Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Yang Ditangkap Dan Yang Lain Bulog Dan Korupsi

Kisah terbongkarnya manipulasi Bulog Kalimantan Timur. pembangunan 320 gudang beras menelan biaya 30-45 milyar. Stabilisasi harga beras belum meresap ke bawah. Keberadaan bulog dipertanyakan. (nas)

18 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPANIKAN di kantor Dolog Samarinda terjadi untuk pertama kalinya tanggal 9 Nopember lalu. Hari itu, tak diduga Budiadji tergopohgopoh masuk kantor Dolog di bangunan tingkat II komplek THG Samarinda. Tanpa menemui Makka Malik, Kepala Sub Dolog yang kini ditahan itu, Budiadji langsung menemui kepala-kepala bagian dan memerintahkan mereka untuk membakar semua dokumen. Selesai memberikan perintah itu Budiadji, tanpa ketemu Makka Malik bergegas kembali ke Balikpapan lagi. Sekalipun hari itu team dari Jakarta sudah mulai memeriksa Balikpapan, ada sedikit kesempatan buat Budiadji untuk terbang sebentar ke Samarinda. Para kepala bagian di Sub Dolog Samarinda tentu saja panik. Sebab perintah pembakaran dokumen tak disertai penjelasan apa maksud dan tujuannya. Mereka kemudian menghadap Makka Malik untuk minta pertimbangan. Konon Malik minta agar perintah itu jangan dilakukan dulu. Malam harinya, begitu sumber TEMPO, seorang Kepala Bagian Keuangan bahkan melakukan sembahyang hajad minta petunjuk pada Allah apa yang harus dilakukan. Dan hati nuraninya ternyata mengatakan: "Jangan dibakar". Sesaat setelah menyempatkan diri terbang ke Samarinda, Budiadji kembali diperiksa. "Kebakaran kecil", kabarnya sudah terjadi di Balikpapan. Dalam pemeriksaan di hari pertama ini konon Budiadji banyak menyangkal karena merasa barang bukti tokh sudah lenyap. Sang pemeriksa ternyata menghadapkan tumpukan dokumen yang diambil dari Samarinda, yang menurut perhitungan Budiadji sudah jadi abu. Saat itulah kabarnya Budiadji "pingsan" di tempat. Dan dalam pemeriksaan selanjutnya dia kabarnya mengaku terus terang semua soal yang dikerjakannya. Hari-hari selanjutnya adalah hari yang penuh mendung. Penangkapan demi penangkapan berjalan terus. Selain 14 orang Dolog Kaltim yang ditahan di Lembaa Pemasyarakatan Balikpapan, ditangkap lagi H. Kamaruddin, Kasir Sub Dolog Samarinda. Penyitaan demi penyitaan juga terus berlangsung. Keluarga para tertahan juga tampak diliputi kepanikan. Seorang isteri kepala bagian di Sub Dolog Samarinda, tiba-tiba sakit kepala tak berkesudahan. Ada yang tak bisa bangun selama seminggu. Ada pula yang di waktu-waktu tertentu tiba-tiba jatuh terkulai. Yang tampak paling "tabah" adalah isteri Faisal, putera Makka Malik. Di hari-hari, pertama di mana suami dan mertuanya di bawa ke Balikpapan, Ny. Faisal memang menangis juga. "Tapi saya pikir-pikir tak cukup hanya menangis. Kalau bukan saya yang harus berjuang siapa lagi" ujarnya pada TEMPO. Bekas demonstran tahun 1966 di Jakarta itu kini sudah aktip di salon kecantikannya yang juga telan ditempeli kertas tanda disita. "Lumayan, sehari bisa dapat Rp 50. 000", ujar ibu dari tiga anak itu. Sampai tanggal 10 Desember lalu, para tertahan belum boleh ditemui. Kabarnya Budiadji ditahan terpisah dari 14 tertahan lainnya. Yang 14 orang ini kabarnya cukup tabah di dalam lembaga pemasyarakatan. Makka Malik kabarnya bertindak sebagai sesepuh yang menasihati rekan-rekannya yang lebih muda "agar tetap tabah". Penjagaan terhadap tahanan Dolog ini cukup ketat. Kiriman makanan dari keluarga konon harus dicicipi dulu oleh sang pengantar, takut kalau ada usaha meracuni tahanan. Lain lagi yang terjadi di Bank Indonesia cabang Samarinda. Pertengahan bulan ini Supardi kepala cabang BI di sana, akan "ditarik" ke Jakarta. Menurut Supardi hal itu memang sudah sampai pada waktunya, namun sas-sus di luaran menyebutkan kepindahan itu erat hubungannya dengan soal Dolog. Konon menjelang hari raya tahun lalu ia dan wakilnya Sofyan Lumat mendapat Holden Torana (kuning dan coklat) dari Budiadji. Tentang hubungannya dengan Dolog, Supardi yang ditemui TEMPO minta maaf. "Untuk menjawabnya harus menunggu ijin dari Jakarta", katanya. Meski begitu ia mengatakan tidak menyangka sama sekali bahwa pemalsuan itu bisa terjadi. Bahkan ia mengaku "mengetahui soal itu juga dari koran". Ini mengherankan. Sebab, adalah kewajiban dari setiap Dolog untuk menyerahkan kepada BI cabang tembusan atau salinan dari setiap kontrak jualbeli dengan leveransir atau pensuplai. Itu pun harus dibuat dalam rangkap tiga: satu untuk diteruskan ke Bulog, satu helai untuk BI Pusat dan satu untuk BI cabang. Gubernur Wahab Syahranie ketika ditemui TEMPO di rumahnya mengatakan tak akan memberikan pernyataan apa pun agar "tidak mengganggu kelancaran pemeriksaan". Tapi dari Direktorat Ekonomi kantor Gubernur (yang sehma Kepala Direktoratnya naik haji diwakili oleh drs Syahrial), mengatakan bahwa apa yang dilakukan Dolog selama ini merupakan kebijaksanaan Dolog sendiri. Kantor gubernur, menurutnya, secara resmi tidak berperanan. Baik dalam menentukan besarnya permintaan Dolog kepada Bulog setiap bulannya maupun dalam menentukan sistim dan siapa penyalurnya. "Bahkan pernah ketika itu Budiadji minta advis tentang ditunjuknya Utomo Abadi sebagai penyalur tunggal, tapi kami tak bersedia memberikannya", ujar Syahrial. Meski begitu, Syahrial mengakui bahwa tidak berperanannya kantor Gubernur ini baru bermula tahun 1973, saat mana gubernur menggariskan kebijaksanaan baru agar kantor gubernur tidak mencampuri urusan Dolog. Adakah kebijaksanaan itu tertuang dalam SK? "Tidak ada", jawab Syahrial. Syahrial tak bersedia menjawab apa latar belakang keluarnya kebijaksanaan itu. Namun menurut sebuah sumber TEMPO bahwa pada suatu saat Budiadji datang kepada gubernur dan memberikan jaminan Gubernur tak perlu khawatir bahwa keperluan beras Kaltim yang 70.000 ton setahun tidak terpenuhi. "Jaminan" Budiadji ini konon disertai syarat agar kantor gubernur tak lagi mencampuri urusan Dolog. Meski begiu, entah dari mana bermula, belakangan semakin santer suara-suara yang mengatakan ada empat pejabat teras kantor gubernur ikut terlibat. "Kami tahu Biro Ekonomi jadi sorotan masyarakat, tapi dalam kasus Dolog ini tidak ada sangkut pautnya", ujar Syahrial. Sampai 10 Desember lalu, Minardi Utomo, orang yang jadi direktur utama PT Utomo Abadi penyalur tunggal Dolog Kaltim, belum tertangkap. Bahkan tak diketahui di mana sekarang dia berada. Fihak yang berwajib memang mensinyalir Minardi masih bersembunyi di Kalimantan Timur. Namun ada juga yang merasa yakin dia sudah kabur ke luar negeri. Ny. Faisal menyatakan masih sempat bertemu dengan buronan Kejaksaan Tinggi Kaltim itu pada tanggal 26 Nopember lalu saat meledaknya peristiwa manipulasi besar-besaran di Dolog Kaltim. Hari itu Ny. Faisal bermaksud pulang ke Balikpapan dari Jakarta. Di lapangan terbang Kemayoran ia bertemu dengan Minardi dan sempat omong-omong selama kurang lebih setengah jam, sambil menunggu waktu. Tiba-tiba pandangan Minardi tertuju pada seseorang yang lagi membaca koran. Maka buru-buru dia keluar sebentar untuk membeli koran yang ternyata kemudian memuat peristiwa Dolog Kaltim sebagai berita utamanya. Selesai membaca secara tergopoh-gopoh, Minardi tiba-tiba menyatakan tak jadi berangkat dan buru-buru minta diri untuk pergi. Maka timbul dugaan Minardi menghilang ke Jakarta entah terus ke mana. MINARDI Utomo, 27 tahun, sedianya akan menikah 12 Desember lalu dengan wanita pilihannya, yang oleh kawan-kawannya biasa dipanggil Babek. Untuk itu dia telah membangun sebuah rumah mewah di Samarinda. Namun belum lagi sempat didiami oleh kedua calon suami isteri itu, rumah yang berpekarangan luas itu, sudah disita. Lahil di Kotabaru Kaltim, pada mulanya pemuda Minardi berdagang beras kecil-kecilan dengan mendatangkan beras dari Surabaya. Tak begitu jelas bagaimana sampai Budiadji memilih Minardi sebagai penyalur tunggal beras untuk Kaltim. Tapi begitu ditunjuk sebagai penyalur tunggal, bintangnya cepat menjulang. Sebagai penyalur tunggal, maka hubungan dengan bank kabarnya menjadi mudah diatur "di bawah meja" lewat Budiadji. Mulanya para pedagang lain juga masih diperbolehkan membeli leras dari Dolog. "Tapi harganya di atas harga yang dipasang Utomo Abadi", kata seorang pedagang beras. "Terpaksa saya dan pedagang lain jadi ambil beras dari Minardi". Sesungguhnya sejak pagi-pagi Bulog sendiri sudah mengeluarkan larangan adanya penyalur tunggal. Dari situ saja sebenarnya tindakan Budiadji sudah patut dipertanyakan. Akan adanya kenyataan itu, Ka Bulog Bustanil Arifin sendiri mengakui itu memang suatu kekeliruan. "Soalnya Bulog beranggapan suasana harga beras di Kaltim itu cukup mantap", kata Bustanil pada TEMPO. "Jadi untuk sementara kita diamkan". Masuk akal kalau harga beras di Kaltim itu bisa dikendalikan hingga lebih murah ketimbang daerah lain. Bahkan tak jarang Minardi berani membanting harga kalau saja ada pedagang lain yang mencoba mendatangkan beras dari Surabaya. Selain menikmati kedudukan monopoli, Minardi itu begitu akrab hubungannya dengan Dolog Kaltim, hingga dibolehkan untuk membon - ambil beras dulu, bayar belakangan - yang menimbulkan iri pada pedagang lainnya. Mengingat harga Utomo Abadi bisa lebih rendah dari harga Dolog, maka para pedagang pun saling berpaling pada Utomo Abadi. Mereka puA kabarnya takusah pusing-pusing untuk membuka L/C lebih dulu pada BI Cabang. Tapi cukup dengan menyetor uang pada CV Utomo Abadi. Yang terakhir inilah akan mengatur urusan selanjutnya, sampai para pedagang memperoleh pesanan berasnya, yang biasanya diperoleh seminggu setelah waktu setoran. Pada saat beras sudah diterima Utomo Abadi, Minardi kadang masih bilang: "Haiyaa, beras naiklah". Dan para pedagang terpaksa memberikan uang tambahan. Apa sebab sampai Minardi bisa menjelma bagaikan Panglima Beras di Kaltim, tentu disebabkan karena timbulnya 'penyelundupan' beras lewat pintu belakang. Seperti yang dikatakan Bustanil Arifin pada pers baru-baru ini, "yang disalurkan Dolog itu misalnya 1.000 ton dibilang cuma 100 ton".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus