Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tempo Institute meluncurkan buku Mendobrak Mitos: 20 Kisah Inspiratif Pendidikan Vokasi di Perpustakaan Nasional pada Senin, 26 Juni 2023. Buku yang digagas Tempo Institute bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Riset Teknologi ini berupaya memantahkan stigma terhadap pendidikan vokasi yang sering dianggap sebelah mata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Tempo Institute Qaris Tajudin mengatakan penggarapan buku ini bermula dari obrolan yang dilakukan pihaknya dengan pegiat pendidikan vokasi. Dari obrolan itu, kata Qaris, ternyata beberapa tahun terakhir banyak perubahan yang terjadi di sekolah vokasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Banyak inovasi yang enggak muncul di pendidikan lain," kata Qaris di auditorium Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Senin, 26 Juni 2023. Misalnya saja, ujar Qaris, Politeknik Batam yang berada di bawah asuhan Uuf Brajawidagda. Politeknik vokasi tersebut mengadopsi sistem belajar kelompok.
"Anak-anak dikumpulkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok itu terdiri bukan hanya dari satu angkatan, tapi banyak angkatan; dan dari banyak Prodi. Jadi ada yang semester 1, semester 2," ujar Qaris.
Qaris menjelaskan di kegiatan belajar itu, guru berperan bukan sebagai pemberi materi, tapi hanya sebagai pengarah jika kelompok belajar ini menghadapi kendala. "Mereka membawa satu project, gurunya nggak menerangkan. Hanya membantu kalau misalnya mereka ada masalah," ucap Qaris.
Dengan cara demikian, proses belajar di Politeknik Batam yang memiliki 200 pengajar dan ribuan peserta didik, dapat berlangsung dengan efisien melalui kelompok belajar.
"Guru tidak berfungsi menyuapi ke mahasiswa. Nah, itu kan berubah banget. Revolusi. Tidak seperti pendidikan yang ada di perguruan tinggi," kata Qaris.
Mendobrak melawan mitos
Dia mengatakan penyematan kata mendobrak dalam judul buku yang dirilis Tempo Institute merupakan langkah melawan mitos yang melabeli penjalanan pendidikan vokasi, khususnya di Indonesia. Misalnya saja, kata Qaris, bagaimana gambaran pendidikan vokasi erat dengan hal maskulin. Seperti pendidikan vokasi masa Sekolah Teknik Menegah (STM), yang sering dikaitkan dengan kekerasan.
"Banyak yang berantem, walaupun nggak semuanya, tapi banyak orang tua yang tidak mau menyekolahkan anaknya di sekolah (vokasi)," ucapnya.
Mitos lain adalah pendidikan vokasi tidak mendukung terserapnya tenaga pekerja, karena ada anggapan bahwa perusahaan-perasaan tak merekrut langsung peserta didik dari sekolah vokasi. Juga soal mitos bahwa pendidikan vokasi sebagai pendidikan kelas dua.
Namun seiring waktu, kata Qaris, mitos-mitos tersebut mulai menghilang. Seperti yang ada dalam acara peluncuran buku tadi, bahwa lulusan pendidikan vokasi kini menjadi prioritas dalam dunia kerja.
"Stigma jelek tukang berantem, inilah, itulah, nomor 2 dan segala itu sudah tidak ada. Sehingga mitos itu harus diubah. Itu yang akhirnya dipilih judul buku ini," kata Qaris.
Dalam proses penulisannya, Qaris melanjutkan, penggarapan buku ini perlu menyajian hal berbeda. Perlu cerita yang enak sehingga bisa menggunakan format story telling. Dan pihaknya menemukan 20 kisah untuk diceritakan. "Cerita yang digerakkan adalah emosi," katanya.
Sebelum rampung menjadi 20 kisah, ada banyak pilihan yang muncul. Qaris menyebut dengan prosenya cukup panjang, mereka melibatkan Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud.
Setelah kolaborasi itu membuahkan hasil, proses seleksi pun dilakukan Tempo Institute. Qaris mengatakan 20 kisah inspiratif yang ada diambil merata, yakni 10 kisah inspiratif dari Sekolah Menengah Kejuruan dan 10 kisah inspiratif dati perguruan vokasi. "Masing-masing 10 itu sudah mewakili beberapa program yang ada di vokasi," ucapnya.
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengatakan karya inspiratif semacam ini perlu muncul di tengah sesaknya pemberitaan tentang kontroversi, konflik, dan perkelahian. "Kejujuran mengenai realita negeri kita enggak akan terbuka dan terangkat," ucap Nadiem.
Menurut Nadiem, kisah inspiratif yang disajikan Tempo Institute ini diharapkan dapat mengubah pandangan miring masyarakat terhadap pendidikan vokasi. Pasalnya, kata Nadiem, budaya Indonesia ini defisit inspirasi, surplus konflik dan kontroversi.
"Dengan membaca, orang yang punya persepsi negatif soal sekolah vokasi bisa mengerti bahwa perubahan masih bisa terjadi di Indonesia," katanya.