Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INDONESIA memiliki potensi energi surya berlimpah: sekitar 3.000 gigawatt atau nyaris 45 kali lipat kapasitas listrik nasional pada 2023. Sebagai negara tropis, pengembangan energi surya di Indonesia sangat menjanjikan karena bisa diadopsi hingga ke level rumah tangga melalui pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap bangunan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengembangan energi surya pun kian kondusif karena PLTS atap makin murah. Pemerintah juga membolehkan pelanggan memasang PLTS atap di bangunan masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski demikian, pemakaian PLTS di Indonesia masih sangat minim. Kontribusinya baru 0,4 persen dari total bauran energi terbarukan Indonesia. Laju pemakaiannya pun sangat lambat.
Persoalan minimnya pemakaian PLTS atap perlu kita atasi. Untuk menambah pemahaman kita ihwal tren tersebut, persepsi publik menjadi salah satu faktor penting. Di Australia, persepsi dan kesadaran publik tentang manfaat PLTS atap meningkatkan dukungan pengembangan teknologi pembangkit tersebut.
Persepsi publik terhadap teknologi PLTS atap dapat dipotret melalui komentar-komentar dan diskusi masyarakat di media sosial. Penelitian saya dan tim mencoba melakukan pemodelan topik serta analisis sentimen terhadap media arus utama dan media sosial perihal adopsi PLTS atap di Indonesia.
Studi kami menemukan persepsi publik mengenai PLTS atap masih negatif, diwarnai misinformasi dan kesalahpahaman. Sebaliknya, gambaran PLTS atap di media massa cukup positif.
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), Milik PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari di Cibitung, Jawa Barat, 2022. Dok. TEMPO/Aqsa Hamka
Berbeda Media, Berbeda Persepsi
Kami berusaha menangkap persepsi publik dengan menjaring konten-konten dengan kata kunci pencarian seperti "PV" (photovoltaic atau pengubah energi surya menjadi listrik), "panel surya", "atap", dan "PLTS".
Di media sosial, kami mencoba melihat berbagai komentar dan balasan dalam video tentang PLTS atap di platform YouTube dan TikTok selama April 2022-Januari 2023. Dari kedua platform ini, kami mengumpulkan 5.792 komentar dan balasan yang panjangnya lebih dari 15 kata.
Di media massa, kami mencoba menangkap sentimen dari 719 artikel media daring yang terbit dari 1 Januari 2010 hingga 7 Maret 2023.
Hasilnya, media massa lebih banyak (sekitar 60 persen dari konten media yang kami jaring) menggambarkan teknologi PLTS atap dalam sentimen positif. Mereka cenderung sejalan dengan kebijakan resmi serta narasi kemajuan dan inovasi. Topik yang diperbincangkan lebih banyak berkutat pada aspek makro, seperti pemasangan PLTS di gedung-gedung pemerintah, fasilitas publik, dan perkantoran.
Perbandingan Sentimen Media Massa dan Media Sosial
Sementara itu, di media sosial, kebanyakan—sekitar 42 persen—konten seputar PLTS atap di media sosial mendapat sentimen negatif dari warganet. Angka ini disusul dengan sentimen netral 34 persen dan sentimen positif hanya 24 persen. Sentimen ini berangkat dari diskusi-diskusi dengan topik mendetail, seperti biaya perawatan dan suku cadang.
Sentimen negatif ini turut diwarnai kesalahpahaman sehingga dapat menyebabkan keraguan publik mengadopsi PLTS atap. Misalnya, ada komentar yang menganggap panel surya ataupun baterainya sangat sensitif dengan petir. Komentar ini tidak tepat karena panel surya telah teruji tahan lama dan tangguh dalam berbagai kondisi cuaca, termasuk guntur atau badai petir. Panel surya pun tidak memicu petir sehingga tidak akan menaikkan risiko rumah tersambar petir.
Ada juga komentar yang menyebutkan naik-turunnya pasokan listrik PLTS dapat merusak peralatan elektronik. Komentar ini tidak benar karena PLTS atap terhubung dengan jaringan PT Perusahaan Listrik Negara dan ke beban-beban listrik di rumah sendiri, sehingga tegangannya stabil serta tidak akan merusak peralatan elektronik. Selama pasokan listrik panel surya di sistem distribusi lebih rendah dari beban jaringan, permasalahan tegangan tidak akan muncul.
Adapun yang dapat berubah-ubah dari PLTS adalah daya atau energi yang dihasilkan karena bergantung pada kondisi cuaca. Namun, karena PLTS atap tersambung ke jaringan PLN, kekurangan itu akan ditambal dari jaringan tersebut. Walhasil, beban listrik di rumah akan tetap tersuplai daya listrik.
Selain itu, ada warganet yang ragu usaha pemakaian PLTS atap bisa berjalan mulus. Beberapa komentar itu di antaranya:
"Bikin pembangkit sendiri itu dilarang dan sulit."
"Instalasi PV susah. Jika mau mudah, harus pakai perantara supaya instalasinya cepat."
Pengguna media sosial turut menyoroti aspek pemakaian, perawatan, dan suku cadang PLTS. Beberapa kata yang paling sering muncul di antaranya "awet" dan ketersediaan "spare part" dalam jangka panjang.
Melalui media sosial, kami juga menemukan publik memerlukan alternatif teknologi yang lebih terjangkau tapi efektif. Beberapa komentar yang berkaitan dengan hal itu antara lain:
"Bisakah Indonesia membuat baterai dengan harga yang lebih murah?"
"Biaya baterai sangat menguras dana yang signifikan, dan baterai butuh didaur ulang atau diganti satu tahun sekali."
"Inverter (pengubah arus setrum) sangat mahal."
Petugas melakukan pengecekan berkala pada panel surya berkapasitas 1,3 Mega Watt di Pabrik tekstil Ever Shine Tex kawasan Tigaraksa, Tangerang, Banten, 2023. Tempo/Tony Hartawan
Topik-topik Penting
Salah satu tema penting yang muncul di kedua platform adalah kelayakan ekonomi saat menggunakan PLTS atap. Riset kami menemukan publik menganggap pemakaian PLTS atap dapat menghemat tagihan listrik dalam jangka panjang dan berpotensi mendongkrak nilai properti.
Publik menganggap dua hal tersebut sebagai manfaat yang menarik, sekalipun biaya awal PLTS relatif tinggi—sekitar 14-19 juta per kilowatt peak (kWP).
Kendati demikian, tak sedikit pula calon pengguna yang menyebutkan aspek biaya dan prosedur pemasangan yang rumit menjadi penghalang mereka memasang panel surya. Di media massa, kami mendapatkan kata kunci "subsidi" dan "insentif" yang terkait dengan tantangan finansial dalam pemakaian PLTS.
Peraturan serta kebijakan pemerintah juga krusial dalam membentuk persepsi publik dan tingkat adopsi. Kebijakan-kebijakan ini tidak hanya untuk meningkatkan adopsi, tapi juga mendorong PLTS atap masuk jaringan listrik nasional.
Upaya memastikan ketersediaan pelayanan pemeliharaan PLTS dan kebijakan ekspor-impor listrik juga menjadi topik tentang kebijakan yang kerap diperbincangkan di kedua platform. Hal ini tidak terlepas dari opsi tipe PLTS atap on-grid (dalam jaringan PLN), off-grid (di luar jaringan), atau hybrid. Hal ini terlihat dari grafik sebaran kata kunci dengan sentimen paling negatif.
Kata Kunci
Sementara itu, di kedua platform, sentimen publik terhadap PLTS atap sebagai teknologi ramah lingkungan relatif positif. Hal ini mencerminkan masyarakat makin menyadari manfaat PLTS bagi keamanan energi dan keberlanjutan lingkungan.
Namun banyak diskusi yang menyinggung kebutuhan publik akan informasi yang lebih. Publik juga meminta dukungan pemerintah untuk membantu calon pengguna mengatasi hambatan pemasangan PLTS atap.
Beberapa komentar yang terkait dengan hal ini di media sosial di antaranya:
"Hukum dan regulasi perlu dibuat sehingga orang-orang bisa membeli dengan mudah dan terjangkau."
"Regulasi dibuat tanpa menganalisis impact-nya."
"Pemerintah mengizinkan perusahaan swasta membangun pembangkit listrik sehingga sekarang jadi oversupply."
Perbaiki Regulasi, Kuatkan Promosi
Indonesia memang menempuh langkah signifikan dalam upaya memperbanyak pemasangan pembangkit energi surya. Beberapa di antaranya pemberian insentif fiskal dan regulasi penggunaan panel surya di atap bangunan komersial, revisi kebijakan harga energi terbarukan, serta pembangunan infrastruktur sistem penyimpanan energi dan jaringan distribusi listrik yang lebih fleksibel.
Namun langkah tersebut perlu dibarengi dengan perbaikan edukasi dan penyadaran publik. Pemerintah dapat menggunakan media massa untuk menunjukkan sisi baik PLTS, seperti manfaat lingkungan dan pemakaian yang mudah.
Penting juga mengatasi persoalan biaya dengan bantuan keuangan ataupun cara lain agar harga PLTS atap lebih terjangkau. Kebijakan yang kuat dan mendukung, misalnya untuk mempermudah pemasangan, juga patut diterbitkan agar lebih banyak orang menggunakan PLTS atap.
Selain itu, pemerintah perlu memikirkan dan meyakinkan publik tentang pelayanan perawatan serta pelayanan pendukung setelah pembelian.
Terakhir, pemerintah juga harus merumuskan strategi pembangunan persepsi positif energi terbarukan yang pas dengan semua tipe media. Komunikasi media massa perlu berfokus pada kampanye besar yang bersifat edukatif. Sementara itu, komunikasi di media sosial perlu menyasar hal-hal teknis, meluruskan misinformasi dan kesalahpahaman, serta mendorong keterlibatan komunitas.
Seiring dengan terus melangkahnya Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau, dinamika sentimen publik dapat menjadi panduan berharga bagi pembuat kebijakan, pemangku kepentingan industri, dan masyarakat luas untuk memakai lebih banyak energi terbarukan, khususnya energi surya.
Artikel ini ditulis oleh Hilya Mudrika Arini, Sekretaris Program Studi Teknik Industri, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; dan Yun Prihantina Mulyani, pengajar di Program Studi Teknik Industri, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Terbit pertama kali di The Conversation.