KETIKA namanya masih ujian negara (berlaku hingga 1971), lalu
ketika nama itu diubah menjadi ujian sekolah atau resmi disebut
EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) sejak 1972, kebocoran
soalsoal ujian selalu terjadi. Tahun ini mata pelajaran yang
diujikan secara nasional (Ebtanas), dari yang tadinya hanya
Pendidikan Moral Pancasila (PMP), ditambah dengan Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Biologi dan Geografi. Dan mudah
diduga, mata pelajaran yang diebtanaskan itulah, terutama. yang
kini menjadi sasaran kebocoran. Paling tidak hingga akhir pekan
lalu, hari terakhir ujian SMTA seluruh Indonesia, diketahui
untuk mata pelajaran PMP bocor di wilayah Jakarta. Lalu PMP dan
Bahasa Indonesia bocor di wilayah Kabupaten Karo, Sumatera
Utara. Dan menurut harian Sinar Harapan, 15 April, di Palembang
ada petunjuk kuat ke lima mata pelajaran yang diebtanaskan itu
bocor semua.
"Saya mengakui adanya kebocoran-kebocoran," kata Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah (PDM) Prof. Dardji Darmodiharjo
kepada Ferhat Aziz dari TEMPO. Tapi berbeda dengan kebocoran
ujian negara sebelum 1971, kebocoran Ebtanas kini tak perlu
dilakukan pengulangan ke seluruh Indonesia. Pagi-pagi pihak
Ditjen PDM telah menyiapkan sistem penanggulangan. Caranya, soal
ujian tak hanya disiapkan satu paket, tapi banyak. Tentu saja
tingkat kemudahan dan kesulitan soal tiap paket, sama. Paket itu
kemudian dikirimkan ke seluruh Kanwil P&K. Kanwil memperbanyak
soal lalu membagikannya ke tiap wilayah. Dan untuk wilayah satu
dengan lainnya, soal berbeda. "Tak satu sekolah pun yang tahu
paket yang mana yang akan diujikan sekolahnya," tambah Dardji
pula.
Sistem itu memang kemudian menghemat biaya bila terjadi
kebocoran. Hanya di wilayah tempat kebocoran itulah ujian perlu
diulang. Misalnya di Jakarta, Ebtanas PMP hanya akan diulang di
Jakarta Selatan dan Pusat, 22 April - karena kebocoran hanya
terjadi di wilayah itu. Bahkan kebocoran di Kabupaten Karo,
Sumatera Utara ujian ulangan tak perlu diadakan. Kebocoran yang
telah diketahui beberapa hari sebelum Ebtanas dimulai itu,
memberi kesempatan Panitia Ujian setempat untuk segera mengganti
soal ujian, tutur Supeno, Kakanwil P&K Sumatera Utara.
Toh, tak peduli ada sistem baru atau tidak, para siswa agaknya
tetap merasa ditantang untuk mencari soal-soal bocoran. Seorang
siswa SMA Marsudi Luhur, Yogyakarta misalnya, beberapa hari
sebelum ujian tiba-tiba rajin lari pagi. Dan ia selalu lewat di
depan rumah salah seorang gurunya, hanya untuk mengorek sampah
di sekitar rumah itu. Bahkan menurut pengakuannya sendiri kepada
TEMPO, ia pun menjanjikan hadiah buat pembantu rumah tangga
gurunya tersebut, bila berhasil membuang sampah yang ada
soal-soal Ebtanya.
Para siswa itu pun tak peduli kemungkinan adanya soal Ebtanas
palsu yang diperolehnya. Seperti di Bandung misalnya, sejumlah
siswa SMA medapat bocoran soal PMP. Beberapa siswa mengaku
membeli soal tersebut dari seseorang dengan harga Rp 10 ribu.
Lantas ada seorang siswa yang juga memperoleh bocoran soal itu,
tapi kemudian menemui Walikota Bandung, Husen Wangsaatmadja, dan
menyerahkannya. Pak Wali tentu saja kaget, dan lantas menelepon
Kakanwil P8K Jawa Barat. Itu berlangsung Minggu sore, 10 April,
sehari sebelum Ebtanas dimulai.
Suppena Mustarim, Kakanwil itu, bertindak sigap. Bersama stafnya
ia lantas meneliti bocoran soal itu. Maka diketahuilah kop dan
huruf lembaran soal yang bocor itu ternyata berbeda dengan
lembaran soal asli yang diketahui Kakanwil. Kemudian diketahui
pula bahwa soal-soal PMP yang bocor itu persis sama dengan soal
PMP Ebtanas tahun lalu. Kesimpulannya, lembaran soal PMP itu
palsu.
Adapun kebocoran di Jakarta, menurut Drs. Padidi, kepala SMAN I
yang menjadi ketua panitia EBTA Rayon I Jakarta Pusat, ditemukan
oleh guru pengawas. Senin pagi, sewaktu Ebtanas PMP berlangsung,
guruguru pengawas di SMPP I, Jakarta, menemukan fotokopi soal
PMP. Ternyata fotokopi itu persis seperti soal yang hari itu
digarap para siswa: Diam-diam para guru lantas melapor kepada
Padidi, dan yang belakangan itu lantas meneruskan laporan kepada
Kakanwil P8K DKI Jakarta. Hari itu juga Padidi menerima laporan
serupa dari SMAN 41, sekolah yang termasuk dalam rayonnya juga.
"Menurut dugaan saya fotokopi itu diperoleh bukan dari rayon
saya," tutur Padidi kepadaJames R. Lapian dari TEMPO. "Kami baru
terima paket soal dari Kanwil, Minggu 10 April pukul 14.00.
Pemeriksaan paket baru selesai pukul 20.00. Setelah itu baru
kami menandatangani Berita Acara Serah Terima paket soal."
Sementara itu menurut Padidi, warung fotokopi di daerah Sumur
Batu, dekat lokasi SMAN 41, Minggu pagi itu sibuk melayani
permintaan fotokopi soal-soal Ebtanas.
Adapun paket soal yang diterima Padidi baru didistribusikan ke
35 sekolah dalam wilayah Rayon I, Senin pagi-pagi. "Soal itu
diambil sendiri oleh para ketua penyelenggara ujian," kata ketua
Rayon I Jakarta Pusat ini.
Sebenarnya pihak Kanwil P&K DKI telah mengusahakan pengamanan
cukup rapi dan ketat. "Kami hanya melibatkan sedikit mungkin
orang dalam mengurus paket soal," kata Ending Karmadi, kepala
Sub Penerangan Kanwil DKI. "Juga kami usahakan jarak waktu
penyampaian soal ke sekolah sesempit munkin. Dan sewaktu
diperbanyak di percetakan, kami langsung mengawasinya sendiri."
Jadi, di mana adanya lubang sistem ini?
Seorang staf di Kanwil P&K DKI menilai, panjangnya perjalanan
paket soal dari pusat di Jakarta ke daerah masih merupakan
peluang untuk bocor. Paket soal itu datang dari Ditjen PDM ke
seluruh Kanwil, dari Kanwil ke Kantor Dinas P&K di kabupaten,
baru kemudian ke wilayah-wilayah atau rayon sebelum sampai ke
sekolah. Maka, kata sumber itu, meski disediakan beberapa paket
cadangan, "tinggal spekulasi saja bagi yang mengharap bocoran,
mendapat paket yang tepat atau tidak."
Lepas dari setuju atau tidak Ebtanas, bagi guru-guru yang
dihubungi TEMPO dari berbagai kota, rata-rata senang dengan
Ebtanas kini. "Kami tak lagi pusing membuat soalsoal EBTA,
tinggal mengawasi dan mengoreksi saja," kata Sidarto, seorang
guru di sebuah SMA swasta di Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini