Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menanggapi santai soal penilaian bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja harus dicabut karena sudah melewati batas waktu yang ditetapkan atau kedaluwarsa. Penilaian tersebut disampaikan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahfud yang merupakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tak menggubris penilaian tersebut. Dia juga tak mau menanggapi argumen PSHK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kan sudah lama mereka bilang begitu, ya biar saja," kata Mahfud saat dihubungi, Jumat, 17 Februari 2023.
Mahfud Md juga tak menjelaskan ketika ditanya apakah Perpu Cipta Kerja masih bisa dibahas pada rapat paripurna DPR pada masa sidang selanjutnya jika mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945.
PSHK sebut Perpu Cipta Kerja sudah lewati batas waktu pemberian persetujuan
Sebelumnya, PSHK menyatakan bahwa batas waktu pemberian persetujuan oleh DPR RI. Karena itu, pemerintah harus mencabut Perpu itu. Hal tersebut mengacu pada Pasal 22 ayat 2 dan 3 UUD 1945.
Pasal itu 22 ayat 2 berbunyi:
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
"Berdasarkan ketentuan tersebut, Perpu Cipta Kerja sudah harus dicabut karena masuk dalam kategori tidak mendapat persetujuan DPR," kata Peneliti PSHK M. Nur Ramadhan dalam keterangan tertulis, Jumat, 17 Februari 2023.
Selanjutnya, keputusan Baleg bukan persetujuan yang dimaksud dalam UUD 1945
Perpu Ciptaker ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 30 Desember 2022. Sehingga, PSHK menilai masa persidangan DPR yang berikut atau terdekat dari pengesahan itu adalah pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023, yang dimulai pada 10 Januari hingga 16 Februari 2023.
"Perhatikan bahwa dalam periode tersebut, DPR belum mengambil keputusan menyetujui atau menolak dalam sidang paripurna," kata Nur. Sehingga sampai Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 berakhir, Perpu Ciptaker belum mendapat persetujuan DPR.
Badan Legislasi DPR sebelumnya telah menyetujui agar Perpu Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan. Keputusan itu diambil pada 15 Februari 2023, atau sehari sebelum penutupan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023.
Nur menilai keputusan Baleg itu belum dapat dikatakan sebagai suatu persetujuan DPR terhadap Perpu itu. Pasalnya, menurut dia, keputusan tertinggi DPR secara kelembagaan ada pada Rapat Paripurna, bukan pada rapat Baleg.
"Logika dari Pasal 22 ayat 2 dan 3 di atas adalah bentuk kepastian hukum mengenai keberlakuan dari produk hukum yang dibentuk dalam kondisi tidak biasa atau berdasarkan ihwal kegentingan yang memaksa," kata Nur.
Selain itu, Pasal 22 ayat 3 juga merupakan bentuk perimbangan kekuasaan antara DPR dan Presiden dalam menggunakan kewenangannya. Sebab pada dasarnya Perpu adalah produk hukum setingkat Undang-Undang, dimana pembentukan UU harus melalui persetujuan bersama dengan DPR.
Alur berpikir yang sama juga terdapat dalam ketentuan mengenai pengesahan Undang-Undang. Nur menyebut Pasal 20 ayat 5 UUD 1945 mengatur bahwa dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, maka RUU sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Selanjutnya, PSHK Desak DPR dan Presiden Jokowi patuh pada UUD 1945
Untuk itu, Nur mendesak DPR dan Presiden patuh terhadap ketentuan Pasal 22 ayat 2 dan 3 UUD 1945 dengan tidak memaksakan kehendak untuk tidak tetap mempertahankan Perpu Cipta Kerja. Jokowi juga diminta segera mencabut Perpu itu sebagai kelengkapan administrasi melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat 3 UUD 1945.
Jokowi juga diminta tertib dalam menjalankan perannya dengan tidak mudah membentuk Perpu, dan mampu lebih menaati batasan pembentukan Perpu ke depan berdasarkan Putusan MK 138/PUU-VII/2009. Putusan ini mengatur soal syarat kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan Perpu.
Terakhir, Nur meminta DPR dan Jokowi tidak bermanuver ugal ugalan kembali dalam melaksanakan amanat Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 dengan fokus kepada melaksanakan partisipasi masyarakat yang bermakna dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan.
Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dalam putusan MK 91/PUU-XVIII/2020. Mereka menilai UU tersebut bermasalah baik secara formil maupun materil. MK pun memerintahkan pemerintah untuk memperbaiki UU itu dalam waktu dua tahun. Akan tetapi Presiden Jokowi justru menerbitkan Perpu Cipta Kerja.