Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang menyusun komitmen net zero emission Indonesia bersama Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kehutanan (KLHK). Salah satu bentuknya yaitu melalui program penurunan emisi di bidang pembangkit listrik melalui penghentian operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Implementasi program tersebut antara lain melalui penghentian pengoperasian PLTU sebanyak 53 GW antara tahun 2025- 2045," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, 31 Mei 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, isu mengenai penghentian operasi PLTU mencuat dalam beberapa hari terakhir. Pada 27 Mei 2021, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan fossil energy kini jadi musuh bersama. "Secara bertahap pemerintah Indonesia juga akan memensiunkan powerplant batu bara," kata dia.
Lalu pada 28 Mei 2021, Wakil Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo juga mengatakan perusahaan telah merancang penghentian operasi PLTU sepanjang 2025-2055. Tujuannya untuk mencapai target net zero emission pada 2060.
"Dirut kami sudah presentasi di rapat kabinet dan kami dalam proses merancang Peraturan Presiden baru untuk memastikan retirement PLTU kami dapat dilakukan, tidak hanya dari sisi teknis tetapi juga dari sisi kebijakan," ujar Darmawan dalam sebuah diskusi.
Sejalan dengan rencana penghentian PLTU, Arifin menyebut pihaknya juga menyusun beberapa startegi. Di antaranya mandatori biodiesel, co-firing PLTU, pemanfaatan Refuse Derived Fuel (RDF), hingga pemanfaatan non listrik/non biufuel seperti briket, dan pengeringan hasil pertanian dan biogas.
Selain itu, penggunaan pembangkit listrik energi terbarukan juga dipercepat dengan kapasitas tambahan sekitar 38 GW pada 2035. Menurut Arifin, teknologi Solar PV akan diprioritaskan mengingat biaya investasinya yang relatif lebih murah dan durasi pemasangan yang singkat.
Sebelumnya, Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini, menyebutkan dengan asumsi pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 4,7 persen per tahun, pasokan listrik yang diperlukan pada 2050 diproyeksikan mencapai 1.100 terra watt hour (TWh) dan 2060 menjadi 1.800 TWh dari posisi saat ini 300 TWh.
"Untuk kebutuhan listrik tersebut, PLN berkomitmen memenuhinya dari pembangkit EBT (energi baru terbarukan)," katanya.
Sejumlah program pemanfaatan EBT yang disiapkan PLN antara lain pencampuran biomassa ke PLTU batu bara atau co-firing dan konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) berbahan bakar minyak ke EBT.
FAJAR PEBRIANTO | ANTARA