Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pameran seni kontemporer Artjog 2019 akan memajang karya utama ciptaan perupa Handiwirman Saputra. Pameran yang dikenal sebagai bursa pasar seni rupa ini berlangsung mulai 25 Juli - 25 Agustus 2019 di Jogja National Museum. Taman besar yang dinamai taman organik plastik ditempatkan di halaman Jogja National Museum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Handiwirman membuat konsep taman dengan menggali halaman Jogja National Museum sedalam 5 meter dengan diameter 7 meter. Dia memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar halaman museum. Benda-benda itu di antaranya tanaman dan sampah. "Konsepnya berupa taman tropis," kata Handiwirman di Yogyakarta, Kamis, 11 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karya-karya seni Handiwirman selama ini dipasang apa adanya dan cenderung remeh temeh. Handiwirman banyak memanfaatkan benda seperti benang, kawat, kertas, plastik, kain, dan rambut. Perupa asal Bukittinggi, Sumatera Barat ini anggota kelompok jendela yang karyanya laku keras di pasaran dengan harga mahal.
Karya-karya Handiwirman menantang cara orang untuk memandangnya, apakah ini karya abstrak atau realis. Perupa Alumnus Pendidikan Seni Kriya Kayu Institut Seni Indonesia itu menggunakan bahan resin (fiber) dan akrilik. Dia pernah membuat benda mirip bentuk pipa yang dibengkokkan. Benda itu ditopang buntalan seperti cor-coran. Pada ujung benda itu tergantung benda serupa tali tambang.
Artjog tahun ini mengambil tema besar Arts in Common. Sepanjang 2019 hingga 2021, Artjog diturunkan ke dalam tiga sub tema kuratorial dalam tiga edisi festival setiap tahunnya.
Kurator pameran, Agung Hujatnika menjelaskan common berarti sumber daya yang dimanfaatkan bersama. Dia merujuk pada penyebutan common land di Inggris. Semua orang bisa memanfaatkan common land, misalnya petani dan peternak. Mereka juga wajib menjaga common land tersebut.
Tim Artjog dalam jumpa pers di Yogyakarta. TEMPO | Shinta Maharani
Kasrya seni bertema ekologi akan banyak menghiasai Artjog kali ini. Lima seniman lintas disiplin akan menampilkan karyanya secara khusus dengan bertema ekologi. Selain Handiwirman, akan ada pematung, Teguh Ostenrik.
Teguh dikenal sebagai penyelam yang banyak menempatkan hasil seninya di laut. Dari kegemarannya menyelam itu, Teguh melihat masifnya kerusakan terumbu karang penyangga ekosistem laut di Indonesia. "Karya Teguh Ostenrik akan dipasang di Artjog sebelum dicemplungkan ke perairan Wakatobi," kata Agung.
Seniman lain yang akan mengisi proyek khusus itu yaitu Riri Riza yang mengekplorasi tanah Sumba, Sunaryo dengan karya instalasi. Ada pula Indieguerillas yang berkolaborasi dengan Singgih S. Kartono, penggagas sepeda bambu dan pegiat pasar Papringan.
Direktur Art Jog Heri Pemad mengatakan Artjog tahun ini menekankan pada festival, bukan bursa pasar seni rupa. Padahal selama ini orang mengenal Artjog sebagai bursa pasar seni rupa yang identik dengan transaksi jual beli karya, di antaranya lukisan. Kolektor datang ke Artjog dan membeli lukisan. "Tidak ada yang berubah soal jual beli karya. Hanya saja kesuksesan Artjog bukan ditentukan oleh sedikit banyaknya karya yang laku dijual," kata Pemad.
Kurator Agung Hujatnika menyebutkan festival seni rupa kontemporer berbeda dengan art fair atau bursa seni rupa yang lebih menekankan pada sisi komersil atau pasar. Artjog dikategorikan sebagai festival seni kontemporer karena tidak melibatkan galeri secara langsung dalam transaksi jual beli. "Art Jog bukan art fair. Waktunya menegaskan sebagai festival dengan konsep kemeriahan," kata Agung.