KEPANIKAN di kantor Dolog Samarinda terjadi untuk pertama
kalinya tanggal 9 Nopember lalu. Hari itu, tak diduga Budiadji
tergopohgopoh masuk kantor Dolog di bangunan tingkat II komplek
THG Samarinda. Tanpa menemui Makka Malik, Kepala Sub Dolog yang
kini ditahan itu, Budiadji langsung menemui kepala-kepala bagian
dan memerintahkan mereka untuk membakar semua dokumen. Selesai
memberikan perintah itu Budiadji, tanpa ketemu Makka Malik
bergegas kembali ke Balikpapan lagi. Sekalipun hari itu team
dari Jakarta sudah mulai memeriksa Balikpapan, ada sedikit
kesempatan buat Budiadji untuk terbang sebentar ke Samarinda.
Para kepala bagian di Sub Dolog Samarinda tentu saja panik.
Sebab perintah pembakaran dokumen tak disertai penjelasan apa
maksud dan tujuannya. Mereka kemudian menghadap Makka Malik
untuk minta pertimbangan. Konon Malik minta agar perintah itu
jangan dilakukan dulu. Malam harinya, begitu sumber TEMPO,
seorang Kepala Bagian Keuangan bahkan melakukan sembahyang hajad
minta petunjuk pada Allah apa yang harus dilakukan. Dan hati
nuraninya ternyata mengatakan: "Jangan dibakar".
Sesaat setelah menyempatkan diri terbang ke Samarinda, Budiadji
kembali diperiksa. "Kebakaran kecil", kabarnya sudah terjadi di
Balikpapan. Dalam pemeriksaan di hari pertama ini konon Budiadji
banyak menyangkal karena merasa barang bukti tokh sudah lenyap.
Sang pemeriksa ternyata menghadapkan tumpukan dokumen yang
diambil dari Samarinda, yang menurut perhitungan Budiadji sudah
jadi abu. Saat itulah kabarnya Budiadji "pingsan" di tempat. Dan
dalam pemeriksaan selanjutnya dia kabarnya mengaku terus terang
semua soal yang dikerjakannya.
Hari-hari selanjutnya adalah hari yang penuh mendung.
Penangkapan demi penangkapan berjalan terus. Selain 14 orang
Dolog Kaltim yang ditahan di Lembaa Pemasyarakatan Balikpapan,
ditangkap lagi H. Kamaruddin, Kasir Sub Dolog Samarinda.
Penyitaan demi penyitaan juga terus berlangsung. Keluarga para
tertahan juga tampak diliputi kepanikan. Seorang isteri kepala
bagian di Sub Dolog Samarinda, tiba-tiba sakit kepala tak
berkesudahan. Ada yang tak bisa bangun selama seminggu. Ada pula
yang di waktu-waktu tertentu tiba-tiba jatuh terkulai. Yang
tampak paling "tabah" adalah isteri Faisal, putera Makka Malik.
Di hari-hari, pertama di mana suami dan mertuanya di bawa ke
Balikpapan, Ny. Faisal memang menangis juga. "Tapi saya
pikir-pikir tak cukup hanya menangis. Kalau bukan saya yang
harus berjuang siapa lagi" ujarnya pada TEMPO. Bekas demonstran
tahun 1966 di Jakarta itu kini sudah aktip di salon
kecantikannya yang juga telan ditempeli kertas tanda disita.
"Lumayan, sehari bisa dapat Rp 50. 000", ujar ibu dari tiga anak
itu.
Sampai tanggal 10 Desember lalu, para tertahan belum boleh
ditemui. Kabarnya Budiadji ditahan terpisah dari 14 tertahan
lainnya. Yang 14 orang ini kabarnya cukup tabah di dalam lembaga
pemasyarakatan. Makka Malik kabarnya bertindak sebagai sesepuh
yang menasihati rekan-rekannya yang lebih muda "agar tetap
tabah". Penjagaan terhadap tahanan Dolog ini cukup ketat.
Kiriman makanan dari keluarga konon harus dicicipi dulu oleh
sang pengantar, takut kalau ada usaha meracuni tahanan.
Lain lagi yang terjadi di Bank Indonesia cabang Samarinda.
Pertengahan bulan ini Supardi kepala cabang BI di sana, akan
"ditarik" ke Jakarta. Menurut Supardi hal itu memang sudah
sampai pada waktunya, namun sas-sus di luaran menyebutkan
kepindahan itu erat hubungannya dengan soal Dolog. Konon
menjelang hari raya tahun lalu ia dan wakilnya Sofyan Lumat
mendapat Holden Torana (kuning dan coklat) dari Budiadji.
Tentang hubungannya dengan Dolog, Supardi yang ditemui TEMPO
minta maaf. "Untuk menjawabnya harus menunggu ijin dari
Jakarta", katanya. Meski begitu ia mengatakan tidak menyangka
sama sekali bahwa pemalsuan itu bisa terjadi. Bahkan ia mengaku
"mengetahui soal itu juga dari koran". Ini mengherankan. Sebab,
adalah kewajiban dari setiap Dolog untuk menyerahkan kepada BI
cabang tembusan atau salinan dari setiap kontrak jualbeli dengan
leveransir atau pensuplai. Itu pun harus dibuat dalam rangkap
tiga: satu untuk diteruskan ke Bulog, satu helai untuk BI Pusat
dan satu untuk BI cabang.
Gubernur Wahab Syahranie ketika ditemui TEMPO di rumahnya
mengatakan tak akan memberikan pernyataan apa pun agar "tidak
mengganggu kelancaran pemeriksaan". Tapi dari Direktorat
Ekonomi kantor Gubernur (yang sehma Kepala Direktoratnya naik
haji diwakili oleh drs Syahrial), mengatakan bahwa apa yang
dilakukan Dolog selama ini merupakan kebijaksanaan Dolog
sendiri. Kantor gubernur, menurutnya, secara resmi tidak
berperanan. Baik dalam menentukan besarnya permintaan Dolog
kepada Bulog setiap bulannya maupun dalam menentukan sistim dan
siapa penyalurnya. "Bahkan pernah ketika itu Budiadji minta
advis tentang ditunjuknya Utomo Abadi sebagai penyalur tunggal,
tapi kami tak bersedia memberikannya", ujar Syahrial.
Meski begitu, Syahrial mengakui bahwa tidak berperanannya kantor
Gubernur ini baru bermula tahun 1973, saat mana gubernur
menggariskan kebijaksanaan baru agar kantor gubernur tidak
mencampuri urusan Dolog. Adakah kebijaksanaan itu tertuang dalam
SK? "Tidak ada", jawab Syahrial. Syahrial tak bersedia menjawab
apa latar belakang keluarnya kebijaksanaan itu. Namun menurut
sebuah sumber TEMPO bahwa pada suatu saat Budiadji datang kepada
gubernur dan memberikan jaminan Gubernur tak perlu khawatir
bahwa keperluan beras Kaltim yang 70.000 ton setahun tidak
terpenuhi. "Jaminan" Budiadji ini konon disertai syarat agar
kantor gubernur tak lagi mencampuri urusan Dolog. Meski begiu,
entah dari mana bermula, belakangan semakin santer suara-suara
yang mengatakan ada empat pejabat teras kantor gubernur ikut
terlibat. "Kami tahu Biro Ekonomi jadi sorotan masyarakat, tapi
dalam kasus Dolog ini tidak ada sangkut pautnya", ujar Syahrial.
Sampai 10 Desember lalu, Minardi Utomo, orang yang jadi direktur
utama PT Utomo Abadi penyalur tunggal Dolog Kaltim, belum
tertangkap. Bahkan tak diketahui di mana sekarang dia berada.
Fihak yang berwajib memang mensinyalir Minardi masih bersembunyi
di Kalimantan Timur. Namun ada juga yang merasa yakin dia sudah
kabur ke luar negeri. Ny. Faisal menyatakan masih sempat bertemu
dengan buronan Kejaksaan Tinggi Kaltim itu pada tanggal 26
Nopember lalu saat meledaknya peristiwa manipulasi besar-besaran
di Dolog Kaltim. Hari itu Ny. Faisal bermaksud pulang ke
Balikpapan dari Jakarta. Di lapangan terbang Kemayoran ia
bertemu dengan Minardi dan sempat omong-omong selama kurang
lebih setengah jam, sambil menunggu waktu. Tiba-tiba pandangan
Minardi tertuju pada seseorang yang lagi membaca koran. Maka
buru-buru dia keluar sebentar untuk membeli koran yang ternyata
kemudian memuat peristiwa Dolog Kaltim sebagai berita utamanya.
Selesai membaca secara tergopoh-gopoh, Minardi tiba-tiba
menyatakan tak jadi berangkat dan buru-buru minta diri untuk
pergi. Maka timbul dugaan Minardi menghilang ke Jakarta entah
terus ke mana.
MINARDI Utomo, 27 tahun, sedianya akan menikah 12 Desember lalu
dengan wanita pilihannya, yang oleh kawan-kawannya biasa
dipanggil Babek. Untuk itu dia telah membangun sebuah rumah
mewah di Samarinda. Namun belum lagi sempat didiami oleh kedua
calon suami isteri itu, rumah yang berpekarangan luas itu, sudah
disita. Lahil di Kotabaru Kaltim, pada mulanya pemuda Minardi
berdagang beras kecil-kecilan dengan mendatangkan beras dari
Surabaya. Tak begitu jelas bagaimana sampai Budiadji memilih
Minardi sebagai penyalur tunggal beras untuk Kaltim. Tapi begitu
ditunjuk sebagai penyalur tunggal, bintangnya cepat menjulang.
Sebagai penyalur tunggal, maka hubungan dengan bank kabarnya
menjadi mudah diatur "di bawah meja" lewat Budiadji. Mulanya
para pedagang lain juga masih diperbolehkan membeli leras dari
Dolog. "Tapi harganya di atas harga yang dipasang Utomo Abadi",
kata seorang pedagang beras. "Terpaksa saya dan pedagang lain
jadi ambil beras dari Minardi". Sesungguhnya sejak pagi-pagi
Bulog sendiri sudah mengeluarkan larangan adanya penyalur
tunggal. Dari situ saja sebenarnya tindakan Budiadji sudah patut
dipertanyakan. Akan adanya kenyataan itu, Ka Bulog Bustanil
Arifin sendiri mengakui itu memang suatu kekeliruan. "Soalnya
Bulog beranggapan suasana harga beras di Kaltim itu cukup
mantap", kata Bustanil pada TEMPO. "Jadi untuk sementara kita
diamkan".
Masuk akal kalau harga beras di Kaltim itu bisa dikendalikan
hingga lebih murah ketimbang daerah lain. Bahkan tak jarang
Minardi berani membanting harga kalau saja ada pedagang lain
yang mencoba mendatangkan beras dari Surabaya. Selain menikmati
kedudukan monopoli, Minardi itu begitu akrab hubungannya dengan
Dolog Kaltim, hingga dibolehkan untuk membon - ambil beras
dulu, bayar belakangan - yang menimbulkan iri pada pedagang
lainnya. Mengingat harga Utomo Abadi bisa lebih rendah dari
harga Dolog, maka para pedagang pun saling berpaling pada Utomo
Abadi. Mereka puA kabarnya takusah pusing-pusing untuk membuka
L/C lebih dulu pada BI Cabang. Tapi cukup dengan menyetor uang
pada CV Utomo Abadi. Yang terakhir inilah akan mengatur urusan
selanjutnya, sampai para pedagang memperoleh pesanan berasnya,
yang biasanya diperoleh seminggu setelah waktu setoran. Pada
saat beras sudah diterima Utomo Abadi, Minardi kadang masih
bilang: "Haiyaa, beras naiklah". Dan para pedagang terpaksa
memberikan uang tambahan. Apa sebab sampai Minardi bisa menjelma
bagaikan Panglima Beras di Kaltim, tentu disebabkan karena
timbulnya 'penyelundupan' beras lewat pintu belakang. Seperti
yang dikatakan Bustanil Arifin pada pers baru-baru ini, "yang
disalurkan Dolog itu misalnya 1.000 ton dibilang cuma 100 ton".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini