Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Kepolisian Air dan Udara (Polairud) Polda Metro Jaya menunggu arahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang soal penegakan hukum atas pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Kepolisian saat ini hanya fokus membantu proses pembongkaran pagar laut tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Soal penyelidikan, kami menunggu arahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan kementerian terkait lainnya. Kami sekarang fokus dulu di lapangan,” kata Direktur Polairud Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Joko Sadono di kawasan Pluit, Jakarta Utara, Senin, 27 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Joko mengatakan, berdasarkan rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, saat ini penyelidikan secara administrasi tengah berlangsung di KKP dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Dia menyebutkan, hasil penyelidikan tersebut nantinya akan dikaji apakah memuat unsur pidana atau pelanggaran administrasi.
Kendati demikian, Joko mengklaim ikut membantu proses penyelidikan di lapangan. Namun, dia enggan mendetailkan seperti apa hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh kepolisian.
Ahli hukum pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul menilai, harusnya polisi bisa proaktif mengusut pelanggaran hukum dalam kasus pagar laut itu. Sebab, menurut Chudry, patut diduga ada praktik pemalsuan dokumen dalam proses pengurusan HGB yang digunakan untuk membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer tersebut.
“Tidak mungkin kawasan laut diberikan sertifikat, dan ini diakui sendiri oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan bahwa mereka tidak pernah mengeluarkan izin,” kata Chudry saat dihubungi, Rabu, 22 Januari 2025.
Menurut Chudry, pembuktian adanya pemalsuan dokumen itu akan menjadi pintu masuk dalam penegakan hukum. Polisi, kata dia, bisa bergerak lebih cepat tanpa menunggu laporan masyarakat. “Laporan itu bisa dibuat oleh kepolisian sendiri, apalagi ini menjadi sorotan dan sudah seharusnya diusut ada atau tidaknya pemalsuan dokumen,” kata Chudry
Chudry menjelaskan, pihak yang terlibat dalam pemalsuan dokumen tersebut bisa dijerat pasal 263, 264 dan 266 KUHP. Pasal itu, dia melanjutkan, bisa dikenakan kepada pembuat dokumen, pengguna dokumen dan pejabat yang mengetahui bahwa dokumen tersebut palsu.
Sebelumnya, Menteri ATR BPN Nusron Wahid mengatakan setidaknya ada 263 bidang dalam bentuk sertifikat HGB di wilayah perairan Tangerang. Rinciannya, atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, serta atas nama perorangan sebanyak 9 bidang.
“Ada juga SHM, surat hak milik, atas 17 bidang,” kata Nusron dalam konferensi pers di Kementerian ATR/BPN pada Senin, 20 Januari 2025. “Lokasinya juga benar adanya sesuai aplikasi Bhumi, yaitu di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.”
Dari temuan tersebut, Nusron bakal berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG). Hal itu untuk memastikan apakah titik sertifikat HGB tersebut berada di dalam atau di luar garis pantai. Bila ternyata sertifikat HGB diterbitkan di luar garis pantai alias di wilayah lautan, Nusron berjanji bakal melakukan evaluasi. “Tentu akan kami tinjau ulang,” ucapnya.
Nusron mengklaim masih memiliki kewenangan lantaran sertifikat HGB tersebut terbit pada 2025. Menurut dia, selama sertifikat HGB belum berusia lima tahun dan terbukti secara faktual ada cacat prosedural, cacat material, dan cacat hukum, maka sertifikat tersebut bisa dibatalkan dan ditinjau ulang tanpa harus dengan perintah peradilan. “Selama masih di laut, itu adalah rezimnya laut,” kata Nusron di kantornya, pada Rabu, 15 Januari 2025, dikutip dari keterangan resmi.