Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari masih pagi benar tatkala Ahmad Erani Yustika tiba di Jakarta via Bandar Udara Soekarno-Hatta pada Rabu pekan lalu. Dosen Universitas Brawijaya, Malang, itu datang dengan tugas penting: menjadi moderator debat calon presiden sesi kedua yang digelar pada Ahad malam lalu di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan.
Malam harinya, dia menemui komisioner Komisi Pemilihan Umum dan tim sukses kedua pasangan calon di Hotel Sahid, kawasan Sudirman. Hadir pula kru Metro TV yang menyiarkan debat bertema "Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial" tersebut. "Ini baru akan membahas materi debat," ujar Ahmad kepada Tempo.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ini mengaku belum menyiapkan apa pun. Moderator memang baru ditetapkan sepekan sebelumnya. Komisioner KPU Sigit Pamungkas mengatakan, untuk setiap sesi, KPU mengajukan lima kandidat. Tim sukses diminta memilih tiga nama. "Dari tiga pilihan itu, kami ambil satu yang sama-sama dipilih masing-masing tim," katanya.
Persiapan singkat ini cukup merepotkan. Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengaku dihubungi Selasa dua pekan lalu tapi baru esok harinya mendapat kepastian. "Saya diminta ke Jakarta pada Kamis, lalu Senin naik panggung," ujar Zainal, moderator debat sesi pertama.
Dari pihak Komisi dan tim sukses, moderator mendapat taklimat aturan debat. Misalnya, jangan terlalu banyak segmen dan tak mengejar calon dengan pertanyaan lanjutan. Bahasa tubuh serta pilihan kata pun ditertibkan. Misalnya, tak menunjuk dengan satu jari dan tak menyebut kata "dua"-agar tak dikira "berkampanye". "Saya juga tak boleh mengomentari atau menyimpulkan jawaban calon," tutur Zainal.
Menurut Sigit, aturan tersebut dibikin untuk menjamin independensi KPU. Rancangannya disiapkan bersama tim ahli, yakni Ketua Forum Rektor Indonesia Ravik Karsidi, Rektor Universitas Gadjah Mada Pratikno, guru besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono, Rektor Universitas Negeri Jakarta Djaali, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro, guru besar Universitas Airlangga Ramlan Surbakti, Dekan FISIP Universitas Airlangga Ignatius Basis Susilo, Kepala Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah Edi Slamet Irianto, dan Ahmad Erani Yustika.
Pertemuan Komisi dan tim ahli berlangsung sebulan menjelang debat pertama. Topik yang dibahas adalah tema, desain, moderator, dan sejumlah hal teknis, antara lain alur debat, pemilihan stasiun televisi, serta angle kamera yang adil untuk setiap calon. "Moderator hanya sebagai timekeeper," kata Sigit.
Sesuai dengan Undang-Undang Pemilihan Presiden, debat diadakan lima kali. Awalnya, disepakati format dua sesi debat antarcapres, dua sesi antarcawapres, dan sekali melibatkan kedua pasangan. KPU mengubahnya menjadi dua kali antarcapres, dua kali capres-cawapres, dan sekali antarcawapres. Alasannya, menurut Sigit, untuk memperkuat logika sistem presidensial, porsi presiden harus diperbanyak. "Tim sukses yang memberi masukan," ujarnya.
Juru bicara tim Joko Widodo-Jusuf Kalla, Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan timnya tak setuju dengan format awal. Ia mengusulkan tiga kali debat capres-cawapres pada awal, akhir, dan tengah serta debat antarcapres dan antarcawapres masing-masing satu kali. Ferry beralasan format Komisi seolah-olah mengelompokkan tema politik dalam debat calon presiden dan tema ekonomi pada debat calon wakil presiden. Komisi menolak usul ini.
Adapun anggota tim sukses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Abdul Harris Bobihoe, menegaskan, sejak awal tak ada keberatan soal format. "Waktu itu (kami) hanya berdebat soal teknis pelaksanaan," katanya.
Kartika Candra, Febriana Firdaus
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo