Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMUAN Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) ihwal aliran dana mencurigakan dari proyek strategis nasional (PSN) sejatinya bukan hal yang mengejutkan. Sejak awal, proyek fisik dan nonfisik strategis di era pemerintahan Presiden Joko Widodo ini sarat masalah. Bahkan beberapa proyek diusut Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung karena menjadi bancakan berbagai kalangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat menyampaikan Refleksi Kinerja 2023 lembaganya pada 10 Januari lalu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan 36,81 persen dari total dana PSN masuk ke rekening subkontraktor sebagai transaksi terkait dengan kegiatan operasional pembangunan. Namun, ada juga 36,67 persen dana yang tidak digunakan untuk proyek alias mengalir ke kantong pribadi politikus dan aparatur sipil negara (ASN). Modusnya pun beragam, ada yang menggunakan rekening pribadi untuk menampung dana; pembelian aset berbentuk rumah atau properti, kendaraan bermotor, batu mulia dan perhiasan; hingga investasi barang mewah. Selain itu ada juga yang menggunakan fasilitas safe deposit box untuk menyamarkan aliran dana tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga hari kemudian, PPATK meralat pernyataan Ivan dan menyatakan 36,67 persen aliran dana yang mengalir ke rekening para politikus dan aparatur sipil negara bukan dari proyek strategis nasional keseluruhan, tapi hanya dari satu proyek. PPATK menyebutkan proyek yang dimaksud adalah base transceiver station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika yang saat ini diusut Kejaksaan Agung. Sejumlah pelaku korupsi proyek Rp 28 triliun tersebut, seperti bekas Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Plate sudah divonis bersalah. Tak lama setelah mengumumkan temuan itu, Ivan Yustiavandana mendapat serangan dengan sejumlah isu miring di media sosial. Adapun Ivan sudah membantah tudingan-tudingan negatif tersebut.
Proyek Strategis Nasional atau disingkat PSN adalah proyek-proyek strategis pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, terutama infrastruktur, yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan di daerah. Program ini diluncurkan sejak 8 Januari 2016. Pada 2016, sebanyak 20 proyek selesai dengan nilai investasi mencapai Rp 33,3 triliun. Kemudian pada 2017 ada 10 proyek selesai dengan nilai investasinya Rp 61,3 triliun. Lalu pada 2018 total 32 proyek selesai dengan nilai investasi mencapai Rp 207,4 triliun. Adapun selama rentang 2019-2021, pemerintah telah menuntaskan sebanyak 66 proyek strategis nasional senilai Rp 414,3 triliun.
Sejumlah proyek diusut lembaga penegak hukum karena diduga duitnya ditilap dan menjadi bancakan pihak-pihak yang terlibat. Kasus yang paling fenomenal adalah dugaan korupsi base transceiver station (BTS) 4G. Sempat menyeret nama politikus dan nama-nama besar lain, kasus ini jalan di tempat setelah Kejaksaan menetapkan Menteri Johnny Plate sebagai tersangka, hingga akhirnya divonis 15 tahun penjara. Dengan temuan PPATK tersebut, tak ada alasan bagi Kejaksaan untuk tak mengusut tutas perkara ini dengan menyeret polikus, nama besar lain, juga ASN yang terlibat. Selain kasus BTS di Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi juga tengah mengusut kasus PSN jalur kereta di Makassar-Parepare, Sulawesi Selatan, dengan nilai proyek Rp 9,28 triliun.
Bukan hanya menjadi bancakan, sejumlah proyek yang nilainya triliunan rupiah ini juga menimbulkan sengkarut karena melanggar hak asasi manusia dan menimbulkan konflik agraria. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat 106 kasus konflik agraria di area PSN dan non-PSN 2023. Lebih dari 1 juta jiwa menjadi korban. Intimidasi, pengabaian aspek lingkungan, pelanggaran HAM, dan perampasan ruang hidup telah menjadi model dalam banyak pembangunan PSN.
Dari sisi tujuan, pembangunan PSN ini juga belum mampu mendongkrak perekonomian. Pada periode 2016-2022, pemerintah Jokowi mengerjakan 153 proyek dengan anggaran Rp 1.040 triliun. Dengan pembangunan masif ini faktanya pertumbuhan ekonomi saat ini tertahan di kisaran 4,2 persen, jauh lebih rendah dari target 7 persen yang dijanjikan Jokowi. Alih-alih memberi manfaat, proyek strategis nasional justru lebih banyak mudaratnya.
Temuan PPATK semestinya menjadi alarm bagi Jokowi untuk segera mengevaluasi secara menyeluruh program proyek strategis nasional ini. Proyek-proyek yang terbukti hanya menjadi lahan bancakan seperti temuan PPATK, juga merampas hak hidup masyarakat, dan merusak lingkungan harus segera dihentikan. Mudarat proyek strategis nasional pun tidak main-main: Bukan hanya duit negara yang berisiko menguap karena ditilap, tapi kerusakan lingkungan juga sudah di depan mata.