Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Surat Untuk Menjaga Diri

Pengurusan surat bukti kewarganegaraan RI (SBKRI) bagi WNI berbelit-belit & lama. Anak WNI yang lahir di Indonesia tak perlu SBKRI, tapi prakteknya perlu. Pemerintah akan mempercepat permohonan SBKRI.(nas)

25 Mei 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEDAGANG dari Glodok, Jakarta, itu J mengaku telah membayar Rp 400.000 untuk menguruskan Surat Bukti Kewarganegaraan RI (SBKRI) buat anaknya. Senin pagi pekan ini, ia muncul di Bagian Kewarganegaraan Pengadilan Jakarta Pusat, untuk menanyakan ihwal surat itu. Ia seperti tak melihat tulisan dengan huruf cetak begitu jelas terpampang di pintu kantor tersebut. Biaya pembuatan SBKRI sebesar Rp 3.000, dan bagi yang membutuhkannya dilarang memberikan imbalan apa pun kepada pegawai pengadilan. Apakah pedagang itu buta huruf? Sama sekali tidak. Ia rela membayar kepada seorang karyawan pengadilan sampai hampir setengah juta, asal surat penting itu cepat keluar. Sebab, mengurus sendiri dengan hanya biaya Rp 3.000 - seperti isi pengumuman di pintu itu - pada prakteknya hampir mustahil. "Bisa berbelit-belit tak keruan, tak ketahuan kapan keluarnya," katanya. Dengan sogok pun, yang konon dijanjikan bahwa surat itu keluar dalam tiga bulan, setidaknya setahun baru selesai. Dan pedagang slpit ini pun sangat tahu bahwa, menurut peraturan Menteri Kehakiman, anak seorang WNI yang lahir di Indonesia otomatis jadi WNI pula, dan tak perlu SBKRI segala. Ia pun tahu dari surat kabar, hal itu ditegaskan kembali oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh, Rabu pekan lalu, di depan rapat kerja antara Menteri dan Komisi III DPR. "Tapi surat itu penting untuk segala keperluan, dan untuk menjaga diri kalau ada apa-apa," tambahnya. "Situasi di sini sering berubah-ubah." Untuk keperluan "menjaga diri" itulah agaknya yang tak dipahami benar oleh Menteri. Menurut peraturan, boleh dibilang tak perlu surat, tapi praktek sehari-hari - bagi keturunan asing, terutama Cina - bisa lain. Ingin masuk ke perguruan tinggi, misalnya, harus menunjukkan SBKRI. Bila tak bisa, seperti anak dr. Pramoedya dari Cipete, Jakarta Selatan, ya ditolak. Padahal, ayahnya sudah WNI. Bahkan untuk urusan dengan pihak imigrasi pun, ditjen yang di bawah Departemen Kehakiman sendiri itu pun sering meminta SBKRI tersebut. Untuk membuktikan bahwa seseorang sudah WNI karena ayahnya WNI dengan membawa surat bukti naturalisasi, ternyata juga tidak mudah. "Surat itu 'kan cuma satu," kata seorang pejabat di Departemen Kehakiman. "Untuk bukti, surat harus difotokopi, dan fotokopi itu baru sah bila dilegalisasikan Direktorat Tata Negara dan Hukum Internasional." Jelasnya, guna mendapatkan legalisasi fotokopi itu pun, kira-kira, sama berbelitnya untuk memperoleh SBKRI asli. Lebih repot lagi bagi cucu seorang WNI. Pasalnya, dalam surat bukti naturalisasi kakeknya, ia belum disebutkan. Kesimpulannya, dengan alasan apa pun, keturunan seorang WNI yang lahir di Indonesia pun, kalau tak mau menemui kesulitan, ya, harus mencari SBKRI. "Ini memang lebih sebagai soal praktis, bukan apa-apa," kata pejabat di Departemen Kehakiman itu. Soilnya, bila seseorang dianggap bukan pribumi - untuk masuk perguruan tinggi, mengurus paspor, dan beberapa keperluan lain - ia diminta membuktikan kewarganegaraannya. Dan bila mereka yang membutuhkan SBKRI lebih suka membayar dan tahu beres, itu karena likuliku pengurusannya memang menyebalkan. Ini dikatakan sendiri oleh seorang pengacara yang kadang-kadang menguruskan SBKRI kliennya. "Wah, harus ke pengadilan, ke Setneg, ke Direktorat Hukum & Perundang-Undangan, sudah itu kembali lagi ke pengadilan," tuturnya. "Paling cepat, enam bulan baru selesai." Atas permintaan Menteri Kehakiman serta Direktorat Tata Negara dan Hukum Internasional, yang meneken SBKRI kini kerja lembur. Memang, banyak surat permohonan menumpuk. "Dulu tiap bulan rata-rata hanya 2.000 permohonan. Kini lipat dua," kata sumber TEMPO di direktorat itu. Tak hanya kerja lembur, kriteria pemeriksaan juga tak senyinyir dulu. Misalnya, bila dulu foto yang tercantum foto lama, formulir dikembalikan. Dengan catatan agar foto diperbarui. Kini foto yang tak iagi sesuai dengan orangnya tetap berlaku sah, bila yang datang memang benar-benar orangnya sendiri. "Pokoknya, kami peringan pengurusannya," tambah sumber itu. Pasalnya, karena ada target, surat permohonan yang selama ini tertunda (konon ada yang bertahun 1980) harus sudah selesai semua November tahun ini. Bisa? "Ya, diusahakan," jawabnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus