Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutuskan memangkas jumlah narapidana yang akan mendapatkan amnesti atau pengampunan hukum setelah melalui proses verifikasi dan asesmen. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menargetkan pemberian amnesti akan diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto sebelum Idulfitri mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun berdekatan dengan perayaan Lebaran, Supratman menyatakan bahwa pemberian amnesti tidak berkaitan dengan momentum hari raya umat Islam itu. Dengan demikian, pemberian amnesti tidak dibatasi bagi narapidana beragama Islam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena kalau itukan sudah ada remisi, bukan amnesti, jadi tidak ada pengkhususan bahwa hanya yang beragama Islam,” kata Supratman saat dihubungi, pada Selasa, 18 Februari 2025.
Supratman menuturkan pemerintah berupaya memberikan amnesti sebelum Lebaran. Hingga saat ini, kata dia, Kementerian Hukum melalui Direktur Pidana serta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan masih melakukan verifikasi dan asesmen terhadap narapidana calon penerima amnesti. Dengan demikian, ia mengatakan angka narapidana saat ini belum final.
“Kalau bisa diberikan sebelum momen Lebaran, jadi saya sudah laporkan ke Bapak Mensesneg (Menteri Sekretariat Negara Prasetyo Hadi) terkait dengan hasil yang sampai saat ini sudah disampaikan,” ujar dia.
Apabila sudah yakin dengan para narapidana melalui rangkaian asesmen dan verifikasi, mereka akan melaporkannya kepada Presiden Prabowo Subianto selaku pihak yang berwenang memberikan amnesti. “Sudah pasti akan kami laporkan kepada Bapak Presiden.”
Sebelumnya Supratman menyatakan ada sebanyak 44.589 narapidana penerima amnesti. Namun, jumlahnya mengalami pengurangan menjadi 19.337 setelah melewati tahapan verifikasi dan asesmen.
Supratman memastikan bahwa koruptor tidak termasuk dalam kategori yang mendapat pengampunan dari pemerintah. “Kecuali korupsi,” katanya dalam konferensi pers di Ruang Saharjo Gesung, Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat, 27 Desember 2024.
Kategori pertama yang akan mendapatkan amnesti adalah napi kasus politik, terkait kasus Papua yang dianggap makar, namun tak terlibat dalam aksi bersenjata. Kedua, napi yang sakit berkelanjutan, seperti sakit berkepanjangan HIV/AIDS dan gangguan kejiwaan.
Ketiga, napi yang terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait dengan penghinaan kepala negara. Terakhir, napi narkoba yang seharusnya menjalani rehabilitasi, bukan justru pidana penjara.