Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Ditahan Kejaksaan Agung

Kejaksaan Agung menahan mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan pada Senin, 24 September 2018.

24 September 2018 | 15.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menahan mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan pada Senin, 24 September 2018. Karen ditahan setelah menjalani pemeriksaan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia tampak digelandang menuju mobil tahanan dan akan ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu Jakarta Timur selama 20 hari ke depan. Karen yang keluar dengan mengenakan rompi tahanan Kejaksaan tampak menangis.

"Saya nggak mau bikin statement apa-apa dulu karena ini masih proses hukum, biarkan proses hukum ini berjalan," kata Karen terbata-bata di Kejaksaan Agung,  Jakarta, Senin 24 September 2018.

Karen juga mengatakan selama dirinya menjabat sebagai Dirut Pertamina, ia telah berusaha untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. "Sehingga pertamina bisa meningkatkan laba dua kali lipat semenjak saya masuk ke Pertamina, itu saja dari saya," ujarnya terisak.

Adapun Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman masih belum mau memberikan keterangan. "Nanti saya kembali lagi," ujar dia.

Namun seperti dikutip laman Bisnis.com, Adi membenarkan bahwa Karen Agustiawan ditahan selama 20 hari ke depan mulai hari ini hingga 13 Oktober 2018.

Karen Agustiawan ditahan setelah menjalani pemeriksaan selama lebih kurang 5 jam di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung. Ia sebelumnya diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi investasi yang terjadi pada 2009.

Pertamina melalui anak peru­sahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), melakukan akui­sisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.

Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transak­sinya mencapai US$31 juta. Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$ 26 juta. Melalui dana yang sudah dike­luarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.

Ternyata Blok BMG hanya menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah ROC Oil me­mutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi. Investasi yang sudah dilaku­kan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.

Hasil penyidikan Kejaksaan Agung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasi­bility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$ 31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp 568 miliar.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus