Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai pembredelan pameran tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional Jakarta sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berekspresi. Usman menyebut pembredelan adalah tindakan yang keliru dan tidak boleh didiamkan begitu saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini tidak boleh dibiarkan. Meredam lukisan kritik sosial adalah cara pengecut untuk membungkam kebebasan berekspresi,” kata Usman melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 20 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembredelan pameran tunggal karya Yos Suprapto itu akibat memuat lukisan wajah Presiden ke-7 Joko Widodo. Usman mengatakan pelarangan aktivitas seni akibat mengkritik Jokowi adalah sesuatu yang keliru. “Melarang karya seni Yos yang mengandung kritik adalah hal yang tidak bertanggung jawab,” ucap Usman.
Senada dengan Usman, peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat atau Elsam, Nurul Izmi, mengatakan pembredelan pameran Yos Suprapto tampak seperti era Orde Baru. Izmi mewanti-wanti kejadian ini bisa merembes ke banyak aspek yang berisiko merugikan kebebasan berekspresi dan demokrasi.
“Baru saja terjadi adanya pembredelan terkait dengan seniman batal pameran di Galeri Nasional. Itu kan merupakan bibit-bibit dari Orde Baru,” kata Izmi dalam sebuah diskusi di kawasan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 20 Desember 2024.
Izmi meminta masyarakat tak berdiam diri terhadap pembatasan kebebasan berpendapat itu. Baik dari kalangan seniman maupun aktivis, kata dia, memiliki hak yang sama dalam mengutarakan ekspresinya. “Masyarakat jangan melupakan kecenderungan pemerintah yang memberikan ide-ide kebijakan yang tidak rasional,” ujar Izmi.
Kronologi Pembredelan
Pameran lukisan karya Yos Suprapto itu rencananya akan dilaksanakan pada Kamis sore, 19 Desember 2024 di Ruang Serbaguna Galeri Nasional. Tapi akhirnya batal karena polemik ini. Yos Suprapto mengatakan kurator yang ditunjuk Galeri Nasional meminta lima dari 30 lukisannya diturunkan, tapi ia menolak.
Menurut Yos, jika lima lukisan itu diturunkan, maka ia akan membatalkan pameran secara keseluruhan dan membawa pulang seluruh lukisannya ke Yogyakarta. “Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos dalam pernyataannya.
Meskipun hadirin tidak bisa melihat karya Yos, acara tetap dilanjutkan dengan sambutan dari Eros Djarot. Ia menyayangkan acara yang sudah disiapkan ini dibatalkan mendadak. “Saya rasa itu ekspresi kurator yang takut secara berlebihan,” kata Eros.
Selaku kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo menyebut karya yang dipamerkan Yos Suprapto berpotensi merusak fokus terhadap pesan dalam tema kuratorial. “Menurut pendapat saya, ada dua karya yang terdengar seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora yang merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektif,” kata Suwarno melalui pernyataan resminya, Jumat, 20 Desember 2024.
Peran kurator dalam pameran untuk bertanggung jawab terhadap semua kegiatan, mulai dari perencanaan ide hingga akuntabilitas karya. Hal ini pula yang membuat Suwarno memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai kurator dari pameran tersebut. Sebab dia merasa tidak ada kesepahaman yang berhasil dicapai.
“Seniman tetap mempertahankan keinginannya untuk memamerkan karya tersebut. Perbedaan pendapat ini terjadi selama proses kurasi yang dimulai secara insentif sejak Oktober 2024 hingga hari pameran 19 Desember 2024,” ujar Suwarno. “Meski menghargai pendirian seniman, namun saya tetap memutuskan mundur sebagai kurator pameran.”
Suwarno menilai perannya sebagai kurator sangat sentra. Dia harus mengatur supaya tema dan karya yang dihasilkan dalam pameran tersebut memiliki keselarasan terhadap konsep awal. “Bagi saya sebagai seorang kurator, pendapat saya penting untuk dipertimbangkan oleh seniman,” ucap Suwarno.
Meski memutuskan mundur, Suwarno menegaskan bahwa pilihan tersebut bukan untuk menghentikan pameran tunggal karya Yos Suprapto itu. Namun fakta di lapangan menunjukkan kalau pameran ini ternyata mendapat perlakuan berupa pembredelan oleh Galeri Nasional. Pengunjung dilarang masuk untuk menyaksikan karya-karya Yos Suprapto itu.
Penanggung Jawab Unit Galeri Nasional Indonesia, Jarot Mahendra menjelaskan bahwa dalam proses penataan karya di area pameran terdapat beberapa karya yang tanpa melalui kesepakatan antara seniman dan kurator. “Setelah melalui proses evaluasi oleh kurator pameran, karya-karya tersebut dianggap tidak sesuai dengan tema kurasi yang telah ditetapkan,” katanya.
Menurut Jarot, proses mediasi telh dilakukan tetapi tidak tercapai kesepakatan dan kurator mengundurkan diri. Sebagai langkah untuk menjaga keselarasan kuratorial dan memastikan kualitas pameran, kata dia, Galeri Nasional Indonesia memutuskan untuk menunda acara ini dan akan mengupayakan komunikasi antara seniman dan kurator.
Pilihan Editor: Pameran Yos Suprapto di Galeri Nasional Diberedel