Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekhawatiran seperti itu masuk akal, dan masih harus dicari cara untuk menjinakkan potensi buruknya. Namun, direnungkan secara lebih dingin, gagasan itu, harus diakui, bisa merupakan tonggak baru pula dalam mewujudkan masyarakat madani seperti yang diidamkan.
Pertama-tama, gagasan itu merupakan konsekuensi logis dari sejumlah perubahan hubungan sipil-militer pascareformasi. Tap MPR No. 7 Tahun 2000, misalnya, menetapkan pemisahan Departemen Pertahanan, Panglima dan Mabes TNI. Pemisahan itu membuat Departemen Pertahanan (yang kini bisa dipimpin seorang sipil seperti Mahfud) kehilangan akses ke Badan Intelijen Strategis, yang dikuasai TNI.
Pemisahan itu sendiri merupakan bagian dari perubahan besar, yakni pemisahan Polri dari TNI, yang merupakan salah satu prasyarat penting dalam demokratisasi. Mustahil mewujudkan masyarakat demokratis tanpa meminta kesediaan militer untuk meninggalkan arena politik serta memisahkan tugas James Bond dari Sherlock Holmes.
Di masa lalu, menyatunya Polri dan TNI telah memicu penyelewengan serius dalam dunia intelijen kita. Alih-alih menjaga negeri ini dari ancaman luar, lembaga-lembaga seperti Bais atau BIA justru lebih asyik menindas dan memata-matai rakyat sendiri. Mereka terlibat dalam mengebiri kekuatan partai politik selain Golkar. Mereka memata-matai mahasiswa, wartawan, dan aktivis lembaga swadaya masyarakat. Mereka menindas petani di hadapan pengusaha besar dalam urusan pembebasan tanah. Mereka bahkan terlibat dalam urusan buruh, seperti dalam kasus Marsinah. Tak aneh jika mereka justru kalang-kabut ketika harus terjun dalam kancah pertempuran seperti di Timor Timur pada 1975kelemahan intelijen membuat begitu banyak korban di kalangan tentara kita sendiri.
Semua itu diperparah oleh konsep teritorial yang keblingermenjulurkan represi dan kegiatan mata-mata hingga ke tingkat desa. Belum lagi memperhitungkan hadirnya lembaga-lembaga aneh seperti Laksus dan Bakorstranas.
Lembaga yang digagas oleh Mahfud bisa menjadi "cetak biru" bagi organisasi dan praktek intelijen militer "yang tidak menakutkan dan dekat dengan rakyat". Badan itu tidak berfungsi "memburu orang", melainkan "mencari, mengolah, dan menyampaikan informasi yang akurat kepada pemerintah dalam perumusan kebijakan pertahanan".
Informasi dan akurasi adalah kata kunci dalam dunia intelijen. Tak ada informasi akurat yang bisa diperoleh melalui tekanan dan penyiksaanpraktek yang lazim di masa lalu. Akurasi uga menuntut seorang intel lebih cerdik tak hanya dalam memperoleh informasi, tapi juga dalam menyiangi informasi yang demikian banyak dan sering kaliseperti dilukiskan Alvin Toffler dalam Powershiftmenyesatkan.
Namun, bahkan jika semua unsur gagasan Mahfud mulus terwujud, kewaspadaan tetap harus dipelihara. Informasi adalah kekuasaan dan kekuasaan cenderung dikorupsi. Lembaga lain, seperti parlemen misalnya, harus punya akses untuk bisa mengontrol badan itu agar tidak sekadar menjadi alat presiden. Kontrol serupa berlaku untuk semua badan intelijen lain, yang sipil ataupun militer. Hanya dengan itulah cita-cita masyarakat madani bisa lebih dijamin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo