Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tahun lulus atau keluarnya ijazah S1 dan S2 Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet, sempat hilang di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) milik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PDDikti merupakan pangkalan data yang meghimpun data mahasiswa dan dosen dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Data itu berupa riwayat pendidikan hingga artikel ilmiah mahasiswa dan dosen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pantauan Tempo sekitar pukul 12.00 WIB, Kamis, 4 Juli 2024, Kemendikbudristekdikti mengubah desain situs PDDikti. Desain PDDikti sebelumnya memiliki warna dominan putih dengan sedikit warga ungu. Desain baru laman PD Dikti masih dominan putih, tapi dengan warna gradasi ungu muda dan ungu tua.
Diubahnya laman ini berdampak kepada riwayat pendidikan milik Ketua MPR Bambang Soesatyo. Pada laman sebelumnya, PD Dikti menampilkan tahun kelulusan S1 dan S2 Bamsoet. Bamsoet lebih dahulu menyelesaikan studi S2 sebelum lulus S1. Bamsoet lulus S2 di Institut Management Newport Indonesia (Imni) atau Sekolah Tinggi Manajemen Imni pada 1991. Sedangkan, Bamsoet baru menyelesaikan S1 pada 1992 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta.
Kemudian, Bamsoet juga tercatat telah menyelesaikan S1 di Universitas Terbuka pada 2023. Lalu, lulus S3 di Universitas Padjajaran pada 2023. Bamsoet mengatakan, ia menempuh kuliah di Imni dan STIE Jakarta dalam kurun waktu bersamaan.
Pada desain baru ini, memang dijelaskan riwayat pendidikan Bamsoet. Namun, tak dituliskan tahun keluar ijazah milik Bamsoet.
Menanggapi hal itu, Anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Herdiansyah Hamzah, mengatakan, perubahan desain dan sistem memang puluhan kali terjadi di tiap tahun.
Perubahan sistem itu berdampak kepada pengolahan data termasuk dugaan manipulasi. "Rentan dimanipulasi termasuk di PDDikti ini. Jadi kalau publik mencurigai, tidak bisa disalahkan," kata Herdiansyah saat dihubungi Tempo, Kamis 4 Juli 2024.
Tempo mencoba menghubungi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Abdul Haris. Namun, ia belum memberikan tanggapan hingga berita ini diturunkan.
Tempo juga menghubungi Pelaksana Harian Kepala Biro Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anang Ristanto sekitar pukul 11.00 WIB. Anang mengatakan, akan mengecek hal itu. "Saya coba cek," kata Anang saat dihubungi, Kamis 4 Juli 2024.
Sekitar pukul 18.00 WIB, Tempo mencoba kembali mengecek riwayat pendidikan Bamsoet di laman PDDiKti. Dari situ, tahun kelulusan atau tahun keluarnya ijazah milik Bamsoet sudah ditampilkan. Di situ masih tertulis, Bamsoet lulus S2 lebih dahulu ketimbang S1.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet, saat ini sedang mengajukan diri menjadi calon guru besar dari Universitas Borobudur. Bambang mengklaim mengikuti semua prosedur untuk bisa mendapatkan jabatan akademik itu. Salah satunya mengikuti serangkaian tes akademik untuk mendapatkan sertifikasi dosen sebagai syarat pengajuan guru besar.
Bamsoet lantas menjelaskan alasan ijazah S2 lebih dahulu keluar dibanding ijazah S1. Alasan memilih Imni karena lokasi kampus itu berada di seberang kantor Bamsoet bekerja. Kala itu Bamsoet bekerja sebagai wartawan di Harian Prioritas. "Saya kuliah barengan. Ini tempatnya ada di seberang kantor Harian Prioritas. Malamnya nyebrang kuliah dari jam 7 sampai jam 10. Siang di STIE Rawa Mangun untuk menyelesaikan S1," kata Bamsoet ditemui di Jalan Widya Chandra III, Jakarta, Senin, 17 Juni 2024.
Bamsoet mengatakan, ujian akhir kedua kampus itu dilakukan dalam rentang waktu berbarengan. Hasil ujian juga diumumkan bersamaan. Namun, dia mengaku ijazah Imni keluar lebih dahulu ketimbang ijazah S1 STIE. "Ijazah Imni keluar 1991. Satu tahun setelahnya ijazah STIE," kata Bamsoet.
Tempo kemudian meminta tanggapan Koordinator KIKA Satria Unggul mengenai hal ini. Satria mengatakan, pengangkatan guru besar harus sesuai dengan kaidah integritas dan mekanisme yang berlaku. Pengangkatan guru besar harus melawati berbagai tahapan mulai dari asisten ahli, lektor, lektor kepala, hingga guru besar. Berdasarkan riwayat di pangkalan data pendidikan tinggi Kemendikbu, Bamsoet belum lama menjadi lektor.
Di sisi lain, bila Bamsoet langsung diangkat menjadi guru besar, akan menjadi polemik. Bamsoet lebih dahulu lulus S2 sebelum S1. Padahal, pendidikan tinggi harus ditempuh secara berjenjang. "Kalau diangkat jadi guru besar bisa jadi polemik," kata Satria.