Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Tersebab DPR Abai Melaporkan Harta

ICW melaporkan 55 anggota Dewan Perwakilan Rakyat ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Termasuk anggota MKD sendiri.

14 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • ICW melaporkan 55 anggota DPR ke MKD karena dinilai abai menyetorkan LHKPN.

  • Ada tiga partai yang kadernya disebut tercatat paling banyak tidak melaporkan LHKPN.

  • Batas akhir LHKPN untuk 2022 berakhir pada 31 Maret.

JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan 55 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Pegiat antikorupsi ini menilai anggota DPR tersebut tak patuh menyetorkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) periode 2019-2021. ”Kami melaporkan 55 orang yang tidak patuh melaporkan (LHKPN) sebagai pelanggaran etik ke MKD,” ujar Seira Tamara, anggota staf Divisi Korupsi Politik ICW, saat dihubungi pada Kamis, 13 April 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ICW berharap ada mekanisme dalam penegakan kode etik yang dilakukan Mahkamah Kehormatan Dewan dengan pemberian sanksi. MKD sendiri merupakan alat kelengkapan DPR yang bisa ditempuh untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota Dewan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ICW menyebutkan ada tiga partai yang kadernya disebut tercatat paling banyak tidak melaporkan LHKPN. Tiga partai tersebut adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). ICW juga menyoroti dari jumlah fraksi yang ada di DPR.

Baca: Agar DPR Patuh Laporkan Hartanya

Menurut Seira, dari sembilan fraksi yang ada di DPR, hanya satu fraksi yang dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) mengatur mekanisme LHKPN bagi kader partainya, yakni Fraksi PDI Perjuangan. Meski demikian, menurut dia, implementasi dalam pelaporan dari anggota partai tersebut dinilai belum optimal. “Kami tidak bisa berhenti hanya mengacu pada AD/ART partai,” ujarnya.

Baca: Partai Perintahkan Anggota DPR Lapor LHKPN

Dari laporan tersebut, tiga pemimpin MKD justru masuk daftar yang dilaporkan ICW. Mereka adalah Nazaruddin Dek Gam, Habiburokhman, dan Andi Rio Idris Padjalangi. Nazaruddin Dek Gam merupakan politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang menjabat anggota DPR sejak 1 Oktober 2019. Nazaruddin disebut diadukan ke MKD karena terlambat melaporkan LHKPN periode 2020 dan 2021.


Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus (tengah), Sufmi Dasco Ahmad (kiri), dan Rachmat Gobel (kanan) memimpin rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 14 Maret 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Dalam catatan ICW, Andi Rio Idris Padjalangi, yang merupakan politikus Partai Golkar dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan II, disebut tidak melaporkan LHKPN sejak 2019 sampai 2021. Adapun Habiburokhman, yang merupakan kader Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), disebut tercatat tidak melaporkan LHKPN 2021.

Habiburokhman, saat dimintai konfirmasi, enggan berkomentar banyak. Dia hanya meminta Tempo agar langsung menanyakan laporan ICW tersebut kepada Ketua MKD Adang Daradjatun. “Ke Pak Adang, ya,” ujarnya, lalu menutup sambungan telepon saat dihubungi, kemarin. Adapun Andi Rio hanya membaca pesan berupa pertanyaan dan permintaan konfirmasi yang dikirim Tempo.

Tempo mencoba menghubungi Wakil Ketua MKD Trimedya Panjaitan. Namun pesan singkat dan sambungan telepon tidak diresponsnya. Dia hanya membaca pesan yang dikirim Tempo. Dua anggota MKD lainnya, Junimart Girsang dan Maman Imanul Haq, juga tidak merespons upaya konfirmasi yang diajukan Tempo.

Selain tiga nama anggota MKD, menurut data ICW, laporan itu juga mencatat empat wakil ketua DPR yang disebut tidak patuh melaporkan LHKPN. Mereka adalah Lodewijk F. Paulus dari Fraksi Partai Golkar, Sufmi Dasco Ahmad dari Fraksi Partai Gerindra, Muhaimin Iskandar yang juga Ketua Umum PKB, dan Rachmad Gobel dari Fraksi Partai NasDem.

Tempo belum mendapatkan konfirmasi dan tanggapan mereka. Lodewijk F. Paulus tidak merespons sambungan telepon dan pesan singkat yang dikirimkan kepadanya. Adapun Sufmi Dasco enggan berkomentar lebih lanjut. “Saya tidak ingin banyak komentar karena saya juga dilaporkan,” katanya. Dasco memang rutin menyetorkan LHKPN. Namun, dalam catatan ICW, Dasco disebut terlambat melaporkan kekayaannya pada 2019 dan 2020.

Kendati demikian, meski namanya termasuk yang dilaporkan, Dasco mengatakan laporan ICW akan ditindaklanjuti oleh MKD untuk ditelusuri fakta dan datanya. Dia menilai pelaporan tersebut merupakan hal wajar. “Bisa juga karena adanya perbedaan fakta,” ujarnya. Ihwal instruksi agar anggota Dewan aktif melaporkan LHKPN, Sufmi Dasco mengatakan hal tersebut sudah sering dilakukan. Namun dia justru terkejut karena termasuk yang turut dilaporkan.

Baca: Tingkat Kepatuhan LHKPN Anggota Dewan 

Respons Komisi Pemberantasan Korupsi 

Regulasi yang mengatur tata cara pelaporan LHKPN tercantum dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016. Peraturan KPK tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara itu menyebutkan tenggat pelaporan LHKPN jatuh pada tahun berikutnya, yakni pada 31 Maret. Para penyelenggara negara diwajibkan melaporkan LHKPN setiap tahun.

Spanduk sosialisasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta. TEMPO/Imam Sukamto

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengatakan saat ini lembaganya tengah menyurati semua instansi, tidak terkecuali DPR. Komisi antirasuah menindaklanjuti para pejabat yang belum atau bahkan tidak melaporkan LHKPN. Menurut Pahala, proses tersebut sudah berjalan, terhitung dari tenggat laporan seperti yang diatur dalam peraturan KPK.

Dia menjelaskan, batas akhir laporan LHKPN untuk 2022 berakhir pada 31 Maret. “Kami sedang bahas, mana yang belum menyampaikan laporan, mana yang sudah tapi belum lengkap. Kami akan menyurati semua instansi,” ujarnya.

Pahala menuturkan bahwa belum ada regulasi yang memuat sanksi tegas bagi pejabat yang tidak melaporkan hartanya. Sanksi hanya diberikan sesuai dengan kebijakan organisasi atau partai yang menaunginya. “Sanksinya adalah sanksi administrasi yang dikeluarkan atasan, tapi kan tergantung pimpinan lembaganya. Ada yang bersikap cuek, ada yang bersikap tegas,” kata dia.

KPK, Pahala melanjutkan, saat ini tengah merancang untuk mengubah Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020. Dalam aturan itu, KPK tengah mempertimbangkan usulan adanya sanksi bagi pejabat yang tidak patuh melaporkan LHKPN. Sanksi tersebut bisa sebatas administratif, seperti tidak mendapatkan promosi jabatan atau tidak dibayarkan tunjangan sampai pejabat tersebut benar-benar melaporkan LHKPN-nya.

Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo, menilai pemerintah ataupun KPK seharusnya lebih ketat melakukan pengawasan. Menurut dia, KPK atau instansi yang berwenang, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi lebih menekankan penguatan pengawasan internal di lembaganya masing-masing. Wasisto menegaskan, pelaporan LHKPN diwajibkan yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. 

JIHAN RISTIYANTI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus