KPK adalah salah satu contoh lembaga tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menko itu hanya bisa mimpin Polisi & Jaksa bagian dari Kabinet jgn rasa diri Kepala Negara. intervensi Konyol melemahkan KPK, justru tuduhan motif politik dari LE (Lukas Enembe) makin menguat. Kasihan KPK," kata Natalius di akun twitternya @NataliusPigai2 pada Selasa, 20 September 2022.
Natalius Pigai mengizinkan Tempo untuk mengutip pandangannya tersebut. "Saya memandang secara sadar para pejabat merusak ketataprajaan dan kepranataan negara ini," kata dia saat dihubungi.
Cuitan inilah yang direspons oleh Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani. Ia menyebut state auxiliary body tidak berarti terisolasi dari interaksi dengan lembaga-lembaga di bawah kekuasaan Presiden, seperti Kementerian Politik Hukum dan Keamanan yang dipimpin Mahfud. "Terminologi memimpin yang dituduhkan pun tidak tepat," kata Jaleswari dalam keterangannya pada hari yang sama.
Bergerak Terukur
Menurut dia, Mahfud sudah bergerak secara terukur dan sesuai tugas pokok dan fungsinya. Di antaranya pengelolaan dan penanganan isu yang terkait dengan bidang politik, hukum, dan keamanan.
Dalam pelaksanaan tugasnya, kata Jaleswari, instansi berkaitan isu hukum di bawah koordinasi Mahfud tidaklah terbatas pada polisi dan jaksa saja. "Kemenkopolhukam dapat turut berkoordinasi dengan instansi lain yang dipandang perlu," ujarnya.
Adapun pernyataan Mahfud ini disampaikan dalam jumpa pers pada Senin kemarin di kantornya, di Jakarta. Mahfud Md menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Lukas kini tengah diselidiki oleh KPK. Ia menyebut kasus ini bukanlah rekayasa politik.
"Kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik. (Kasus ini) Tidak ada kaitannya dengan parpol (partai politik) atau pejabat tertentu, tetapi merupakan temuan dan fakta hukum," kata Mahfud.
Ia juga menekankan bahwa kasus Lukas Enembe telah diselidiki oleh Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jauh sebelum mendekati tahun politik 2024 seperti sekarang. Bahkan, kata Mahfud, pihaknya pada 19 Mei tahun 2021 telah mengumumkan adanya 10 korupsi besar di Papua yang di dalamnya termasuk kasus Lukas Enembe.
"Sejak itu, saya mencatat setiap tokoh Papua datang ke sini (Jakarta), baik tokoh pemuda, agama, maupun adat, itu selalu nanya kenapa didiamkan, kapan pemerintah bertindak, kok sudah mengeluarkan daftar 10 tidak ditindak," kata Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud mengimbau agar Lukas Enembe segera memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan oleh KPK. "Menurut saya, jika dipanggil KPK datang saja," ujarnya.
Kalau tidak cukup bukti, kata Mahfud, Ia memberi jaminan Lukas Enembe akan dilepas dan kasusnya dihentikan. "Tapi, kalau cukup bukti harus bertanggung jawab karena kita bersepakat membangun Papua bersih dan damai sebagai bagian dari program pembangunan NKRI," kata eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.