Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Prabowo Putuskan PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Manipulasi Pajak Dikhawatirkan Bakal Marak

Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai keputusan pemerintah untuk memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara selektif untuk barang mewah hanya mempersulit keadaan.

8 Desember 2024 | 11.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gedung Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai keputusan pemerintah untuk memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen secara selektif untuk barang mewah hanya akan mempersulit pelaksanaannya di lapangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Iklim perpajakan kita jadi semakin rumit," katanya ketika dihubungi Tempo pada Jumat, 6 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yang lebih mengkhawatirkan, kata Wijayanto, dengan kebijakan tarif PPN yang berbeda-beda, pemberlakuan hingga pengawasan penerapan pajak baru itu di lapangan juga akan semakin sulit. Bahkan, tak tertutup kemungkinan, akan terjadi banyak kasus manipulasi pajak.

Sebab, menurut Wijayanto, kebijakan itu bakal membuka peluang bagi masyarakat untuk mendorong menggunakan kategori tarif PPN yang lebih kecil nilainya. "Dua tarif yang berbeda akan mendorong orang untuk melakukan manipulasi (pajak)," ucapnya. 

Apalagi, kata dia, saat ini sudah terlalu banyak variasi dari barang yang beredar di pasar. Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk kemudian mendefenisikan serta mengkategorikan, barang-barang apa saja yang didefinisikan sebagai barang mewah dan kemudian akan dikenakan PPN 12 persen

"Terlalu banyak variasi (barang), perlu didefinisikan mana barang mewah, mana bukan," ujar Wijayanto.

Meskipun kenaikan PPN secara selektif ini bisa jadi merupakan jalan tengah yang diambil oleh Presiden Prabowo Subianto menyikapi banyaknya penolakan terhadap kenaikan PPN menjadi 12 persen yang sebelumnya digagas pemerintah, tapi Wijayanto tetap tak yakin. Terlebih, dari hitung-hitungannya, ia memprediksi penerimaan negara tidak akan bertambah signifikan bila pemerintah menggunakan sistem PPN selektif ini. 

Oleh karena itu, Wijayanto menyarankan agar pemerintah menunda kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada awal tahun 2025. Menurut dia, kebijakan itu bisa dicoba di pertengahan tahun 2025 atau awal tahun 2026 sembari menunggu daya beli masyarakat membaik. 

"Daripada mengambil keputusan ini, lebih baik kenaikan PPN menjadi 12 persen ditunda saja, dilakukan saat daya beli masyarakat mulai membaik, mungkin tengah tahun 2025, atau awal tahun 2026," ujar Wijayanto. 

Presiden Prabowo sebelumnya menegaskan kenaikan pajak akan diterapkan selektif, hanya untuk barang mewah. Kebijakan ini menurut dia untuk membantu melindungi rakyat kecil. "Untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi, sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut," ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat sore, 6 Desember 2024.

Sebelumnya aturan pengecualian barang telah diatur dalam pasal 4a Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dengan adanya kebijakan baru, akan lebih banyak barang yang dikecualikan dari objek PPN.

Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus