Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Afganistan setelah Taliban

Untuk mempertahankan dukungan di garis depan guna mempercepat selesainya perang, diperlukan kejelasan siapa bakal memerintah Afganistan nanti.

21 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANPA melibatkan mereka yang tinggal di garis depan, Amerika Serikat sangsi, bisa memenangi perang secepatnya. Kata secepatnya perlu digarisbawahi, karena berlarutnya perang hanya akan merugikan Amerika. Pemberitaan media tentang korban sipil bukan saja akan menarik orang Islam men-dukung Afganistan (Taliban), juga di Amerika sendiri akan muncul protes. Bahkan media Inggris yang dikenal condong ke Partai Buruh, yang semula mendukung perang ini (sebagaimana PM Blair) pekan lalu mulai bertanya: sebenarnya untuk apa perang AS-Usamah (dan Taliban) bila korbannya adalah anak-anak. Dari sisi inilah usul formulasi pemerintahan di Afganistan setelah Taliban dari Colin Powell menjadi penting. Sehabis bertemu Presiden Musharraf, Powell menyatakan sudah adanya persetujuan bahwa pemerintahan di Afganistan nanti merupakan pemerintahan koalisi. Itu berarti dewan tradisional para kepala suku yang disebut Loya Jirga akan dihidupkan lagi. Mau tak mau, yang bisa dan diterima oleh semua suku di Afganistan untuk memimpin dewan ini adalah Muhammad Zahir Syah, mantan penguasa Afganistan yang kini di pengungsian. Yang menarik, Powell menekankan bahwa pemerintahan koalisi itu harus melibatkan Aliansi Utara dan juga Taliban. Melibatkan Aliansi Utara sama halnya mengakui bahwa Tajikistan dan Uzbekistan merupakan dua negara tetangga Afganistan yang harus juga dimintai pendapat dalam hal pembentukan pemerintahan Afganistan nanti. Secara tak langsung, ini juga merupakan pengakuan Amerika atas bantuan Rusia (militer Tajikistan dan Uzbekistan yang dibantu Rusia merupakan pendukung utama peralatan perang Aliansi Utara). Dan Taliban? Sekitar seperlima orang Pakistan berdarah Pushtun yang mendukung Taliban, terutama setelah korban sipil berjatuhan di Afganistan. Merangkul Taliban (kembali) sama juga berjabat tangan dengan Pushtun, dan itu secara tak langsung mengamankan pemerintahan Jenderal Musharraf. Mudah ditebak, ini cara Amerika mempertahankan dukungan Pakistan. Tapi formulasi itu belum cukup kuat. Satu tetangga Afganistan sudah terang-terangan menolaknya: Iran. Terang, negara para mullah yang Syiah itu tak setuju bila Taliban yang Suni dilibatkan lagi. Rasanya lawan utama Amerika dalam perang ini adalah waktu. Usul Powell baru bermanfaat bila perang cepat selesai. Bila tidak, tetangga-tetangga Afganistan bakal berbalik melawan Amerika (setidaknya tak memberikan dukungannya lagi). Penyebab adanya titik balik itu jelas, seperti sudah disebutkan, korban sipil. Bahkan, kini pun, di wilayah yang dikuasai Aliansi Utara yang musuh Taliban itu, rakyat marah karena bom Amerika menewaskan anak-anak Afganistan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus