Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tidak Mudah Islah

Dua kali Gus Dur berupaya bertemu kiai Langitan tapi belum juga berhasil. Ada persyaratan dasar untuk damai yang sulit dipenuhi: mengakui kekalahan.

19 Desember 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari Pondok Pesantren Ar-Raoudloh, Pasrepan, Pasuruan, Jawa Timur, Kamis pekan lalu rombongan Abdurrahman Wahid langsung meluncur ke rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo, Surabaya. ”Gus Dur akan menjenguk Kiai Faqih (KH Abdullah Faqih),” kata Effendy Choirie, salah satu Ketua Pengurus Pusat PKB.

Effendy bersama sejumlah pimpinan PKB, seperti Muhaimin Iskandar dan Gus Dur, hari itu sedang menghadiri Musyawarah Wilayah Luar Biasa PKB Jawa Timur versi Muhaimin Iskandar di Pasuruan. Di sela-sela acara musyawarah wilayah itulah Gus Dur menyatakan niatnya menjenguk Kiai Faqih yang sedang berbaring di rumah sakit, setelah menjalani operasi hernia.

Setelah diminta menunggu di depan ruang Humas Graha Amerta RS Dr Soetomo, cucu KH Hasyim Asy’ari itu diberi tahu bahwa Kiai Faqih sudah pulang. ”Tiga puluh menit yang lalu Kiai Faqih pulang bersama putra-putranya,” kata Hendriawan, salah satu dokter yang bertugas di RS Dr Soetomo, tempat Kiai Faqih dirawat.

Gus Dur hanya terdiam. Tapi anggota rombongan lain seperti Yenny, anak Gus Dur, tak bisa menyembunyikan kegalauan hatinya. ”Sudah berkali-kali Bapak mengambil inisiatif untuk bertemu para kiai. Tapi kayaknya sangat dipersulit,” kata Yenny, yang juga menjabat Wakil Sekretaris Jenderal PKB.

Sebelum gagal bertemu dengan kiai Langitan itu, Gus Dur juga sudah dua kali berupaya menemui Kiai Faqih. Pertemuan yang pertama mestinya akan dilakukan pada November lalu di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, yang dipimpin KH Nawawi Abdul Djalil. Tapi pertemuan ini urung karena Kiai Faqih tidak hadir. Setelah pertemuan di Sidogiri gagal, pertemuan kedua difasilitasi KH Attabik Ali, dari pondok pesantren Krapyak, Yogyakarta.

Menurut KH Attabik, pertemuan yang dijadwalkan pada Jumat dua pekan lalu karena kepedulian Attabik terhadap persatuan warga Nahdlatul Ulama dan PKB. ”Saya melihat warga PKB bingung dan mungkin saja terpecah,” kata Attabik kepada Tempo.

Maka ide itu disampaikan Gus Dur, dan Ketua Dewan Syuro PKB itu menyetujuinya. Attabik juga menemui Kiai Faqih di Langitan, dan Kiai Faqih setuju pertemuan dilakukan pada Jumat malam. Tapi pertemuan ini juga batal karena pada Jumat pagi Kiai Faqih mengabarkan tidak bisa hadir karena dilarang dokter.

KH Ubaidillah Faqih—putra tertua KH Abdullah Faqih—mengatakan bahwa kegagalan pertemuan Gus Dur dengan ayahnya itu bukan karena ada pihak yang menghalang-halangi, tetapi karena tidak ada pemberitahuan dari pihak Gus Dur. Selain itu, kata dia, gagalnya pertemuan tersebut karena sudah saatnya ayahnya meninggalkan rumah sakit.

Sedangkan ketidakhadiran Kiai Faqih di Krapyak, Yogyakarta, karena saat itu ayahnya sedang tidak enak badan. Lantas, bagaimana yang di Sidogiri? ”Ya, karena tak ada pemberitahuan dari panitia bahwa acara di Sidogiri untuk bertemu dengan Gus Dur. Undangannya hanya haul,” kata Ubaidillah.

Gagalnya pertemuan Gus Dur dengan Kiai Faqih, pemimpin Pondok Pesantren Langitan, Tuban, ini menunjukkan betapa tidak mudahnya membuka pintu islah bagi PKB hasil muktamar Semarang yang dipimpin Muhaimin Iskandar dengan PKB hasil muktmar Surabaya yang dipimpin Choirul Anam.

Sebenarnya pintu islah antara dua kubu PKB kembar itu pernah tampak sedikit terbuka ketika Saifullah Yusuf, tokoh kubu PKB Alwi Shihab, bertemu dengan Muhaimin Iskandar dua pekan lalu di ruang Fraksi PKB di DPR, Jakarta. Saifullah datang ke Fraksi PKB bersama Erman Suparno, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dari PKB versi Muhaimin.

Saifullah dan Suparno, kata Muhaimin Iskandar, memang sengaja diundang untuk konsolidasi antara kader PKB di kabinet dan fraksi di DPR. ”Kebetulan, banyak kepentingan konstituen PKB dalam pembangunan daerah tertinggal serta di bidang tenaga kerja dan transmigrasi,” kata Muhaimin, yang juga Wakil Ketua DPR RI.

Pertemuan Saifullah dengan anggota Fraksi PKB itu agaknya bukan hanya konsolidasi dua menteri dari PKB dengan anggota Fraksi PKB, tetapi sekaligus terkait dengan langkah konsolidasi politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan partai di parlemen.

Muhaimin mengatakan, sebelum Presiden melakukan pergantian kabinet secara terbatas pada awal Desember lalu, dirinya diminta menghadap SBY. Saat itu Yudhoyono menanyakan kepada Muhaimin, di antara dua menteri dari PKB, yaitu Saifullah Yusuf dan Alwi Shihab, mana yang paling baik kinerjanya. ”Saya katakan Saifullah agak lumayan dibanding Pak Alwi,” kata Muhaimin, Kamis pekan lalu, di Pasuruan.

Sehari kemudian, Presiden Yudhoyono mengumumkan daftar menteri yang diganti. Dan Saifullah adalah salah satu menteri yang dipertahankan, sebaliknya Alwi Shihab adalah menteri yang diberhentikan. Sebagai pengganti ”jatah menteri dari PKB”, diangkatlah Eman Suparno.

Dipertahankannya Saifullah itu—juga diangkatnya Erman Suparno sebagai menteri—bukanlah pemberian gratis. Ada semacam kompensasi yang harus ”dibayar” Saifullah dan PKB. Saifullah diminta mendukung PKB yang dipimpin Muhaimin dan disokong Gus Dur. ”Saya mendukung dia di kabinet, asal Saifullah tidak macam-macam lagi dan mau kembali ke PKB yang benar,” kata Muhaimin.

Pernyataan Muhaimin itu dibenarkan Effendy Choirie. Menurut dia, saat Yudhoyono memanggil Muhaimin, ada dua hal yang disampaikan. Pertama agar Saifullah menjembatani kelompoknya untuk bisa islah dengan kubu Muhaimin dan anggota Fraksi PKB bisa satu suara mendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. ”Fraksi PKB sudah satu suara, kecuali dua orang,” tutur Effendy.

Hanya rupanya, langkah islah di tubuh Fraksi PKB tak semudah yang dilakukan di kalangan kiai yang masih mendukung PKB hasil muktamar di Surabaya yang dipimpin Choirul Anam. Saat hadir untuk peresmian kantor DPP PKB hasil muktamar Surabaya di Jakarta, Selasa pekan lalu, sejumlah kiai juga menyatakan mendukung islah dua PKB. Hadir dalam acara tersebut, antara lain, KH Abdurrahman Chudlori, KH Anwar Iskandar, KH Ahmad Mas Subadar, KH Ubaidillah Faqih, dan KH Noer Muhammad Iskandar. Hadir pula Alwi Shihab, Choirul Anam, dan Saifullah Yusuf.

Meski begitu, islah yang diutarakan para kiai itu haruslah memenuhi sejumlah persyaratan, misalnya islah harus dilakukan dengan penuh kesadaran serta kejujuran. ”Dalam hal ini harus mengakui kekalahan dan menghargai kemenangan,” kata KH Abdurrahman Chudlori, Ketua Dewan Syuro PKB hasil mukatamar Surabaya.

Menurut Kiai Abdurrahman, PKB yang dipimpin Muhaimin harus mau mengakui kekalahannya dalam proses hukum dan Gus Dur harus mengikuti keputusan-keputusan PKB hasil muktamar Surabaya. ”Islah akan terwujud kalau ada kepastian yang jelas,” kata Kiai Abdurrahman Chudlori.

Penjelasan lebih gamblang dikatakan Saifullah Yusuf. Menurut dia, islah bisa jika ada pengakuan perjuangan para kiai. Selama ini para kiai menggugat pemecatan Alwi Shihab dan dirinya yang dilakukan Gus Dur, dan gugatan itu dimenangkan Mahkamah Agung. ”Harus diakui apa yang diperjuangkan para kiai selama ini benar,” kata Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ini.

Menurut dia, setelah ada pengakuan bahwa pemberhentian Alwi itu salah, proses islah bisa berjalan lebih mudah. Soal siapa PKB yang sah, bisa dibicarakan kemudian. ”Setelah perjuangan kiai diakui kebenarannya, biar kiai yang mengatur islahnya,” kata Saifullah.

Syarat ini akan sulit dipenuhi bagi PKB yang dipimpin Muhaimin. Tapi Muhaimin menyatakan pihaknya akan menempuh proses islah secara alamiah. ”Kami sedang menuju proses kebersamaan yang Insya Allah akan berhasil,” katanya.

Kini bola islah bergantung pada para kiai pendukung PKB muktamar Surabaya dan Gus Dur. Semakin mereka sulit bertemu, potensi konflik di PKB akan terus terbuka.

Zed Abidien, Bibin Bintariadi (Pasuruan), Sunudyantoro (Surabaya), Saiful Amin (Yogyakarta), Dwijo Maksum (Kediri)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus