Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PELAN-pelan Yulianis menyesap caff latte vanilanya. Tanpa cadar, ia leluasa mendekatkan gelas plastik itu ke bibirnya. Detik berikutnya, perempuan 41 tahun itu tergelak, memperlihatkan barisan gigi putihnya yang seperti tuts piano. "Saking seringnya (saya) diperiksa, petugas KPK sampai bilang, 'Mbak sebentar lagi diangkat jadi pegawai KPK'," kata Yulianis.
Ditemui di sebuah pusat belanja di Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu, Yulianis tampak rileks. Bekas Wakil Direktur Keuangan di Grup Permai milik Muhammad Nazaruddin itu tertawa lepas ketika membicarakan bagaimana ia ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada 13 Juni 2011. "Siang itu saya mau ketemu seseorang," ujarnya, menyebut sebuah nama. "Sebelum ketemu, eh, malah saya duluan yang ditangkap KPK."
Sejak itu Yulianis mengatakan tak bisa sembarangan bertemu dengan orang. Untuk alasan keamanan, KPK menyembunyikan dia dan keluarganya di suatu tempat rahasia. Bila Yulianis hendak bepergian, semisal menemui saudaranya, satu-dua petugas KPK selalu mengawalnya. Kamis pekan lalu, seorang lelaki berambut cepak dan berpakaian preman terus-menerus mengawasi Yulianis, yang bertemu dengan Tempo. "Itu orang KPK," Yulianis berbisik.
Bekerja untuk Nazaruddin sejak 2008, Yulianis mengetahui hampir semua rahasia keuangan perusahaan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Ia bertugas mencatat semua pemasukan dan pengeluaran Grup Permai. Di antaranya, yang kini menjadi sorotan, duit yang digelontorkan ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 21-23 Mei 2010.
Dari catatan Yulianis, aliran duit itu terlihat jernih. Selama beberapa hari sebelum Kongres, Nazaruddin berulang kali menarik miliaran rupiah. Menurut Yulianis, duit tersebut merupakan keuntungan perusahaan dari proyek di sejumlah lembaga pemerintah selama 2009.
Pada 2009, Grup Permai menggarap proyek di sejumlah sekolah tinggi penerbangan di Kementerian Perhubungan, proyek flu burung di Kementerian Kesehatan, dan proyek universitas di Kementerian Pendidikan. Ketika itu perusahaan Nazaruddin belum merambah Kementerian Pemuda dan Olahraga. Menurut Yulianis, dari sekian proyek, pada 2009 perusahaan Nazaruddin menangguk untung hingga Rp 600 miliar. Itu belum termasuk Rp 200 miliar dari fee yang disetor perusahaan lain-mereka subkontraktor proyek yang dimenangi perusahaan Nazar.
Menurut Yulianis, perusahaan Nazaruddin menyetor Rp 30,55 miliar dan US$ 2 juta untuk Kongres. Diendapkan dulu di brankas perusahaan, duit kemudian dibawa ke Bandung oleh Yulianis. Ia juga membawa US$ 3 juta, sumbangan yang dikumpulkan orang-orang Nazar. Entah sumbernya dari mana.
Ditemani petugas keamanan dan polisi, Yulianis mengantarkan duit itu ke Bandung. Tapi duit tak semuanya diangkut ke arena Kongres. Tahap pertama, Yulianis membawa Rp 20 miliar dan US$ 2 juta, plus US$ 3 juta. Duit Rp 20 miliar dikemas dalam 14 kardus rokok Gudang Garam. Semua kardus dijejalkan ke dalam mobil boks Espass. Adapun duit US$ 5 juta dipecah dalam lima kardus Gudang Garam dan dibawa mobil Toyota Fortuner.
Ada lima mobil dalam iring-iringan itu. Mobil patroli polisi melaju paling depan, diikuti Fortuner pembawa dolar. Selanjutnya, mobil boks mengikuti di belakangnya, dibuntuti Fortuner lain yang bertugas mengawal rombongan. Yulianis ada di Honda CR-V bersama sopirnya, Luthfi Ardiansyah.
Berangkat dari Mampang-markas Grup Permai-pada pukul 19.00, rombongan tiba di Hotel Aston Primera, Bandung, sekitar pukul 22.00. "Ternyata kamar kami belum siap," kata Yulianis. Menunggu hampir dua jam, pada sekitar pukul 24.00 mereka akhirnya masuk kamar. Pegawai perempuan Grup Permai tinggal di lantai sembilan. Adapun pegawai pria menginap di lantai 10.
Begitu Yulianis memperoleh kamar, duit berkardus-kardus langsung dibawa naik ke kamar 910 di lantai sembilan. Setelah memastikan urusan di Aston beres, Yulianis bersama Luthfi meninggalkan hotel dan pulang ke rumahnya di Bekasi. Berangkat dari Aston sekitar pukul 01.00, ia tiba di rumah pukul 04.00. "Paginya, pukul 07.00, saya berangkat ke kantor di Tower Permai," kata Yulianis.
Siang itu, pada 22 Mei, Nazaruddin menelepon Yulianis. Nazar meminta dia membawa duit Rp 10 miliar yang masih tertinggal di brankas. Selepas magrib, Yulianis mengajak Oktarina Furi, stafnya, dan Luthfi kembali ke Bandung. Duit Rp 10 miliar akhirnya dibawa ke Aston tanpa pengawalan polisi. "Bodoh sekali saya saat itu," ujar Yulianis, "tak berpikir panjang membawa uang miliaran tanpa dikawal."
Dengan begitu, Nazaruddin membawa Rp 30,55 miliar dan US$ 2 juta, plus US$ 3 juta dari sumbangan, ke Bandung. Anehnya, meski Nazar menyebutkan setiap pemilih Anas Urbaningrum mendapat sebuah BlackBerry Gemini serta uang antara US$ 10 ribu dan US$ 30 ribu, duit dari Mampang tak habis. Dari Rp 30,55 miliar, kata Yulianis, yang terpakai hanya Rp 650 juta. Adapun duit dolar yang digunakan cuma US$ 1,8 juta.
Yulianis, yang mendapat upah lembur Rp 2,5 juta untuk mengurusi duit Grup Permai ke Bandung, yakin angka pengeluaran selama Kongres tak meleset karena ia menerima laporan pertanggungjawaban dari Nuril dan Eva, dua anggota staf Nazaruddin di Dewan Perwakilan Rakyat, yang bertugas membagikan duit. Selain itu, selepas Kongres, Yulianis meminta Oktarina dan kawan-kawan menyetorkan kembali duit yang tak terpakai ke sembilan rekening asal. "Semuanya tercatat," ujarnya.
Adapun duit US$ 2 juta tetap utuh di tangan Nazaruddin. Bersama staf Grup Permai, Yulianis pernah mengantarkan duit US$ 2 juta itu sampai di luar arena Kongres di Mason Pine, Padalarang, Bandung. "Dari Aston, saya membawa uang tersebut dalam tas travel. Kami cuma menggunakan taksi," kata Yulianis. Ternyata duit itu benar-benar tak dipakai. Setelah Kongres, pada 24 Mei, Yulianis sempat menanyakan penggunaan uang tersebut. "Kata Pak Nazar, uangnya ada di brankas rumah," ujarnya.
TAK cuma bermain di kubu Anas, Nazar pun menaruh kaki di kubu kandidat lain. Pada 5 Mei, dua pekan sebelum Kongres, Yulianis mencatat permintaan duit US$ 200 ribu dari Nazaruddin untuk Andi Mallarangeng, salah seorang kandidat. Ini membikin Yulianis mengerutkan kening. Sebab, setahu dia, Nazar adalah penyokong Anas Urbaningrum, pesaing Andi.
Keesokan harinya, Nazaruddin kembali memanggil Yulianis dan meminta duit US$ 200 ribu lagi. "Ini untuk Mas Ibas," kata Nazaruddin seperti ditirukan Yulianis. "Hah? Mas Ibas putranya Pak SBY, Pak?" Yulianis bertanya. Nazaruddin, kata Yulianis, mesam-mesem mendengar pertanyaannya.
Atas permintaan Nazaruddin itulah Yulianis kemudian mencatat nama Andi Mallarangeng dan Edhie Baskoro Yudhoyono sebagai penerima duit Grup Permai. "Saya tidak tahu apakah uang itu sampai ke Pak Andi atau Mas Ibas," kata Yulianis. Yang jelas, kata dia, dari brankas Grup Permai, duit langsung diserahkan ke tangan Nazaruddin.
Masuk akal jika Nazaruddin main banyak kaki. Sebab, Anas saat itu bukanlah kandidat yang didukung Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Pembina Demokrat. Pada awalnya, Yudhoyono mendukung Andi Mallarangeng. Ketika Andi tersingkir pada putaran pertama, restu Cikeas melimpah ke Marzuki Alie. Dengan berinvestasi di semua kandidat, Nazar tetap mendapat kedudukan di kepengurusan seandainya Anas terjungkal.
Lewat Mindo Rosalina Manulang, anak buahnya, Nazaruddin juga pernah menyumbang Rp 150 juta untuk kubu Andi Mallarangeng. Yulianis tahu soal ini karena ia pula yang mengeluarkan duit Rp 150 juta dari brankas Grup Permai. Menurut Yulianis, ketika itu Rosa juga meminta Rp 100 juta untuk disumbangkan ke kubu Anas. Permintaan Rosa ditolak Nazaruddin lantaran sumbangan untuk Anas bakal ditangani langsung Grup Permai.
Andi Mallarangeng menyatakan tak tahu-menahu soal aliran duit Nazaruddin. "Saya tak percaya. Tapi, kalau ada info seperti itu, saya juga mau tahu, kepada siapa diberikan, kapan, dan di mana," ujarnya. Dihubungi lewat staf ahlinya, Bonggas Adi Chandra, Edhie Baskoro tak merespons. Ketika kabar ini pertama kali tersiar, pada Juli 2011, Ibas membantah pernah menerima duit Nazaruddin.
PADA malam yang gerimis, Toyota Land Cruiser hitam melaju menuju Bandung. Tiga penunggangnya tak banyak bercakap-cakap. Aan Ihyauddin, sang sopir, hanya sempat mendengar dua penumpang di jok tengah berkata singkat. "Ketua-ketua DPC sudah berkumpul belum?" kata seorang penumpang.
Penumpang yang bertanya adalah Anas Urbaningrum. Lelaki di sebelahnya, Muhammad Nazaruddin, menjawab singkat, "Sudah." Berangkat dari Jakarta pada 21 Mei 2010 sekitar pukul 22.00, Land Cruiser tiba di Hotel Grand Aquila Bandung sekitar pukul 24.00. Menurut Aan, di Grand Aquila, Anas langsung memimpin rapat sampai pagi. Dihubungi pada Jumat pekan lalu, Anas tak kunjung memberi respons.
Di hotel inilah, menurut Aan, para pendukung Anas berkumpul. Di sana pula, pada 23 Mei malam, seusai pemilihan putaran pertama, Anas kembali mengumpulkan pendukungnya. Ketika Anas berceramah, kata Aan, Eva, anggota staf Nazaruddin di DPR, membagi-bagikan uang dolar di dalam amplop. Selepas itu, tanpa bisa dibendung, Anas menang dengan 280 suara, mengalahkan Marzuki Alie yang mengantongi 247 suara.
Kemenangan Anas inilah yang belakangan digugat. Sejumlah penyokong Anas di Kongres sekarang berbalik. Makin Nazaruddin bernyanyi soal praktek money politics ini, musuh-musuh Anas kian bersorak. Di sela persidangannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Rabu pekan lalu, Nazaruddin mengakui pernah menyogok sejumlah pengurus Demokrat untuk memilih Anas. Soal uang ke kubu Andi dan Ibas, Nazar lewat pengacaranya, Elza Syarief, enggan berkomentar.
Seolah-olah mendapat gong, kepada Komisi Pengawas Partai Demokrat, mereka yang dulu memilih Anas membuka tabir praktek tersebut. Diana Marinka, bekas Ketua Demokrat Minahasa, misalnya, mengaku menerima uang rupiah dan dolar senilai hampir Rp 100 juta serta sebuah BlackBerry Gemini, imbalan memilih Anas Urbaningrum.
Sampai di sini, tudingan Nazaruddin tampak masuk akal. Begitu Nazaruddin membumbuinya dengan setoran dari proyek Hambalang dan Wisma Atlet, keterangannya jadi meragukan. Nazaruddin sebelumnya menyebutkan ada duit Rp 50 miliar dari PT Anugrah Nusantara untuk membiayai Kongres Demokrat. Duit tersebut, menurut Nazar, merupakan fee dari PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, yang memenangi proyek Hambalang dari PT Anugrah.
Hambalang merupakan proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010. Artinya, ketika Kongres-yang dalam percakapan BlackBerry Rosa bahasa sandinya "pesta ulang tahun"-berlangsung, proyek pembangunan arena olahraga ini belum ada duitnya.
Demikian pula proyek Wisma Atlet. Proyek ini dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2010, yang cair akhir tahun itu-jauh setelah Kongres berlangsung. Grup Permai pun menerima fee dari PT Duta Graha Indah sebesar Rp 4,3 miliar pada Februari 2011. Catatan Yulianis bisa jadi lebih tepat, duit buat Kongres diambil dari "keuntungan" perusahaan Nazar dari proyek pemerintah pada 2009. "Yang dikatakan Pak Nazar ada yang betul, tapi banyak juga yang tak betul," ujar Yulianis.
Anton Septian, Febriyan
Dari Proyek Mengalir ke Bandung
MENGUMPULKAN dana dari pelbagai proyek pemerintah, Muhammad Nazaruddin mengucurkan miliaran rupiah untuk Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. Ia juga mengumpulkan sumbangan, yang terkumpul hingga US$ 3 juta. Yulianis, yang mencatat keluar-masuk kas perusahaan Nazaruddin, menyatakan duit itu berasal dari keuntungan proyek 2009.
Proyek 2009
Proyek | Kementerian | Pemenang Proyek |
STPI Curug (helikopter) | Kementerian Perhubungan | PT Mahkota Negara |
STPI Curug (pesawat latih) | Kementerian Perhubungan | PT Exartech Technology Utama |
ATKP Medan | Kementerian Perhubungan | PT Mahkota Negara |
ATKP Surabaya | Kementerian Perhubungan | PT Exartech Technology Utama |
Flu Burung I | Kementerian Kesehatan | PT Mahkota Negara |
Promkes | Kementerian Kesehatan | PT Mahkota Negara |
Flu Burung | Kementerian Kesehatan | PT Nuratindo Bangun Perkasa |
USU 2009 | Kementerian Pendidikan | PT Sige-Borisdo (kerja sama) |
IPB | Kementerian Pendidikan | PT Anugrah Nusantara |
UPT | Kementerian Pendidikan | PT Buana Ramosari Gemilang |
Unsoed | Kementerian Pendidikan | PT Anugrah Nusantara |
UNM | Kementerian Pendidikan | PT Alfindo Nuratama Perkasa |
Udayana | Kementerian Pendidikan | PT Mahkota Negara |
ESDM I | Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral | PT Mega Niaga |
Mengalir ke Kongres Bandung
Uang Terpakai
Dolar sumbangan
Dolar Grup Permai
Duit Grup Permai
Sisanya disetor kembali ke rekening asal
Rupiah
2010 | Rekening | Penarikan |
20 Mei | PT Alfindo Nuratama Perkasa | Rp 1 miliar |
21 Mei | PT Anak Negeri | Rp 1 miliar |
18 Mei | PT Anugrah Nusantara | Rp 2 miliar |
18 Mei | PT Anugrah Nusantara | Rp 4 miliar |
20 Mei | PT Anugrah Nusantara | Rp 2,5 miliar |
20 Mei | PT Buana Ramosari Gemilang | Rp 3 miliar |
20 Mei | PT Buana Ramosari Gemilang | Rp 1,05 miliar |
21 Mei | PT Exartech | Rp 2 miliar |
18 Mei | PT Mahkota Negara | Rp 2 miliar |
18 Mei | PT Mahkota Negara | Rp 1 miliar |
19 Mei | PT Mahkota Negara | Rp 2 miliar |
20 Mei | PT Mahkota Negara | Rp 2 miliar |
20 Mei | PT Mahkota Negara | Rp 1 miliar |
14 Mei | PT Mega Niaga | Rp 2 miliar |
17 Mei | PT Mega Niaga | Rp 500 juta |
19 Mei | PT Mega Niaga | Rp 1,5 miliar |
20 Mei | PT Nuratindo Bangun Perkasa | Rp 2 miliar |
Dolar
Total (PT Buana Ramosari) = US$ 1.016.697
Total (PT Nuratindo) = US$ 1.005.485
Total: US$ 2,021juta
Dolar sumbangan
Naskah: Anton Septian | Sumber: Catatan Keuangan Grup Permai
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo