Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mau dilihat dari sudut mana pun, Dewan Perwakilan Rakyat jelas tak berkomitmen tulus memilihkan pimpinan terbaik bagi Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketika Dewan harus menjalankan uji kepatutan dan kelayakan, dengan waktu yang sungguh mepet, Komisi Hukum DPR malah berulah dengan aneka dalih. Kelihatannya ada niat membuat proses tak lancar.
Proses di Komisi Hukum DPR itu seharusnya berlangsung mulai Senin pekan lalu. Panitia Seleksi telah menetapkan delapan nama calon sejak pertengahan Agustus. Tapi, seperti yang sudah-sudah, dalam penyaringan pejabat publik, di DPR seakan-akan berlaku adagium "kalau bisa dibuat sukar, kenapa harus dipermudah". Begitu pula kali ini. Urusan tiba-tiba kusut masai, barangkali karena menyangkut KPK, komisi yang sudah memenjarakan sejumlah anggota Dewan itu.
Upaya mempersulit muncul dalam rapat pada hari pertama. Seperti skenario drama yang rapi, dalam forum itu Komisi Hukum mempersoalkan kekeliruan formulir laporan kekayaan seorang calon, ketidakhadiran Ketua Panitia Seleksi, dan pemeringkatan calon oleh Panitia Seleksi. Semuanya adalah hal remeh yang justru menguraikan yang ada di benak para politikus Senayan: mereka tak ingin mengikuti rekomendasi Panitia Seleksi.
Sudah menjadi pengetahuan umum, fraksi-fraksi di DPR punya jago masing-masing. Soalnya tinggal "mengatur kesepakatan" di antara fraksi. Pemeringkatan calon bisa dianggap fait accompli yang menyebabkan anggota Dewan tak bisa memilih lain tanpa menimbulkan antipati publik. Karena itu, mereka terus-menerus menggoyang hasil kerja Panitia Seleksi, bahkan sejak Panitia merampungkan tugasnya.
Dua hal sepele lainnya bisa dibuat beres setelah berlangsung rapat dengan Patrialis Akbar, bekas Menteri Hukum yang dulu menjadi Ketua Panitia Seleksi. Lain halnya dengan pemeringkatan. Ketua DPR Marzuki Alie sampai merasa perlu ikut menegaskan posisi kolega-koleganya dengan menyatakan DPR bisa saja memilih calon di luar nama-nama yang mendapat peringkat terbaik. Sebagai politikus profesional, katanya, anggota DPR bisa berbeda sudut pandang dengan Panitia Seleksi.
Penomorurutan itu sebenarnya dibuat sebagai jalan tengah bagi perbedaan pendapat tajam di dalam Panitia Seleksi. Sebagian anggota Panitia ingin meloloskan calon yang layak saja, meski jumlahnya tak sampai delapan nama atau dua kali lipat jumlah posisi yang harus diisi. Anggota lainnya berkeras memasukkan delapan nama, dengan alasan memenuhi keterwakilan lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.
Siapa pun boleh punya pandangan berbeda mengenai keputusan Panitia Seleksi. Tapi seharusnya pihak mana pun yang memilih pimpinan sebuah lembaga antikorupsi tak akan berbeda secara mendasar dalam menetapkan kriteria. Pimpinan lembaga pemberantas korupsi mutlak perlu memiliki integritas dan kapabilitas, juga rekam jejak meyakinkan dalam kegiatan antikorupsi.
Faktor-faktor itulah yang sebagian besar tecermin dari daftar urut calon yang dibuat Panitia Seleksi. Maka, jika DPR mengklaim diri sebagai profesional dan karena itu bisa punya pilihan berbeda, sesungguhnya itu hanya akrobat kata-kata. Dewan terkesan menutupi keadaan yang sebenarnya: berdasarkan interes pribadi dan golongan, mereka tak nyaman dengan nama-nama yang paling dijagokan Panitia.
Dengan kata lain, tampak jelas betapa DPR masih memandang pemberantasan korupsi sebagai dagangan politik belaka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo