Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus PDI Perjuangan Effendi Simbolon mengatakan pihaknya tidak mempermasalahkan jika dalam debat presiden dan wakil presiden harus menggunakan bahasa Inggris. “Pak Jokowi bisa bahasa Inggris, Pak Kiai Ma'ruf juga bisa," ujar Effendi Simbolon di Jakarta pada Jumat, 14 September 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Effendi memastikan tak akan menantang balik kubu calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut dia, kubu Jokowi-Ma;ruf Amin akan lebih memilih strategi bertahan.
"Tidak perlu over," katanya. Dia menilai tantangan dari kubu lawan wajar lantaran calon yang dia dukung merupakan inkumben
Usulan debat menggunakan bahasa Inggris muncul dari elite partai koalisi pengusung Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. Usul itu tercetus saat menggelar rapat rutin di Jalan Daksa, Jakarta Selatan, Kamis 13 September 2018.
Ketua DPP PAN Yandri Susanto menyatakan alasannya, yakni calon pemimpin negara akan berinteraksi dengan orang-orang dari semua negara. Mereka juga bakal rutin terlibat pada forum internasional.
Pengamat politik Boni Hargens mengatakan ide debat calon presiden dan wakil presiden menggunakan bahasa Inggris hanya untuk mempromosikan kandidat tertentu. Dia menilai cukup debat dalam bahasa Indonesia.
"Kalau 90 persen masyarakat belum berbahasa Inggris, saya kira usul itu bukan untuk mencerdaskan masyarakat tapi untuk mempromosikan kandidat," katanya Jumat, 14 September 2018.
Boni yang pernah menjadi Komisaris LKBN Antara, mengatakan ide tersebut tak terlalu buruk. Namun akan lebih menarik jika debat lebih berfokus kepada kontennya.
Salah satunya, kata Boni yang menjadi koordinator Barisan Relawan Jokowi Presiden pada Pilpres 2014, dengan mengangkat sejumlah masalah seperti soal keberagaman masyarakat, ideologi, hingga kelompok radikal.