Agar petani tak bersedih

GAPPRI (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia) yang mengadu ke Menteri Perdagangan (TEMPO, 24 Maret 1990, Ekonomi & Bisnis), saya rasa tindakan itu merupakan tindakan yang tak tahu diri. Dulu, seperti kata Menteri Muda Perdagangan Soedradjat Djiwandono, sewaktu harga cengkih jatuh, mereka diam saja. Sekarang, pada saat PT Bina Reksa Perdana (BRP) menghargai petani cengkih Rp 12 ribu per kg, Gappri menuntut harga cengkih di bawah Rp 10 ribu. Kalau memang Gappri masih merasa rugi dengan harga cengkih Rp 10 ribu per kg, mengapa sewaktu harga cengkih mencapai Rp 15 ribu per kg tak ada industri rokok yang amblas? Gappri sudah pada saatnya menanamkan idealisme ke arah terciptanya pembangunan yang merata. Jangan hanya bersikap oportunistis tanpa memikirkan penderitaan para petani cengkih. Akhirnya, salut dan salam hangat buat PT BRP yang sarat dengan idealisme, dan mampu memotivasi serta membangkitkan para petani cengkih dari kelesuannya. Pihak BRP berjanji akan menjaga stabilitas harga cengkih demi terciptanya swasembada cengkih di tanah air yang kita cintai ini. Semoga, janji tetap dipertahankan untuk tidak membuat petani bersedih yang kesekian kali. HARTJE R. WINERUNGAN Jalan Petojo Sabangan III/30 Jakarta Pusat