Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETEGASAN Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Jero Wacik sebagai tersangka patut kita puji. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu dijerat pasal pemerasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman maksimal 20 tahun. Jero diduga menyalahgunakan wewenang dengan memeras sejumlah orang dalam perkara pengadaan energi. Aksi lancung tersebut diperkirakan merugikan negara Rp 9,9 miliar.
Sebenarnya sudah lama Jero, yang juga Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, dicurigai terlibat korupsi di kementerian yang dia pimpin. Dalam beberapa kesempatan ia membantah. Ia, misalnya, mengaku tidak tahu perihal suap di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang melibatkan Rudi Rubiandini, ketua lembaga itu. Bantahan itu sulit dipercaya karena, selain Menteri Energi, Jero merupakan Ketua Komisi Pengawas SKK Migas. Kecurigaan makin mengental setelah KPK menelisik keterlibatan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi Waryono Karno dalam kasus yang sama.
Sudah sepatutnya KPK jeli menelisik kasus Jero. Kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan harus dilakukan untuk mengetahui aliran dana sang Menteri. Selain memeras, Jero disangka mengkorupsi anggaran Kementerian 2012-2013 dengan alasan untuk biaya rapat—yang ternyata tidak pernah digelar.
Tak ada alasan bagi KPK untuk berhenti pada Jero. Kasus pemerasan sang Menteri—sebelumnya juga kasus suap Rudi—seyogianya titik tolak untuk menguak berbagai praktek busuk di bidang minyak dan gas, sektor yang menjadi andalan penerimaan negara. Dengan potensi pendapatan hingga lebih dari Rp 300 triliun dan cost recovery di atas Rp 100 triliun per tahun, bidang migas merupakan sapi raksasa yang bertahun-tahun diperah pejabat dan politikus serakah.
Penetapan status tersangka pada Jero menambah jumlah menteri kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terlibat korupsi di saat masih aktif. Sebelumnya, KPK menahan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng karena terlibat kasus pembangunan kompleks olahraga Hambalang. Setelah itu, Menteri Agama Suryadharma Ali dituding terlibat korupsi dana pengelolaan jemaah haji.
Sepanjang sejarah Republik, baru kali ini tiga menteri dalam satu kabinet ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi ketika mereka masih aktif. Andi dan Jero merupakan menteri yang mewakili Partai Demokrat, partai yang diketuai Yudhoyono. Suryadharma adalah menteri dari Partai Persatuan Pembangunan—salah satu partai dalam koalisi sang Presiden.
Lebih dari sekadar "karena nila setitik rusak susu sebelanga", kasus ini membuktikan ada yang tak beres dalam pola rekrutmen anggota kabinet yang dijalankan Yudhoyono. Menerapkan pola perwakilan dalam matriks yang rinci, Yudhoyono gagal mendapat menteri berintegritas tinggi. Perkara Jero juga menunjukkan lemahnya kontrol Yudhoyono terhadap bawahannya.
Cerita ini seyogianya menjadi pelajaran bagi pemerintah yang akan datang. Agar tak jadi penyakit, calon menteri korup sebaiknya dieliminasi sejak awal.
Sistem dan mekanisme kerja pemerintahan juga perlu dibenahi agar tidak ada lagi ruang gelap yang bisa dipakai pejabat publik untuk menyembunyikan perilaku lancungnya. Kata kuncinya adalah transparansi. Meminta para menteri menandatangani pakta integritas tentu baik-baik saja. Tapi yang lebih penting adalah tak menutup mata terhadap praktek korup anggota kabinet—atas nama kepentingan pribadi atawa kepentingan partai politik penyokongnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo