Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Eks Ketua PN Surabaya Tersangka Suap Ronald Tannur, Ahli Hukum: Kasih Uang Habis Perkara, Benar-benar Nyata

Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fikar Hadjar menilai kasus suap vonis bebas Ronald Tannur menunjukkan mafia peradilan sudah sistemik.

17 Januari 2025 | 07.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan ketua Pengadilan Negeri Surabaya Rudi Suparmono ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung Jakarta, 14 Januari 2025. TEMPO/Amston Probel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fikar Hadjar, menilai bahwa penangkapan hakim Rudi Suparmono karena dugaan suap dari Ronald Tannur, mengindikasikan adanya mafia peradilan yang sistemik. Bahkan, dia menyebut hampir di seluruh sub sistem peradilan tidak ada yang steril.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Coba lihat saja sistem jatah pembagian uang suap dari ketua pengadilan, para hakim bahkan beberapa panitera mendapat bagian," kata Fickar dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 16 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia berpendapat bahwa sindikalisme lama tentang 'kasih uang, habis perkara' benar-benar nyata sehingga harus menjadi perhatian bagi para petinggi Mahkamah Agung atau MA. Bahkan, akademisi Universitas Trisaksi ini menyebut sistem pengawasan oleh Badan Pengawas atau Bawas maupun Komisi Yudisial saat ini dalam kondisi 'mandul'.

Dalam perkara Gregorius Ronald Tannur, Fickar yang juga aktif di Majelis Wali Amanat Universitas Trisakati menduga bahwa sejak awal uang yang berasal dari tersangka Zarof sebesar Rp 1 triliun lebih, adalah titipan para hakim yang belum pensiun. Uang itu kemudian diambil sebagai upaya menghindari kekhawatiran terlacak melalui sistem LHKPN.

Dengan mendalami dan membuka pengakuan Zarof, maka bisa membuka identitas mafia peradilan yang melibatkan banyak pihak, termasuk para pemimpin instansi penegak hukum dalam menyembunyikan uang. Dia pun berujar bahwa upaya pembersihan peradilan bisa dilakukan. Caranya, harus membersihkan unsur-unsur internal di MA dengan menerapkan disiplin yang tegas. Apabila ditemukan keterlibatan dari unsur internal sebagai "mafia", maka segera diberhentikan.

Kemudian, angggota Bawas harus dipilih dari hakim yang berintegritas. Jika perlu sebagian besar dipilih dari masyarakat yang berkualifikasi memeriksa hakim. Demikian juga Komisi Yudisial jangan hanya menunggu laporan. "Sekarang sudah tidak jaman program KY hanya pelatihan-pelatihan saja," ujarnya.

Demkian juga dengan pola rekruitmen hakim baru yang harus sangat selektif, jangan menerima mereka 'si pencari kerja'. Sebab, kata dia, mereka yang sebagai 'pencari kerja' pasti akan selalu mencari tambahan lewat ketukan palunya. Seberapa besarpun gaji hakim, korupsi hakim akan tetap ada.

Eks Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Rudi Suparmono diduga menerima duit dengan mata uang dolar Singapura untuk menunjuk majelis hakim yang menangani perkara Gregorius Ronald Tannur.

Rudi diduga dua kali mendapat bagian uang suap dari pihak Ronald Tannur. Pertama 20.000 dolar Singapura melalui tersangka hakim Erintuah Damanik, dan yang langsung diberikan oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat sebesar 43.000 dolar Singapura

Mutia Yuantisya

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus