Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HENDRA Irawan Rahim ingat betul rapat konsultasi Partai Golkar di Bali pada Senin dua pekan lalu tak sekali pun membahas musyawarah nasional. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Golkar Sumatera Barat itu mengatakan peserta rapat tak diajak menyusun poin-poin keputusan. Kala itu, Wakil Ketua Umum Golkar Nurdin Halid hanya membacakan keputusan dan meminta persetujuan peserta tanpa sempat ada dialog.
Hendra kaget saat mendengar Nurdin berbicara kepada media menyatakan tak bakal ada musyawarah nasional hingga 2019. Hendra merasa tak sekali pun ihwal munas disampaikan kepada peserta rapat, ketua Golkar tingkat provinsi se-Indonesia. Meskipun terkejut, Hendra menyatakan belum bersikap. "Semua bakal kami sampaikan saat rapat pimpinan nasional," ujar Hendra pada Kamis pekan lalu. Sedangkan menurut Nurdin, semua keputusan sudah sepersetujuan mereka yang hadir di Bali.
Hasil rapat konsultasi di Bali ini berbuntut panjang karena menimbulkan reaksi di kalangan internal partai berlambang beringin itu. Misalnya keputusan bergabung dengan pemerintah dan menjatuhkan teguran kepada Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Akbar Tandjung. Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie yang sedang libur panjang di Los Angeles pun mempercepat kepulangan ke Indonesia. Pada Ahad malam dua pekan lalu, dia mengumpulkan sejumlah pengurus inti, seperti ketua harian, wakil ketua umum, dan sekretaris jenderal, di Bakrie Tower, Kuningan, Jakarta.
Mulanya Aburizal mempersilakan semua peserta rapat berbicara. Satu per satu menyatakan pandangan ihwal kondisi terbaru kalangan internal partai. Menurut Ketua Harian Golkar Mohamad Suleman Hidayat, sejumlah peserta rapat mempertanyakan rapat koordinasi yang diadakan dalam suasana liburan akhir tahun. Keputusan strategis di Bali, kata Hidayat, pernyataan sejumlah wakil ketua umum, diambil tanpa ada woro-woro lebih dulu. Rapat di Bali memang hanya dihadiri segelintir pengurus teras, seperti Idrus Marham, Setya Novanto, dan Aziz Syamsuddin.
Saat mendapatkan giliran berbicara, Hidayat pun menumpahkan unek-uneknya. Tanpa tedeng aling-aling, dia memaparkan gejolak kalangan internal dan kecemasan mengenai masa depan Golkar. Hidayat meminta Aburizal tak memandang sebelah mata dorongan tokoh senior dan kader muda tentang penyelenggaraan munas. Apalagi opini publik dan media massa semakin negatif terhadap konflik partai beringin. "Saya ingin kegaduhan ini segera diakhiri," ucap Hidayat.
Seorang peserta rapat menuturkan, sikap Hidayat ini mengagetkan Aburizal. Dia tak menyangka desakan munas disampaikan oleh lingkaran terdekatnya. Selama ini desakan munas lebih banyak datang dari lawan politik, yakni kubu Munas Ancol. Keinginan dari lingkaran dekat hanya terdengar samar-samar. Kasak-kusuk mulai menguat ketika terjadi rotasi fraksi yang mencopot orang dekat Wakil Ketua Umum Ade Komarudin. Desakan ini tak pernah disampaikan secara terbuka. Karena itu, menurut politikus ini, pernyataan Hidayat di depan Aburizal menjadi penabuh gong tanda munas segera terwujud. Hidayat mengatakan Aburizal tak banyak berkomentar atas desakannya itu.
Teka-teki jawaban Aburizal justru baru muncul keesokan harinya seusai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Menurut Aburizal, konflik Golkar telah berakhir setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencabut surat pengesahan kepengurusan Agung Laksono. Karena itu, dia mengatakan tak perlu lagi ada munas, munas luar biasa, atau munas bersama. "Karena daerah tak ada yang mau," kata Aburizal.
Sikap ini ditentang Hidayat. Menurut dia, Aburizal tak bisa hanya menyandarkan legitimasi hukum menyikapi dinamika politik. Meskipun secara legal ia menang, Hidayat khawatir Aburizal justru menjadi musuh bersama semua kader Golkar. Kengototan Aburizal juga direspons Poros Muda Golkar, yang dimotori Andi Sinulingga. Mereka menyambangi sejumlah senior Golkar, seperti Jusuf Kalla, Muladi, dan mantan wakil presiden Baharuddin Jusuf Habibie. Menurut Andi, para sesepuh partai sepakat satu-satunya jalan menyelamatkan Golkar adalah melalui musyawarah. "Tinggal nanti teknisnya diatur bersama," ujar Andi.
Akbar Tandjung pun secara terbuka kembali meminta segera diadakan munas. Desakan ini dia sampaikan sejak tahun lalu, meskipun tak pernah ditanggapi. Akbar menuturkan, hubungan dengan Aburizal menemui jalan buntu. Komunikasi terakhir terjadi pada Senin pekan lalu via telepon. Lewat perbincangan itu, Akbar kembali mendesak Aburizal hingga sempat berdebat sengit dengan nada tinggi. Lagi-lagi permintaan Akbar diabaikan. "Untuk apa munas lagi?" kata Akbar menirukan ucapan Aburizal. Karena tak menemukan kesepahaman, Akbar mengatakan, "Ya sudah, kita jalan masing-masing saja."
Sikap Aburizal bukan tak menimbulkan syak wasangka. Meskipun di publik Aburizal mengatakan tak bersedia menggelar munas, sejumlah politikus Golkar justru memiliki kecurigaan lain. Politikus ini berkaca pada pengalaman menjelang munas Golkar di Bali pada 2014. Kala itu sejumlah kalangan di lingkup internal Golkar mendesak Aburizal segera menyelenggarakan suksesi kepemimpinan sebelum Oktober 2014. Permintaan ini ditolak Aburizal karena beranggapan kepengurusan Munas Riau berakhir pada 2015.
Pada November 2015, secara mendadak Aburizal menyelenggarakan rapat pimpinan nasional. Hasil rapat ini memutuskan munas digelar seminggu kemudian. Hasil munas di Bali pun bisa ditebak: memilih kembali Aburizal sebagai ketua umum. Hidayat tak menampik adanya skenario ini. Apalagi sejumlah orang dekat Aburizal, seperti Nurdin Halid dan Idrus Marham, mulai mengkonsolidasikan kekuatan dengan menyelenggarakan musyawarah di tingkat daerah. "Memang ada pola seperti itu," ujar Hidayat.
Gelagat kesediaan Aburizal juga terlihat dari sikap sejumlah pengurus terasnya. Seorang politikus Golkar menuturkan, Aziz Syamsuddin menemui Ketua Golkar Munas Ancol, Agun Gunanjar Sudarsa, pada Sabtu dua pekan lalu di kawasan Cilandak, Jakarta. Selain membicarakan rotasi fraksi, Aziz membicarakan munas Golkar. Kepada Agun, Aziz mengatakan sebenarnya Aburizal bersedia menggelar munas dalam waktu dekat. Hanya, kesediaan ini diikuti syarat. Pertama, munas bakal diselenggarakan pada Oktober 2016, yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Agun. Opsi berikutnya adalah Aburizal bersedia menggelar munas dalam waktu dekat dengan syarat kepanitiaan dipegang oleh kubu Munas Bali. "Permintaan kedua pun ditolak Agun," kata politikus ini.
Agun membenarkan adanya cerita ini. Mantan Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat ini menegaskan, satu-satunya instrumen yang memungkinkan menjadi penyelenggara musyawarah adalah Mahkamah Partai Golkar, yang dipimpin Muladi. "Mereka tetap sah berlaku," ucap Agun. Adapun Aziz saat dimintai konfirmasi tak bersedia memberi penjelasan. "Nanti saja," katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Menyadari situasi bakal bergerak dinamis, kader Golkar pun mulai bersiap-siap. Akbar Tandjung, misalnya, bakal memanfaatkan momen rapat pimpinan nasional pada akhir Januari mendatang. Akbar mengatakan sudah berbicara dengan Ketua Golkar Kalimantan Timur dan Jawa Tengah. Dia mengklaim keduanya bersepakat membicarakan munas dalam rapimnas mendatang. Akbar berupaya agar dua pertiga Golkar tingkat provinsi menyepakati munas luar biasa sesuai dengan konstitusi partai. "Sinyal mereka positif," ucap Akbar.
Dikepung dari berbagai penjuru, lingkaran dekat Aburizal Bakrie masih tetap pasang badan. Nurdin Halid mengatakan tidak bakal ada munas hingga 2019 sesuai dengan hasil rapat di Bali. Menurut dia, rapat pimpinan nasional hanya akan mengesahkan poin-poin yang dihasilkan di Bali. Nurdin mempersilakan kader Golkar menyampaikan sikap lewat jalur resmi di rapimnas mendatang. "Disetujui atau tidak, nanti disepakati di sana," kata Nurdin.
Wayan Agus Purnomo (Jakarta), Andri El Faruqi (Padang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo