Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Antara Tukang Pijat dan Teman Dekat

25 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sccara beruntun, panggung politik diguncang berbagai kasus, dari Buloggate, Bukaka, sampai hibah Brunei. Dan perlu dicatat, kasus-kasus itu terjadi diseputar orang-orang dekat. Kroniisme gaya baru?

KEBERHASILAN PT Bukaka Teknik Utama memenangi tender PLN—untuk pembangunan jaringan transmisi antara Klaten dan Tasikmalaya—selain sah menurut hukum, juga menunjukkan bahwa kontraktor pribumi juga sudah cukup andal untuk membangun proyek listrik tegangan tinggi bernilai US$ 75 juta. Kemenangan itu diumumkan 1 Oktober 1999, dua puluh hari sebelum pelantikan Presiden Abdurrahman Wahid, yang berlangsung pada 21 Oktober 1999. Hanya, surat kontrak PLN dan Bukaka itu tak pernah ditandatangani, bahkan sampai Direktur Utama PLN, Adhi Satriya, mengundurkan diri. Terjadi awal Januari 2000, pengunduran diri secara sukarela itu ternyata berkaitan dengan kemenangan Bukaka yang rupanya tidak diakui oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Sejak itu isu Bukaka kian meruncing, lalu memuncak pada pencopotan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla—yang dituduh terlibat KKN dalam proses kemenangan Bukaka. Setelah agak mereda, isu itu memanas lagi saat kemenangan Bukaka dibatalkan oleh pemerintah—konon atas instruksi Presiden Abdurrahman Wahid. Pemerintah lalu memutuskan untuk tender ulang, sedangkan Kalla akhirnya menggugat PLN ke PTUN (lihat halaman 124).

Terus terang, tidak mudah bagi pihak luar untuk menyikapi kasus-kasus kontroversial seperti pembatalan kemenangan Bukaka, Buloggate, atau dana hibah dari Sultan Brunei. Di satu sisi, adalah salah untuk tidak memperhitungkan kebiasaan ber-KKN dan tradisi menggunakan dana non-bujeter di kalangan birokrasi. Di sisi lain, akan lebih elok untuk berasumsi bahwa Presiden Abdurrahmnan Wahid senantiasa menyadari bahwa ia harus menumbuhkan kebiasaan untuk taat kepada aturan main dan sejauh mungkin menghindari KKN. Soalnya, di tengah kesulitan mengelola konflik dan menyelenggarakan pemerintahan dalam keterbatasan dana, bagaimanapun Gus Dur tetap diharapkan dapat mengupayakan penegakan hukum dan pemerintahan yang baik.

Kini, setelah delapan bulan memerintah, masyarakat bertanya apakah Kiai Presiden masih berada di jalur yang benar ke arah good governance dan penegakan hukum. Keraguan timbul karena, misalnya, tidak ada usaha yang sungguh-sungguh untuk menangkap Suwondo, tokoh kunci Buloggate. Belakangan malah terkesan bahwa dengan pengembalian dana berikut bunga oleh istri Suwondo, raibnya tukang pijat itu tak lagi dipersoalkan. Akibatnya, pemberdayaan hukum terkesan nihil dan kepastian hukum cuma di awang-awang. Praktek berjual-beli keadilan seperti ini benar-benar telah dengan kasar mengolok-olok prinsip kedaulatan hukum.

Selain itu, hibah US$ 2 juta dari Sultan Brunei merupakan contoh paling baru tentang aspek governing yang sangat memprihatinkan. Tidak jelas, mengapa sebagian dari dana itu ada dalam rekening seorang pengurus PBNU yang, seperti Suwondo, adalah orang dekat Gus Dur juga. Transparansi seputar implementasi hibah itu penting, antara lain untuk menjaga kredibilitas Sultan Hasanal Bolkiah dan kredibilitas Abdurrahman Wahid sendiri. Tanpa transparansi, bukan mustahil ada hibah-hibah serupa yang lenyap tak tentu rimbanya.

Tidak syak lagi, aparat pemerintahan Gus Dur harus lebih berdisiplin dan belajar cepat tentang ilmu memerintah yang baik. Kasus Buloggate dan hibah Brunei menunjukkan betapa tanpa etika dan amburadulnya kerja mereka. Sementara itu, kasus Bukaka—berdasarkan urut-urutan peristiwa—memperlihatkan tipisnya kepedulian Gus Dur terhadap mekanisme tender yang sudah teruji dan mengikat secara hukum. Juga betapa ia terkesan meremehkan pimpinan PLN yang berusaha taat pada aturan main. Bahwa di balik sikap itu diisukan berperan teman-teman dekat—seperti yang dipaparkan The Asian Wall Street Journal—kita hanya bisa terperangah dan berusaha untuk tidak percaya. Astaga, Gus. Est tu, Gus?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus