Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Yusuf kalla dan westerling

Masyarakat Sulawesi Selatan memprotes dan berupaya menghadapkan Yusuf Kalla ke pengadilan adat. Bermula dari wawancara Yusuf Kalla yang mengungkit kisah pembantaian westerling. Kalla minta maaf.

18 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 100 anak muda yang menamakan dirinya Generasi Muda Sulawesi Selatan mendatangi Fraksi PDI DPR, Selasa pekan lalu. Mereka menuntut agar Yusuf Kalla, 50 tahun, pengusaha terkemuka dari Ujungpandang itu, diadili dalam pengadilan adat. Ada apa? Bos kelompok Bukaka itu rupanya sedang tertimpa musibah. Ia dituduh menghina para pejuang kemerdekaan di Sulawesi Selatan. Ini bermula dari wawancara Yusuf Kalla yang dimuat Pedoman Rakyat Ujungpandang, 12 Desember 1991. Di bawah judul berita "Perlu Perjuangan Meluruskan Sejarah Perjuangan", ditulis bahwa Yusuf Kalla menyebutkan peristiwa 11 Desember 1946 sebagai musibah bagi rakyat Sulawesi Selatan. ". . . karena hanya dalam waktu relatif singkat, puluhan ribu rakyat dibantai . . .. Dan karena pembantaian dilakukan Belanda tanpa perlawanan, sehingga sesungguhnya kejadian itu memalukan. Jangan kita membesar-besarkan peristiwa yang justru memalukan," begitu katanya. Yang dimaksudnya adalah pembantaian oleh tentara Belanda pimpinan Westerling yang, konon, menewaskan 40 ribu rakyat Sul-Sel. Berita tersebut merepotkan Kalla. Timbul protes dari berbagai kalangan, karena pernyataannya itu dianggap meremehkan pengorbanan para pahlawan Sulawesi Selatan. Untuk meluruskan wawancara itu, keesokan harinya koran yang sama memuat penjelasan Kalla, isinya memperjelas pernyataan sebelumnya. Toh pelurusan berita itu tak menjernihkan suasana. Malah reaksi bertambah luas. Misalnya, datang pernyataan protes dari Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) di Jakarta. Yang paling berat, 20 Desember 1991, ada surat keprihatinan bersama yang ditandatangani Ketua Pepabri Sel-Sel H.A. Mattalata, Pelaksana Legiun Veteran Arifin Nu'mang, serta Ketua DHD '45 Andi Sose. H.A. Mattalata dan Andi Sose adalah tokoh tua yang disegani dan pengaruhnya amat besar di Sulawesi Selatan. Dan tampaknya Kalla harus surut. "Sebenarnya, saya tak ada niat untuk mengecilkan arti perjuangan dari orangtua kita. Saya pun sudah langsung membuat surat penjelasan dan minta maaf," kata bekas Ketua KAMI dan HMI Sulawesi Selatan itu kepada TEMPO. Untuk menjernihkan soal ini, Selasa pekan lalu, di ruang kerja Pangdam Wirabuana Mayor Jenderal Zainal Basri Palaguna, Yusuf Kalla dipertemukan dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Di hadapan para tokoh masyarakat dan disaksikan Panglima Kodam, Kalla minta maaf sedalam-dalamnya kepada para pejuang di Sulawesi Selatan, termasuk kepada 40.000 keluarga korban pembantaian Westerling. Keesokan harinya, harian Pedoman Rakyat memuat pernyataan tertulis permohonan maaf Yusuf Kalla sampai duapertiga halaman. Beres? Berbagai upaya memang dilakukan para tokoh tua untuk meredam kemarahan masyarakat setempat, tetapi masih tetap ada yang berupaya menghadapkan Kalla ke pengadilan adat. Sebetulnya masih lumayan, yang menyenggol soal peka ini adalah Yusuf Kalla. Selain pengusaha beken dan bekas tokoh Angkatan 66, dia adalah putra daerah setempat. Tak terbayangkan apa jadinya kalau yang bicara bukan Kalla. Agus Basri, Asdar Muis, W. Santing (Ujungpandang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus