Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia atau LSI Denny JA, Ade Mulyana mengungkapkan hasil analisisnya terkait alasan poros ketiga tak kunjung terkonsolidasi hingga saat ini. Menurutnya poros ketiga masih terlihat rumit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini berkaitan dengan dua poros yang didapatinya sudah memiliki 'tiket pilpres' untuk maju pada Pemilu 2024, yaitu poros PDIP dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita masih lihat ada Gerindra, PKB, PKS, NasDem dan juga Demokrat, ini untuk menjadi poros ketiga memang masih terlihat rumit ya," ujar Ade Mulyana dalam konferensi pers, Rabu, 6 Juli 2022.
Ade mengatakan, alasan pertama yang membuat poros ketiga tak kunjung terbentuk adalah sulitnya menentukan leader atau pemimpin.
"Sulitnya untuk menentukan siapa leader antara Pak Prabowo, Surya Paloh, dan juga AHY yang pasti di belakangnya ada Pak SBY. Ini dengan tidak mengecilkan peran tokoh dari PKB dan PKS, tapi kira-kira dari tiga tokoh ini kita agak sulit juga menentukan siapa yang mau mengalah dipimpin oleh salah satu dari tokoh ini," katanya.
Menurutnya, ketiga orang itu merupakan tokoh yang memiliki peran tersendiri di dalam partainya, sehingga akan sulit untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin poros.
"Ini temuan kita, bahwa kemungkinan sulit untuk membentuk koalisi diantara 3 tokoh ini," ucapnya.
Alasan kedua, lanjut Ade, memang belum tuntas menentukan siapa yang akan menjadi capres dan cawapres di 'sisa partai dunia' atau partai d iluar PDIP, Golkar, PAN, dan PPP. Mengingat dari setiap partai sudah memiliki tokoh masing-masing yang ingin diunggulkan menjadi capres dan cawapres.
"Yang pertama kita lihat bahwa Gerindra, ini sudah pasti capresnya harga mati akan diberikan kepada Pak Prabowo, nah kemudian untuk NasDem kemarin hasil rakernas mereka ada 3 capres yang akan kemungkinan diusulkan, yang pertama Pak Ganjar, Pak Anies, dan Jendral Andika. Jadi masing-masing ini sudah punya capres sendiri," katanya.
"Kemudian untuk Demokrat, ini pasti harga mati akan mengusung Mas AHY sebagai minimal cawapres dan kemudian dari PKB juga pasti akan mengusung Pak Muhaimin Iskandar sebagai minimal cawapres," ujar dia.
Kemudian alasan ketiga adalah partai-partai yang masih mungkin bergabung ke poros lain.
"Berdasarkan historis dan lain-lain, Gerindra dan PKB masih mungkin bergabung PDIP, sedangkan Demokrat dan PKS masih mungkin bergabung ke KIB," katanya.
Namun Ade menilai, Demokrat dan juga PKS akan terlihat sulit untuk bergabung dengan PDIP dilihat secara historis dan ideologi partai tersebut.
Alasan keempat, hanya Gerindra yang ada di atas angin. Gerindra memperoleh kursi DPR sebanyak 13,57 persen, sedangkan NasDem 10,26 persen, PKB 10,09 persen, Demokrat 9,39 persen, dan PKS 8,70 persen.
Hal ini menunjukan bahwa Partai Gerindra hanya membutuhkan satu partai saja untuk mendapatkan 'tiket pilpres' atau presidential threshold 20 persen.
"Jadi dengan kondisi Gerindra yang diatas angin ini memang menjadi alasan yang kita analisa sulit terjadi poros ketiga ya untuk mengusung capres dan cawapres," ujarnya.
RAHMA DWI SAFITRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini