Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tangga Kedua Kisruh Hambalang

Andi Mallarangeng menjadi menteri aktif pertama yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Dituding mengusulkan perubahan desain Hambalang.

9 Desember 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RENCANA utusan Federation Internationale de Football Association datang ke Indonesia membuat sibuk Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng. Kamis sore pekan lalu, Andi berkomunikasi dengan pejabat di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Swiss, untuk menyiapkan kedatangan sang tamu.

Ini pertaruhan besar bagi sepak bola nasional. Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke meminta pemerintah mengambil tindakan tegas untuk menyelesaikan konflik di tubuh organisasi sepak bola nasional. Tenggatnya 10 Desember 2012. Jika melewati tanggal itu, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia dijatuhi sanksi, antara lain tak boleh mengikuti kompetisi internasional.

Jalan keluarnya, PSSI menggelar kongres luar biasa pada 9-10 Desember di Palangkaraya. Utusan FIFA dari Guatemala itu datang untuk memantau kongres. Menteri Andi tak mau kehilangan muka. Ia memerintahkan anak buahnya mendampingi sang utusan layaknya tamu negara.

Setengah jam kemudian, perhatian para pegawai Kementerian Olahraga tersedot ke layar televisi. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengumumkan pencegahan ke luar negeri bagi sang Menteri. Adiknya, Andi Zulkarnain Mallarangeng a.k.a. Choel, dan petinggi PT Adhi Karya, Mohammad Arief Taufiqurahman, juga dilarang meninggalkan Tanah Air.

Rupanya, permohonan cegah diajukan kepada Imigrasi pada 3 Desember 2012, bersamaan dengan terbitnya surat perintah penyidikan kasus korupsi Hambalang dengan tersangka Andi. "Saya menghormati keputusan KPK," ujar Andi, Jumat pekan lalu. "Astagfirullah…," kata Arief Taufiqurahman, merespons pengumuman KPK. Hanya Andi yang sudah dijadikan tersangka. Choel dan Arief berstatus saksi.

Penyelidik dan pemimpin KPK sebenarnya sudah sepakat Andi jadi tersangka pada Jumat tiga pekan lalu. Gelar perkara hari itu memperjelas peran Andi sebagaimana tertulis dalam audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan tentang Hambalang. Awal November lalu, hasil audit tersebut diserahkan kepada komisi antikorupsi.

Auditor BPK menulis bahwa Andi tak menggunakan wewenangnya ketika Kementerian Olahraga mengajukan persetujuan kontrak tahun jamak kepada Kementerian Keuangan. Sebagai pengguna anggaran yang melekat pada jabatan menteri, Andi juga tak menetapkan pemenang lelang meski nilai proyek di atas Rp 50 miliar.

Kedua wewenang itu diambil alih Sekretaris Kementerian Olahraga Wafid Muharam tanpa pendelegasian tertulis dari Andi. Menurut auditor, tiap kali meneken surat, Wafid melakukan itu di depan ­bosnya. "Saya teken ya, Pak," kata Wafid seperti ditirukan seorang sumber. Menurut Wafid, Andi tak pernah menggeleng. Ia mengartikan Andi menyetujuinya.

Wafid mengajukan Hambalang sebagai proyek tahun jamak kepada Menteri Keuangan. Persetujuan Menteri Keuangan diperlukan agar Kementerian Olahraga bisa melaksanakan proyek. Dalam surat tertanggal 28 Juni 2010, Wafid mengatakan proyek Hambalang membutuhkan Rp 1,175 triliun. Ditambah biaya peralatan olahraga yang bakal mengisi gedung-gedung di sana, totalnya Rp 2,57 triliun.

Angka itu membengkak dari sebelumnya. Ketika proyek Hambalang masih bernama Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional, anggaran konstruksi diperkirakan sekitar Rp 125 miliar. Setelah desainnya dimekarkan atas usul Andi, proyek bersalin nama jadi Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional. Biaya proyek langsung terkerek.

Sebelum sampai ke angka Rp 1,175 triliun, anggaran konstruksi berubah-ubah seiring dengan pergantian desain. PT Metaphora Solusi Global, konsultan perencana, sempat menaksir anggarannya Rp 800-an miliar, Rp 900-an miliar, sekitar Rp 1 triliun, Rp 1,6-an triliun, lalu turun lagi jadi Rp 1,129 triliun. Ditambah biaya konsultan perencana, manajemen konstruksi, dan pengelola teknis, totalnya Rp 1,175 triliun.

Pada saat menyusun anggaran, PT Metaphora selalu berkoordinasi dengan PT Adhi Karya. Begitu pula ketika merancang harga perkiraan sendiri. Adhi Karya menyodorkan harga perkiraan sendiri yang sesuai dengan kemampuannya. Perusahaan konstruksi pelat merah itu juga dikabari­ hasil perhitungan Rp 1,175 triliun. Tujuannya, menurut Badan Pemeriksa, "Untuk menghitung asumsi kesanggupan biaya yang akan dikeluarkan dalam melaksanakan konstruksi fisik."

Dari Kementerian Olahraga, yang pertama diberi tahu adalah Kepala Biro Perencanaan Deddy Kusdinar—juga tersangka Hambalang. Deddy, yang disebut Bambang Widjojanto sebagai "anak tangga pertama" kasus itu, kemudian melaporkan perhitungan final kepada Andi Mallarangeng. Kepada Tempo, Deddy dan Wafid pernah mengatakan selalu melaporkan perkembangan Hambalang kepada sang Menteri.

Seperti diperkirakan, Adhi Karya, yang menggandeng Wijaya Karya, ditetapkan sebagai pemenang pada 25 November 2010. Lima belas hari kemudian, kontrak proyek diteken. Kerja Sama Operasi Adhi-Wika lalu mensubkontrakkan proyek, antara lain, kepada PT Dutasari Citralaras, perusahaan yang juga sempat dimiliki istri Anas Urbaningrum, Athiyyah Laila. Belum lagi proyek rampung, BPK menaksir negara sekurang-kurangnya dirugikan Rp 243,66 miliar.

Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menuding Andi kecipratan duit PT Adhi Karya. Jauh sebelum perusahaan itu ditetapkan sebagai pemenang, kata Nazaruddin, panjar sudah ditebar ke Kementerian dan Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut dia, bahkan ada duit Hambalang yang mengucur ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010.

Pengakuan Mindo Rosalina Manulang, bekas anak buah Nazaruddin, lain lagi. Menurut Rosa, Nazaruddin sebenarnya berminat menggarap Hambalang, tapi tertendang sejak awal. Setelah Hambalang tak bisa diperoleh, Nazaruddin menyuruh Rosa bertanya kepada Adhi Karya bagaimana perusahaan itu mendapatkan proyek. Dari petinggi Adhi Karya bernama Bagus dan Arif, Rosa beroleh penjelasan, "Proyek Hambalang sudah langsung ke nomor satu." Kepada KPK, Rosa menyebut "nomor satu" yang dimaksud adalah "Pak Menteri".

Andi berkeras tak bersalah. "Dugaan-dugaan yang ada di media itu tidak benar," ujarnya. Walau begitu, pada Jumat pekan lalu, ia memutuskan mundur dari kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pagi-pagi ia pergi ke Istana menghadap Presiden. "Saya tak ingin membebani kabinet," kata Andi. Ia juga menyatakan mundur dari Partai Demokrat.

Siangnya, ia pamit kepada anak buahnya sekaligus mengemasi barang-barang pribadi dari ruangannya di lantai 10 gedung Kementerian Olahraga. Di sana pula, Jumat siang pekan lalu, ia menjamu pegawai Kementerian dalam sebuah makan siang perpisahan. Gara-gara Andi mundur, sampai Jumat pekan lalu, nasib utusan FIFA pemantau kongres luar biasa jadi tak jelas.

Penetapan Andi sebagai tersangka seolah-olah melunasi janji Bambang Widjojanto. Tak menyebut nama, dalam sebuah diskusi pada Agustus lalu, Bambang meminta waktu setengah tahun untuk menetapkan seorang menteri sebagai tersangka. Semua kini mafhum: Andilah menteri yang dimaksud.

Anton Septian, Indra Wijaya, Tri Suharman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus