Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemegang saham Bank Centris Internasional Andri Tedjadharma menyampaikan hak jawab atas artikel berjudul 'Satgas BLBI Sita Aset di Jakarta hingga Bogor dengan Total Nilai Rp 333,6 Miliar' yang tayang di Tempo.co pada Jumat, 28 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut hak jawab Andri Tedjadharma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bank Centris Internasional tidak mencari kesalahan dan tidak menyalahkan siapa pun dan lembaga apa pun. Bank Centris Internasional hanya membicarakan kebenaran yang diakui semua pihak bahwa semua pernyataan kami ini berdasarkan bukti yang telah disahkan oleh hakim majelis yang mengadili setiap perkara kami.
Telah terjadi perbuatan penipuan dan penggelapan dengan cara yang sangat canggih, sistematis, komputerisasi, terlindungi, tertutupi dan direncanakan sangat matang terhadap “Bangsa dan Negara Indonesia”. Caranya dengan memanfaatkan dan menipu Bank Centris Internasional dengan membuat “Bank di dalam Bank di tubuh Bank Indonesia” dalam proses transaksi call money overnight di pasar uang antarbank di Bank Indonesia dengan melibatkan bank lain yang bekerja sama untuk menggelapkan uang negara tersebut.
Pemerintah tidak boleh membuat dua keputusan yang berbeda terhadap satu kasus yang sama. Kasus Bank Centris Internasional diadili oleh dua lembaga pemerintah. Satu keputusan pengadilan dan yang satu lainnya adalah keputusan PUPN. Ini membuat ketidakpastian hukum.
Negara bertanggung jawab atas pembekuan Bank Centris Internasional dengan alasan yang tidak jelas. Bank Centris Internasional dan Andri Tedjadharma bukan sebagai penanggung utang, karena Bank Centris Internasional tidak pernah terima uang satu rupiah pun dari Bank Indonesia apalagi BLBI.
Yang sebenarnya terjadi berdasarkan bukti-bukti dalam perkara Bank Centris Internasional lawan BPPN, bahwa Bank Centris Internasional tidak terima uang, maka perjanjian akte No. 46 batal demi hukum. Maka bukan pemerintah yang menagih kami, tetapi negara harus turun bertanggung jawab atas akibat pembekuan Bank Centris Internasional secara sepihak.
Adapun penjabarannya sebagai berikut:
1. Bank Indonesia telah membuat perjanjian jual beli promes dengan jaminan dengan akte No. 46 tanggal 9 Januari 1998 dengan Bank Centris Internasional. Itu bukan perjanjian utang apalagi Bank Indonesia tidak membayarkan dengan cara memindahbukukan ke rekening Bank Centris Internasional No. 523.551.0016, seperti yang tertulis pada Akta tersebut. Tetapi perjanjian jual beli barang yang namanya Promes.
Jadi dengan demikian, kami bukanlah Obligor BLBI yang selama ini di-framing di media. Bahkan pasal 3 di Akta No. 46 disebutkan bahwa Bank Indonesia tidak boleh menagih masalah Bank Centris Internasional karena sudah ada jaminan tanah seluas 452 hektare milik PT. Varia IndoPermai, tetapi terbukti Bank Indonesia menjual ke BPPN dengan Akta No. 39 tahun 1999 tanpa sepengetahuan kami.
Urusan kami dengan Bank Indonesia dalam perjanjian kami dengan BI belum terselesaikan. BPPN atas rekomendasi dari Bank Indonesia membekukan secara sepihak pada tanggal 4 April 1998, ketika perjanjian dengan Akta No. 46 masih berlangsung sampai dengan Bulan Desember 1998, dan belum ada penyelesaian sampai dengan hari ini.
2. Bank Centris Internasional telah menyerahkan promes nasabah Bank Centris Internasional sebesar Rp. 492.216.516.580 dan jaminan tanah seluas 4.528.305 meter persegi atau 452 hektare yang di hipotik atas nama Bank Indonesia dengan Hak Tanggungan No. 972/1997, kuasa memasang Hak Tanggungan peringkat pertama No. 140/Cidaun/1997 tanggal 17 Oktober 1997 dan Hak Tanggungan Peringkat kedua No. 48 tanggal 9 Januari 1998.
3. Terbukti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan perkara No. 350/Pdt.G/2000/PN.JKT.SEL dengan bukti dari BPK yang telah disahkan oleh hakim majelis yang mengadili perkara ini bahwa nominal sesuai yang di perjanjikan pada akte No. 46 yaitu sebesar Rp 490.787.748.596,16 tidak pernah dipindahbukukan ke rekening Bank Centris Internasional No. 523.551.0016. Melainkan diselewengkan ke rekening jenis individual yang mengatasnamakan Bank Centris Internasional dengan No. 523.551.000.
4. Dengan adanya dua rekening atas nama bank yang sama itu, berarti telah terbukti terjadinya praktik bank dalam bank di tubuh Bank Indonesia, seperti yang diakui oleh humas Bank Indonesia nama Erwin Riyanto yang menyatakan “hanya ada satu no rekening bank centris internasional adalah no 523.551.000”.
Sedangkan rekening Bank Centris Internasional yang asli adalah no 523.551.0016. Dengan demikian telah terbukti adanya dua rekening atas nama Bank Centris Internasional di Bank Indonesia, dan Treasury Bank Mega bernama Dwi Budoyo Pagiarto mengakui bahwa “dia tidak tahu rekening siapa yang didebet oleh Bank Mega” pada waktu Bank Mega meminjamkan dana call money kepada Bank Centris Internasional.
Padahal, seharusnya dia sangat paham bahwa rekening Bank Mega yang harus didebet. Berarti diketahui bahwa Bank Mega tidak pernah mendebet rekening Bank Mega waktu meminjamkan dana call money kepada Bank Centris Internasional seperti yang ditulis pada majalah Trust No. 46 Tahun 1, 20-26 Agustus 2003. Hal ini terkonfirmasi dengan surat panggilan polisi No.SP/1094/X/2002/DitPidter tentang tindak pidana Direktur Bank Mega dalam merekayasa BLBI Bank Centris Internasional.
5. Sampai hari ini Bank Centris Internasional menang di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dan di Mahkamah Agung yang salinan keputusannya terbit pada tanggal 2 November 2022 atas keputusan tahun 2006 yang isinya sangat janggal dan mengingat waktu pemberitahuan putusan hampir 20 tahun.
Karena itu kami telah menulis surat ke Mahkamah Agung, dengan didapat jawaban bahwa Mahkamah Agung tidak pernah menerima Permohonan Kasasi dari BPPN. Karena tidak terdaftar di Mahkamah Agung, maka kami melaporkan hal ini kepada KPK dan kepolisian dengan No. LP/B/298/IX/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI.3
6. BPPN dan PUPN menagih dan menggugat kami berdasarkan akte No. 39 yang dibuat oleh Bank Indonesia dengan BPPN, tentang mengalihkan cessie, dan di dalam akta tersebut dinyatakan Bank Indonesia menerima surat utang dengan Negara sebesar Rp. 629.624.459.126,36.
Berdasarkan pengalihan cessie berikut segala sesuatu yang melekat pada akte No. 46, dan ternyata angka Rp. 629.624.459.126,36 sama persis identik dengan apa yang dikemukakan oleh BPPN. Ini didasarkan pada audit BPK terhadap kronologis BLBI Bank Centris Internasional di Bank Indonesia jenis individual rekayasa tersebut dengan No. rekening 523.551.000 dan bukan dari rekening Bank Centris Internasional No. 523.551.0016.
7. Dan di dalam persidangan perkara No. 171/Pdt.G/2024/PN.JKT.PST, Bank Indonesia menyatakan telah menyerahkan jaminan 452 hektare tanah kepada BPPN dan KPKNL dengan surat menyatakan tidak menerima jaminan tersebut. Dengan kedua unsur di atas, telah membuktikan bahwa akte No. 39 cacat hukum.
8. Tetapi BPPN menagih dan menggugat berdasarkan akte No. 39, demikian pula PUPN dan KPKNL melaksanakan SK No. 49 tentang penetapan utang dan surat paksa bayar No. 216/PUPNC.10.00/2021 berdasarkan akte No. 39.
9. Dari awalnya Depkeu telah membuat kekeliruan pada surat No. 589 tahun 2012 yang dasar hukumnya bertentangan dengan dasar itu sendiri, seperti audit BPK tentang PKPS dimana Bank Centris Internasional dan Andri Tedjadharma tidak termasuk yang ikut program PKPS. Dan kami tidak pernah mendatangi APU MRNIA dan MSAA.
Dasar kedua adalah hasil audit independen yang jelas-jelas menyatakan bahwa audit tersebut tidak dapat disuguhkan karena tidak dapat menunjukkan data-datanya. Dua dasar ini oleh PUPN dibuatkan resumenya yang jelas sama sekali tidak paham dengan apa yang telah terjadi.
Padahal PUPN adalah jelmaan dari BPPN yang telah mengguggat Bank Centris Internasional di Pengadilan dan dalam dua amar putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tidak menyebut siapa yang berkewajiban, dan malah menyatakan dalam pertimbangan hukumnya 'bila Bank Centris Internasional wanprestasi, silakan sita jaminannya yang sudah berkekuatan hukum tetap' di situ ditulis "Jika".
Oleh karena itu, seharusnya PUPN mengetahui bahwa proses pengadilan sedang berlangsung dan adanya jaminan. Tapi di dalam resume, PUPN tidak mencantumkan kedua hal itu dan akte No. 39 telah cacat hukum yang dijadikan dasar.
Sehingga kami boleh berfikir mereka menggampangkan nasib seseorang dengan mudah yang tidak bertanggung jawab sebagai pemerintahan yang mengayomi rakyatnya.
10. Keadaan yang ironis bagaimana PUPN sebagai kepanjangan tangan dari BPPN tidak tahu dan mengerti adanya perkara, padahal yang menggugat adalah BPPN sendiri dan tidak membaca dengan jernih hasil audit BPK tentang PKPS tahun 2006, bahwa Bank Centris Internasional dan Andri Tedjadharma tidak termasuk dalam list yang harus diselesaikan oleh KPKNL dan Satgas BLBI.
Sedangkan kasus Bank Centris Internasional sudah diselesaikan oleh BPPN melalui Kejaksaan menggugat kami di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2000. Di dalam audit BPK itu jelas disebut sedang menunggu kasasi dari Mahkamah Agung.
Bank Centris Internasional serta Andri Tedjadharma tidak pernah menandatangani APU, MRNIA, MSAA serta personal guarantee terhadap siapa dan lembaga apa pun, tetapi dengan sewenang-wenang main seruduk saja dengan kekuasaannya menerapkan PP No. 28 terhadap kami.
11. Yang sesungguhnya PP atau UU tidak berlaku surut, dan SK No. 49 tentang penetapan utang dan surat paksa bayar No. 216/PUPNC.10.00/2021 terbit pada tahun 2021, yang sudah dibatalkan dan diperintahkan dicabut oleh PTUN sesuai putusan No. 428/G/2022/PTUN.JKT dan putusan No. 202/B/2023/PT.TUN.JKT.
Salinan keputusan Mahkamah Agung yang tidak terdaftar terbit tahun 2006 sedangkan PP No. 28 terbit tahun 2022, maka PUPN dan KPKNL yang seharusnya tidak bisa melakukan tindakan berdasarkan PP 28 dan hanya bisa mengeksekusi keputusan pengadilan bila terdaftar di Mahkamah Agung dengan penetapan pengadilan.
Tetapi ternyata PUPN dan KPKNL serta Satgas BLBI menerapkan PP No. 28 terhadap kami dengan melakukan perbuatan melawan hukum dengan tetap memblokir, menyita, dan melelang harta pribadi kami dan seluruh keluarga.
Oleh karena itu, kami menggugat melakukan perbuatan melawan hukumnya Bank Indonesia dan Depkeu jo PUPN dan KPKNL di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara No. 171/Pdt.G/2024/PN.JKT.PST yang sekarang sedang berlangsung.
Demikian sekilas Bank Indonesia dan KPKNL serta PUPN telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Bank Centris Internasional dan pemegang saham yang mereka sebut dengan istilah penganggung utang.
Sedangkan dalam 6 kali berperkara dengan Kementerian Keuangan, tidak ada satu pun amar keputusan pengadilan yang menyatakan Andri Tedjadharma sebagai penanggung utang, di mana suatu lembaga yang didaulat untuk menyatakan seseorang penanggung utang adalah pengadilan untuk suatu negara hukum.
Kiranya kami telah dizolimi perbuatan yang sewenang-wenang ini selama 26 tahun tanpa penyelesaian. Ini awalnya dapat menjadi perhatian Presiden dan khalayak ramai karena hal kezoliman ini bisa terjadi pada semua orang tanpa terkecuali setiap saat. Demikian pernyataan saya Andri Tedjadharma sebagai pemegang saham Bank Centris Internasional.
Andri Tedjadharma menyerahkan hak jawab ini secara langsung kepada wartawan Tempo Aisha Shaidra, Ilona Estherina, dan Halgi Mashalfi di kantornya pada Jumat, 5 Juli 2024.