Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN) mengecam aksi penculikan terhadap lima orang warga masyarakat adat Sihaporas di Buntu Pangaturan, Desa Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Penculikan dilakukan oleh puluhan orang tak dikenal itu terjadi pada Senin dini hari, 22 Juli 2024 sekira pukul 03.00 WIB, ketika warga tengah tidur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, mengatakan tindakan itu sangat tidak berperikemanusiaan. Mereka mendatangi rumah warga saat sedang tidur, lalu menculiknya. Warga juga tak punya kesempatan untuk membela diri, sebab langsung dibawa ke dalam mobil. "Para penculik masuk ke dalam beberapa rumah dan membangunkan warga dengan memukul kaki mereka, kemudian menangkap lima orang tanpa alasan yang jelas," kata Rukka di Jakarta pada Senin malam dalam keterangan tertulis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelima warga masyarakat adat Sihaporas yang diculik yakni Jonny Ambarita, Thomson Ambarita, Prado Tamba, Gio Ambarita, dan Kwin Ambarita. Menurut Rukka, tindakan ini sudah melanggar hak asasi manusia. "PB AMAN mengutuk cara-cara kekerasan seperti ini, menculik orang di saat sedang tidur tanpa memberi kesempatan membela diri. Ini pelanggaran hak asasi manusia (HAM)."
Ketua Pengurus Harian Wilayah AMAN Tano Batak, Jhontoni Tarihoran, menilai penculikan ini terkesan sudah direncanakan. Para penculik mengendarai dua mobil sekuriti milik PT Toba Pulp Lestari (TPL).
AMAN Tano Batak telah melaporkan kasus ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), karena sudah melanggar HAM. “Kasus penculikan ini sudah kami laporkan ke Komnas HAM,” kata dia.
Kronologi penculikan
Waktu menunjukkan sekitar pukul 03.00 WIB, ketika 50 orang tak dikenal berpakaian biasa mendatangi warga Sihaporas di Buntu Pangaturan, Desa Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara yang sedang tidur. Mereka mengendarai dua mobil sekuriti milik PT TPL dan satu truk colt diesel.
Orang-orang tersebut membangunkan warga dengan memukul kaki mereka, lalu menangkap lima orang dari komunitas Masyarakat Adat Sihaporas tanpa alasan dan informasi yang jelas. Setelah memborgol warga, kata Jhontoni mereka juga melakukan kekerasan fisik. Mulai dari memukul, menendang bagian dagu dan kepala, sehingga menyebabkan luka robek di kepala.
“Lima orang masyarakat adat Sihaporas kemudian dibawa ke luar kampung dan keberadaan mereka tidak diketahui sampai saat ini,” tutur Jhontoni.
Nurinda Napitu yang merupakan istri dari salah satu korban bernama Jonny Ambarita menceritakan peristiwa penculikan tersebut. Berdasarkan keterangan Nurinda, saat penculikan itu terjadi, para penculik juga membakar rumah-rumah warga di sekitar lokasi penculikan.
Pada awal kejadian, dia sempat ditahan dan diborgol. Namun, akhirnya dilepaskan setelah mengetahui bahwa Nurinda seorang perempuan.
Dia menyebut, kasus penculikan ini merupakan buntut dari perjuangan masyarakat adat Sihaporas. Masyarakat setempat menuntut tanah adat mereka yang telah jadi areal konsesi PT TPL. TPL disebut telah merampas tanah adat mereka dengan cara mengklaim sepihak tanah adat sebagai areal konsesi perusahaan.
Sejak 1998, kata Nurinda masyarakat adat Sihaporas telah memperjuangkan persoalan ini ke pemerintah. Namun hingga kini, belum jua ada penyelesaian. Dia menuturkan, aparat sering mendatangi warga Sihaporas dalam beberapa tahun terakhir karena mengelola wilayah adat mereka dan melarang aktivitas TPL di atas wilayah adat.
“Hak kami mengelola tanah adat milik leluhur, kenapa justru kami diusir dari tanah adat kami? Bahkan, sampai diculik,” kata Nurinda sembari menangis.
Dia mendesak pemerintah, terutama aparat keamanan untuk segera menemukan para penculik suaminya dan segera membebaskannya. “Siapa pun pelakunya, pastinya mereka telah menculik suami saya dari rumah. Ini negara hukum, pelakunya harus ditindak,” ujar Nurinda.
Pilihan Editor: Mengapa Roti Aoka dan Okko yang Sudah Kedaluarsa Tidak Berjamur?