Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mabes Polri soal Pemecatan Ipda Rudy Soik: Kewenangan Polda NTT

Mabes Polri menyebut sudah melakukan asistensi dalam proses hukum kode etik Ipda Rudy Soik.

15 Oktober 2024 | 13.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri menyebut telah melakukan asistensi dalam proses hukum kode etik yang melibatkan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Rudy Soik. Rudy diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) karena diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam penanganan perkara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kita asistensi saja, tapi masalah itu ditangani polda," kata Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Abdul Karim dalam keterangannya, dikutip Selasa, 15 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Abdul Karim mengatakan, proses hukum soal pelanggaran kode etik yang dituduhkan kepada Ipda Rudy merupakan kewenangan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur. "Itu wewenang Polda NTT," kata dia. 

Sebelumnya, Ipda Rudy Soik sempat mengklaim dirinya diberikan sanksi karena mengungkap kasus penimbunan bahan bakar minyak atau BBM ilegal di Kota Kupang, NTT.

Pada Juni lalu, Ipda Rudy Soik melaporkan soal kelangkaan BBM nelayan di Kota Kupang, NTT. Atas laporannya, Kapolres Kota Kupang Kombes Aldinan RJH Manurung mengeluarkan surat perintah penyelidikan. Pada hari yang sama, Ipda Rudy mendatangi rumah seorang warga Kota Kupang, Ahmad Ansar. 

“Diketahui bahwa Ahmad Ansar membeli minyak menggunakan barcode nelayan, sedangkan Ahmad Ansar tidak memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI),” demikian tertulis dalam keterangan resmi Aliansi Warga NKRI Tuntut Reformasi Polri, dikutip Senin, 14 Oktober 2024. 

Ipda Rudi kemudian memerintahkan anggotanya untuk memasang garis polisi atau police line di bangunan itu. Rudy telah melaporkan temuannya kepada Kapolresta Aldinan. Berdasarkan laporan Rudy, Aldinan pun memberi perintah untuk memanggil Ahmad Ansar. 

Pada 28 Agustus 2024, Polda NTT mengeluarkan surat yang menyatakan Ipda Rudy Soik melanggar Kode Etik Polri Nomor PUT/32/VIII/2024/KKEP. Rudy kemudian didemosi keluar dari NTT menuju Papua selama tiga tahun. Terhadap putusan ini, Rudy mengajukan banding.

Hampir dua bulan kemudian, Ipda Rudy Soik dipanggil untuk mengikuti sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP). Pada sidang 11 Oktober 2024, Ipda Rudy dianggap melanggar kode etik berupa pemasangan garis polisi yang tidak sesuai prosedur. Dalam sidang itu pula Ipda Rudy Soik dinyatakan diberhentikan tidak dengan hormat oleh Polda NTT. 

Ketua Yayasan Konsultasi dan Bantuan Hukum (YKBH) Justitia NTT, Veronika Ata, menyebut keputusan pemecatan Rudy Soik oleh Polda NTT tak adil. Secara hukum, jika Rudy melaksanakan tugas berdasarkan perintah atasannya, ia tidak bisa dijatuhi hukuman.

Ia juga mempertanyakan ihwal pemasangan garis polisi atau police line yang dipersoalkan oleh Polda NTT. Padahal, pemasangan itu sudah mendapat persetujuan Kapolres Kota Kupang, Kombes Aldinan RJH Manurung. “Memasang police line, dengan maksud membatasi niaga BBM ilegal bukan pelanggaran berat,” kata Veronika kepada Tempo ketika dihubungi pada Senin. 

Pilihan Editor: Insiden Speedboat Benny Laos, Sherly Tjoanda: Bau BBM Sangat Menyengat, Tidak Seperti Biasanya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus