Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Bahaya Intervensi atas Partai Oposisi

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko tidak sepatutnya melibatkan diri dalam kisruh internal Partai Demokrat. Selain merendahkan institusi kepresidenan, pelemahan partai oposisi merugikan demokrasi.

5 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bahaya Intervensi atas Partai Oposisi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko tidak sepatutnya melibatkan diri dalam kisruh internal Partai Demokrat. Apalagi bila ia sampai aktif bermanuver untuk menggulingkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono—seperti tudingan sejumlah pengurus partai itu.

Moeldoko seharusnya tidak lupa bahwa dia merupakan pejabat publik serta termasuk orang dalam lingkaran Presiden Joko Widodo. Bila dia ikut merongrong kemandirian partai politik, tindakan ini sesungguhnya merendahkan jabatan dia sebagai kepala staf sekaligus institusi kepresidenan.

Campur tangan pejabat pemerintah dalam urusan partai, terutama jika partai tersebut berada di luar kekuasaan, tidak hanya membuat buruk citra pemerintah. Intervensi negara yang melemahkan partai oposisi juga berbahaya bagi demokrasi. Sebab, demokrasi mensyaratkan kehidupan partai yang sehat, pluralis, dan bebas dari campur tangan negara. Demokrasi juga memerlukan partai oposisi yang kuat sebagai pengimbang bagi pemerintah dan partai yang berkuasa.

Bila punya hasrat untuk berpolitik praktis, Moeldoko sebaiknya menempuh cara yang elegan. Sebelum menjadi petualang politik, Moeldoko seharusnya lebih dulu menanggalkan jabatannya di pemerintahan. Sebaliknya, bila masih ingin menjabat kepala staf kepresidenan, Moeldoko semestinya berfokus membantu Presiden dalam mengatasi pelbagai urusan pemerintahan—terlebih pada masa pandemi seperti saat ini.

Di luar urusan intervensi politik, kisruh di tubuh Partai Demokrat sejatinya merupakan buah dari kepemimpinan partai yang bersandar pada politik dinasti ketimbang asas meritokrasi. Manuver sejumlah kader dan bekas pentolan Partai Demokrat untuk melengserkan Agus Harimurti, yang belum genap setahun menggantikan ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono, menunjukkan kegagalan partai tersebut dalam membangun organisasi yang modern dan demokratis.

Pemimpin partai yang lahir dari rahim nepotisme politik juga mudah digoyang dari dalam. Apalagi bila sang pemimpin terbukti tidak cakap dan tak mengakar ke bawah, alias elitis. Celakanya, dari dalam partai pun, Agus Harimurti tidak luput dari pelbagai tudingan miring. Dia, misalnya, dituduh tidak transparan dalam pemilihan calon kepala daerah serta gagal menjalankan mesin partai untuk memenangkan calon yang diusung Demokrat.

Bara di dapur Demokrat sesungguhnya merupakan dampak buruk dari partai yang figur-sentris, bukan partai yang berbasis massa. Tokoh sentral yang menjadi patron tunggal dalam partai tak hanya menentukan hitam-putih perjalanan partai. Biasanya sang tokoh juga membuka jalan bagi anggota keluarganya untuk menjadi petinggi partai.

Sialnya, ketergantungan pada figur sentral terjadi hampir di semua partai politik di Indonesia. Bukan hanya Demokrat, yang terpatri pada Susilo Bambang Yudhoyono. Gejala serupa juga tampak, antara lain, di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan tokoh utama Megawati Soekarnoputri, Partai Gerakan Indonesia Raya dengan Prabowo Subianto, dan Partai NasDem dengan Surya Paloh.

Partai yang bergantung pada figur sentral cenderung elitis, oligarkis, dan mengabaikan kepentingan masyarakat. Partai seperti itu bahkan bisa menyediakan diri untuk diintervensi penguasa. Ketika terjadi perpecahan di lingkup internalnya, tokoh partai yang tidak mengakar malah berlomba mendapatkan restu Istana.

Sulit berharap demokrasi di Indonesia akan maju bila sebagian besar partainya masih bergantung pada tokoh tertentu, bukan pada kekuatan ideologi, organisasi, dan jaringan kadernya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus