Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
BPK menemukan BRIN tidak melanjutkan Program Strategis Nasional (PSN) pengembangan Drone MALE Kombatan.
Selain Puna MALE, BPK menemukan BRIN tidak melanjutkan PSN pengembangan industri garam.
BRIN sudah menerima hasil audit beserta rekomendasi dari BPK.
JAKARTA — Akhmad Farid Widodo sudah tidak melihat lagi purwarupa Elang Hitam di kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak akhir 2022. Menurut asisten kepala insinyur program MALE Kombatan BPPT ini, purwarupa beserta perangkat di alat itu sudah dibawa ke PT Dirgantara Indonesia (PDTI) Bandung. ”Sebetulnya purwarupa Drone Male Kombatan ini sudah selesai pada awal 2022. Tinggal uji terbang. Tapi tim ini bubar setelah BPPT melebur ke BRIN," ujar Farid kepada Tempo pada Kamis, 22 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akhmad mengatakan tak tahu nasib drone tersebut. Namun, Farid memastikan, timnya sudah tidak terlibat lagi dalam proyek Puna MALE itu. “Sudah pasti mangkrak. Tidak hanya aset fisik, tapi juga aset kekayaan intelektual berupa data jadi tidak bermanfaat, " ujar perekayasa ahli madya pada Pusat Riset Penerbangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puna MALE merupakan akronim dari Pesawat Udara Nirawak Tipe Medium-Altitude Long-Endurance. Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 17 November 2020 menyebutkan pengembangan drone kombatan tersebut sebagai salah satu proyek strategis nasional di sektor teknologi.
Baca: BRIN Jadi Badan Runyam
Elang Hitam adalah nama yang diberikan kepada drone atawa pesawat nirawak sepanjang 8,3 meter dengan lebar sayap 16 meter tersebut. Pada 2019, tim dari konsorsium BPPT, PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Len Industri (Persero), Institut Teknologi Bandung, serta Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI Angkatan Udara berhasil membangun satu purwarupa Elang Hitam—dari lima unit yang direncanakan.
BPPT telah melebur ke BRIN pada September 2021. Peleburan ini membuat beberapa program BPPT diteruskan oleh BRIN, termasuk program Puna MALE. BRIN memutuskan mengalihkan proyek drone kombatan Elang Hitam dari platform militer ke versi sipil.
Suasana kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Farid mengatakan, sampai saat ini, dirinya tidak melihat ada tim BRIN yang meneruskan program tersebut. Proyek ini mungkin saja diteruskan, tapi sekadar riset tanpa rancangan lanjutan. "BRIN kini hanya berfokus melakukan riset dan menerbitkan jurnal," kata Farid.
Pernyataan Farid tampaknya sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Audit BPK terhadap BRIN tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) dengan tujuan tertentu (DTT) kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, belanja, aset tahun anggaran 2021 sampai 2022. Laporan audit itu selesai disusun pada 14 Februari lalu.
BPK disebut menemukan bahwa BRIN tidak melanjutkan Program Strategis Nasional (PSN) pengembangan Drone MALE Kombatan. Program ini tidak diusulkan sebagai program kegiatan BRIN 2022. Akibatnya, tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 terhadap PSN berpotensi tidak tercapai.
Tidak hanya itu, tutur BPK, BRIN juga berpotensi membuat aset tetap hasil PSN berupa pengembangan Drone Male Kombatan sebesar Rp112,46 miliar itu mangkrak. Keamanan aset itu tidak terjamin dan rawan rusak. Berdasarkan hal itu, BPK menyimpulkan BRIN tidak mendukung percepatan capaian target PSN.
Selain soal Puna MALE, BPK menemukan BRIN tidak melanjutkan PSN pengembangan industri garam. Audit BPK menyebutkan, PSN industri garam tidak diintegrasikan dalam perencanaan kegiatan serta anggaran BRIN 2022 sehingga tujuan RPJMN 2020-2024 berpotensi tidak tercapai.
BRIN juga disebut tidak tidak mendukung capaian target Proyek Prioritas Strategis Penguatan Sistem Peringatan Dini Bencana. Audit BPK menyebutkan BRIN tidak mendukung peralihan pelaksanaan tugas penguatan dan pengembangan Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) secara optimal. “Aset tetap hasil PSN pengembangan industri garam sebesar Rp 29,88 miliar serta Ina-TEWS sebesar Rp 114,88 miliar berpotensi mangkrak,” demikian audit BPK.
Tempo tidak mendapat konfirmasi dari BPK perihal audit BRIN. Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, saat dimintai konfirmasi, tidak menjawab pesan dan telepon Tempo hingga berita ini diturunkan. Meski begitu, dalam penjelasan pada April lalu, BPK menyebutkan BRIN telah melaksanakan pengelolaan pendapatan, belanja, serta aset tahun anggaran 2021-2022 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dihubungi terpisah, juru bicara BRIN, Unggul Satrio Yudhotomo, mengatakan fokus BRIN saat ini adalah menghasilkan riset berkualitas. Dia menegaskan BRIN tidak dalam posisi membuat purwarupa.
Perihal audit BPK, Unggul menyebutkan bahwa BPK telah memberikan keterangan terhadap audit terhadap BRIN. BPK memberikan status audit dengan keterangan wajar tanpa pengecualian. Namun, kata Unggul, hal tersebut belum diumumkan kepada publik.
Unggul mengatakan BRIN sudah menerima hasil audit beserta rekomendasi dari BPK. Salah satu rekomendasi BPK adalah meminta Kepala BRIN melaporkan hal itu kepada Komite Percepatan Pembanguan Infrastruktur (KPPI) dan mengkaji penyesuaian PSN. Setelah itu, perlu ditetapkan dalam perubahan daftar PSN oleh Menko Perekonomian selaku Ketua KPPI. "Kami akan menjalankan rekomendasi itu, tapi kami akan melakukan kajian hukum lebih dulu," kata Unggul.
Baca: Hak Jawab BRIN; BRIN Jelaskan Seabrek Persoalan
Iklim Riset Disebut tanpa Arah
Selama dua tahun setelah peleburan, Farid mengatakan, arah iklim riset belum jelas di BRIN. BRIN hanya berfokus mendorong para peneliti menghasilkan jurnal dengan tema bebas. BRIN hanya ingin mempublikasikan jurnal sebanyak-banyaknya. "Tak ada target dan tujuan riset. Yang penting banyak riset," kata Farid.
Dia menilai para peneliti cenderung individualistis. Sebabnya, menurut Farid, BRIN mendorong para peneliti bekerja secara individu demi mendapatkan dana penelitian. "Ini tidak sesuai dengan cita-cita pembentukan BRIN, yaitu peneliti yang terarah dan terintegrasi,” ujarnya. Akibatnya, akuntabilitas terhadap hasil penelitian para peneliti sulit diketahui karena berbasis kepentingan individu.
Farid menilai kondisi tersebut berbeda saat ia berada di BPPT. Dia menjelaskan, mekanisme kerja di BPPT adalah, ketika ingin membuat produk, akan dibuat program bersama. Lalu dibuat unit kerja yang akan menunjang capaian keberhasilan pembuatan program itu.
Peneliti di Pusat Riset Kependudukan, Organisasi Riset Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora, Subarudi, mengatakan peleburan di BRIN menghambat para peneliti membuat riset yang inovatif. Sebab, banyak proposal penelitian yang ditolak. Penolakan itu karena dana BRIN terbatas. "Jumlah peneliti sekitar 14 ribu, tapi dana cuma Rp 7 triliun. Makanya jangan heran hasil risetnya ecek-ecek," ujar Subarudi, kemarin.
Dia menjelaskan, perlu proses panjang untuk mendapatkan dana penelitian. Peneliti mulanya membuat proposal dan bersaing dengan proposal peneliti lainnya. Proposal diteliti oleh pakar di bidangnya lalu dibahas dalam seminar. Proposal yang disetujui harus diperbaiki sesuai dengan saran dan rekomendasi pakar dalam seminar tersebut.
Sejumlah peneliti melakukan riset di fasilitas co-working space di BRIN, Bandung, Jawa Barat, 27 Januari 2023. TEMPO/Prima mulia
Setelah diperbaiki, proposal ditandatangani kepala riset dalam bentuk surat keputusan sebagai tanda bahwa uang penelitian cair dan bisa diberikan kepada peneliti. Peneliti diminta membuat rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan penelitian di lapangan. “Proses ini sangat panjang," kata Subarudi.
Bekas peneliti di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini mengatakan proses itu menyulitkan peneliti mendapatkan dana riset dari BRIN. Dampaknya, banyak peneliti menggunakan atau mengolah data lama untuk penelitiannya. "Lebih murah. Apalagi mereka ditargetkan satu tahun harus ada publikasi," ujar dia.
Periset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif, Djarot Sulistio Wisnubroto, mengaku kesulitan mengembangkan riset tenaga nuklir. Alasannya, fasilitas di kantor BRIN kurang memadai. Dia membandingkan saat di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Di sana, kata Djarot, ”Kami menguasai fasilitas dan juga meneliti dengan bebas. Kalau sekarang para periset tidak boleh menguasai alat. Jadi, periset tak menguasai alat tersebut."
Kepala Batan periode 2012-2018 ini mengatakan peneliti bidang nuklir saat ini juga hanya melakukan riset demi memenuhi target publikasi. Kerap kali, riset yang dipublikasikan menggunakan data lama sehingga hasilnya tidak memuaskan. Dia khawatir kompetensi peneliti di bidang nuklir menurun.
Menanggapi hal tersebut, Unggul mengatakan fokus BRIN saat ini adalah menghasilkan riset berkualitas. Meski begitu, dia mengakui memperketat persetujuan proposal penelitian karena keterbatasan dana. Unggul memastikan pola ini berhasil dilakukan untuk menghasilkan riset yang inovatif. Salah satu buktinya, target karya tertulis tercapai, baik di jurnal nasional maupun internasional. "Pengguna layanan juga tercapai. Kemudian target pengabdian masyarakat tercapai juga. Rata rata hampir tercapai," ujarnya.
HENDRIK YAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo