Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Di Ujung Tanduk Duit Kongres

Komisi Pengawas Partai siap "menggergaji" Anas. Gerakan perlawanan dilancarkan.

27 Februari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI ketinggian lantai sembilan Menara Sudirman, Jakarta Selatan, Komisi Pengawas Partai Demokrat bermarkas. Delapan anggota staf bekerja menerima laporan kinerja dewan pengurus pusat partai yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Sejatinya, lantai sembilan ditempati kantor pengacara Amir Syamsuddin and Partners. Amir, sebelum menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, adalah Sekretaris Dewan Kehormatan Demokrat. Sekitar sepekan, kantor ini bertambah fungsi. "Di sini masih kantor pengacara, tapi juga kantor Demokrat," kata seorang anggota staf, Rabu pekan lalu.

Ketika itu pula mengalir laporan para kader partai dari berbagai daerah. Mantan Ketua Demokrat Kabupaten Minahasa Tenggara Diana Maringka melaporkan telah menerima duit Rp 100 juta dan telepon BlackBerry dari tim Anas Urbaningrum ketika kongres di Bandung, Mei 2010. "Uang itu untuk mendukung Anas jadi ketua umum," kata Diana.

Sehari kemudian, Sekretaris Demokrat Jawa Tengah Dani Sriyanto juga melapor. Ia membawa surat pernyataan 25 pengurus cabang partai yang isinya pengakuan menerima uang dan BlackBerry. Bukan hanya politik uang Kongres Bandung yang diusut. Wakil Ketua Komisi Pengawas Suaidi Marasabessy mengatakan Komisi juga menyelidiki kecurangan kelompok Anas dalam sejumlah musyawarah daerah dan cabang. "Ada beberapa orang melapor," katanya. "Kami telusuri dulu validitas cerita itu."

Gerah terus melanda Demokrat oleh buka-bukaan yang dilakukan mantan Bendahara Umum Muhammad Nazaruddin, kini terdakwa perkara suap Wisma Atlet. Berkali-kali Nazaruddin menyebutkan keterlibatan sejumlah pengurus partai dalam beberapa kasus korupsi. Salah satu yang selalu ditunjuk Nazaruddin adalah Anas Urbaningrum.

Nazaruddin menyatakan tim Anas menebar uang yang diperoleh dari proyek Wisma Atlet dan Hambalang. Persoalan ini dianggap sebagai biang kerok turunnya tingkat keterpilihan Demokrat dari 21 menjadi 14 persen, sesuai dengan hasil survei Lembaga Survei Indonesia. Desakan melengserkan Anas pun mulai mengalir.

Pada 23 Januari lalu, sejumlah anggota Dewan Pembina Demokrat menggelar rapat. "Kesimpulan kami saat itu, harus ada tindakan politis untuk melengserkan Anas," kata seorang peserta rapat. Rekomendasi itu sudah disampaikan kepada Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono. Toh, dalam jumpa pers di kediamannya di Cikeas, awal Februari lalu, Yudhoyono menegaskan tetap mempertahankan Anas. Posisi Ketua Umum baru dicopot jika Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menetapkan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam itu sebagai tersangka.

Sejumlah politikus di Partai Demokrat mengatakan sebenarnya Yudhoyono dan banyak "orang lama" partai cukup resah. Sebab, tak ada kejelasan waktu dari KPK menetapkan Anas sebagai tersangka. "Kami merasa disandera," katanya. Wakil Ketua Umum Max Sopacua membenarkan. "Kami tak bisa memaksa KPK. Harapan kami, masalah ini cepat selesai."

Cara membebaskan Demokrat dari penyanderaan adalah dengan melengserkan Anas secepat mungkin. "Tahun ini Anas harus turun," kata petinggi partai ini. Caranya dengan menghimpun laporan dari daerah, supaya Anas bisa diturunkan karena dianggap melanggar kode etik.

Masalahnya, kata sumber ini, jika persoalan politik uang saja yang diangkat, berarti semua calon yang bertarung di Kongres Bandung akan terjegal. Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika Ruhut Sitompul mengatakan bagi-bagi duit juga dilakukan tim sukses Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng. "Semua tim sukses sami mawon," katanya.

Solusinya, duit dari kubu Anas bakal dikaitkan dengan penggunaan uang negara yang berasal dari proyek Hambalang dan Wisma Atlet. Apalagi penggunaan uang negara itu sudah berkali-kali disebutkan dalam persidangan kasus Wisma Atlet. Yulianis, yang selalu mencatat keuangan perusahaan-perusahaan Nazaruddin, menyebutkan duit yang digelontorkan ke kongres berasal dari proyek-proyek pada 2009.

Saat ini ada tim khusus yang bergerak mendorong pengurus daerah melaporkan penerimaan duit dari kubu Anas. Tim ini mendekati "barisan sakit hati" yang mendukung Anas, tapi dicopot sebagai pengurus partai. Tim ini membiayai perjalanan dan akomodasi para pelapor selama di Jakarta. "Lihat saja, besok-besok akan lebih banyak laporan," kata seorang politikus.

Gerakan mendongkel Anas, kata sumber lain, juga digagas sejumlah pendiri partai, yang dipimpin Ventje Rumangkang, anggota Dewan Pembina Demokrat. Ventje, yang juga Ketua Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat, akan mengumpulkan para pendiri partai di 31 provinsi pada akhir Februari ini di markas mereka di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan. "Seruan menurunkan Anas bakal muncul di situ," katanya.

Gerakan ini sebetulnya sudah dimulai dengan membersihkan partai dari sebagian orang yang dekat dengan Anas. Misalnya pencopotan Sudewo, Sekretaris Divisi Pembinaan Organisasi. Nazaruddin menyebut Sudewo sebagai salah seorang koordinator pembagi duit Anas.

Ventje mengakui menginginkan Anas mundur. Tapi ia membantah tudingan bahwa Forum Komunikasi menjadi ajang mencopot Anas. "Ini hanya gerakan keprihatinan kami terhadap kondisi partai," katanya. Para pelapor juga menyangkal menerima dana akomodasi. Diana Maringka mengaku mengeluarkan duit pribadi menuju Jakarta. Demikian pula Dani Sriyanto. "Ini murni gerakan pribadi," katanya.

Ketua Komisi Pengawas T.B. Silalahi, yang juga Sekretaris Dewan Kehormatan, membantah kabar pelengseran Anas. Ia menegaskan, Anas baru akan dicopot jika sudah dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. "Saya jamin tak ada upaya melengserkan Anas," ujarnya. "Kita tunggu proses hukum."

Kubu Anas tak tinggal diam. Sejumlah politikus menyebutkan, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum itu kini kian rajin berkunjung ke daerah untuk menggalang dukungan. "Sekitar 60 persen pengurus daerah masih mendukung Anas," kata sumber yang dekat dengan Anas. Harapannya, pengurus daerah itu akan menolak jika ada seruan mencopot Anas.

Anas juga enggan meneken surat pencopotan Angelina Sondakh, wakil sekretaris jenderal yang sudah menjadi tersangka kasus Wisma Atlet, dan Sudewo. Resminya, surat pencopotan memang ditandatangani pengurus harian. Sudah hampir sebulan Angelina menjadi tersangka. Yudhoyono juga telah mengumumkan pencopotan Angelina. Hingga pekan lalu, surat itu belum ditandatangani.

Kubu Anas juga disebutkan mendekati Angelina Sondakh. Sekitar dua pekan lalu, sebelum Angelina bersaksi, utusan Anas bertemu dengan Puteri Indonesia 2001 itu. Sang utusan membujuk Angelina tak menyeret nama Anas dalam persidangan. "Angelina terlihat melindungi Anas sewaktu bersaksi di sidang Nazaruddin," katanya.

Anas tak mau memberi keterangan soal gerakan pencopotannya, juga perlawanan kubunya. Tapi Ketua Departemen Pemuda dan Olahraga Demokrat Gede Pasek Suardika membantah ada upaya melengserkan Anas. "Kondisi partai baik-baik saja," kata Pasek, yang juga disebut Nazaruddin menjadi salah satu koordinator pembagi uang pada saat Kongres Bandung.

Pasek membenarkan Anas sering berkunjung ke daerah. Tapi ia membantah anggapan bahwa kunjungan itu untuk menggalang kekuatan. "Konsolidasi saja. Ibas juga sering ikut," katanya, menyebut nama Edhie Baskoro, putra Yudhoyono yang juga Sekretaris Jenderal Demokrat.

Pramono, Febriyan (Jakarta), Rofiuddin (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus