Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Bencana Ini Buatan Manusia

Sudah saatnya pemerintah tidak lagi menjadikan tingginya curah hujan sebagai alasan tunggal banjir besar yang melanda sepuluh kabupaten/kota di Kalimantan Selatan sejak Rabu hingga Ahad pekan lalu.

19 Januari 2021 | 00.00 WIB

Bencana Ini Buatan Manusia
Perbesar
Bencana Ini Buatan Manusia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sudah saatnya pemerintah tidak lagi menjadikan tingginya curah hujan sebagai alasan tunggal banjir besar yang melanda sepuluh kabupaten/kota di Kalimantan Selatan sejak Rabu hingga Ahad pekan lalu. Semata-mata menyalahkan fenomena alam tanpa melihat kerusakan lingkungan hanya ibarat menepuk air di dulang, tepercik muka sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tingginya kerusakan alam di daerah itu menjadi faktor utama yang membuat Sungai Barito menumpahkan bah terbesar ke daratan dalam 50 tahun terakhir. Aktivitas pertambangan dan perkebunan telah mengubah bentang alam, tempat yang seharusnya menyerap dan menyimpan air hujan. Hilangnya hutan membuat air dengan bebas bergerak di permukaan, menerjang dan menyeret apa pun di jalurnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kajian Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang menggunakan data citra satelit Landsat menunjukkan, selama 2010-2020, terjadi penurunan luas area hutan primer di daerah aliran Sungai Barito sebesar 13 ribu hektare. Dalam waktu dan wilayah yang sama terjadi peningkatan luas area kebun sebesar 219 ribu hektare.

Lembaga tersebut memang tidak menyimpulkan bahwa perkebunan yang dibangun adalah kelapa sawit. Tapi, yang pasti, telah terjadi alih fungsi lahan, berkurangnya tutupan hutan, dan bertambahnya area perkebunan. Bukan hanya hutan primer yang menghilang, tapi juga hutan sekunder—hutan yang menampakkan bekas tebangan—yang lenyap 115 ribu hektare, sawah yang berkurang 146 ribu hektare, dan semak-belukar yang menurun 47 ribu hektare.

Besarnya kontribusi manusia juga ditunjukkan oleh data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan yang mencatat pada periode 2009-2011 terjadi penambahan luas perkebunan sebesar 14 persen. Angka itu terus melambung sebesar 72 persen dalam lima tahun berikutnya. Perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut membuka lahan di rawa-rawa yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air.

Walhasil, sulit untuk tidak mengatakan bahwa kebijakan sembrono pemberian izin perluasan pertambangan dan perkebunan itu berkontribusi besar terhadap sejumlah bencana yang terjadi di Indonesia. Jaringan Advokasi Tambang menyebutkan pada 2019 terdapat tujuh bencana besar dengan 35 korban tewas yang terkait dengan aktivitas pertambangan. Deretan bencana itu adalah banjir dan tanah longsor di daerah aliran sungai Bengkulu, Kota Samarinda, Kota Bontang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Tanah Bumbu, dan Kabupaten Mimika.

Pemerintah juga seperti tutup mata terhadap risiko pembukaan hutan untuk kepentingan ekonomi bagi ekologi. Alih-alih melarang, pemerintah Presiden Joko Widodo malah memodifikasi proses pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) agar lebih cepat dengan menghapus Komisi Penilai Amdal yang terdiri atas ilmuwan, masyarakat yang terpengaruh, dan organisasi lingkungan hidup. Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, Pasal 40 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berisi izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha, juga dihapus.

Tidak banyak pilihan yang bisa diambil pemerintah untuk mengatasi rangkaian bencana selain mengoreksi beragam kebijakan yang keliru tersebut. Tanpa itu, kita mesti bersiap-siap menanti datangnya bencana yang lebih masif, sambil mengatakan bencana ini adalah “kehendak” kita.

 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Dody Hidayat

Dody Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Saat ini, alumnus Universitas Gunadarma ini mengasuh rubrik Ilmu & Teknologi, Lingkungan, Digital, dan Olahraga. Anggota tim penyusun Ensiklopedia Iptek dan Ensiklopedia Pengetahuan Populer.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus