TAHUN 1960 Senator Barry Goldwater dari Arizona bangun pagi, dan
ia nyap-nyap. Administrasi Kennedy sudah seperti Leviathan besar
kuasa dengan cakar dan laring kokoh tapi tidak tersentuh tangan
penduduk. Dari jendelanya ia melihat kekuasaan monolit cuma
saling bersinggungan dengan mereka yang duduk di atas sana.
Kenapa pemerintah sudah berubah dari pelayan sosial menjadi tuan
besar yang menggenggam kekuasaan tak terbatas di telapak
tangannya? Ia bisa saja marah sambil membanting pot kembang,
tapi segera diketahuinya administrasi Kennedy sudah "tuli dan
bisu dan buta".
Lebih baik ia baca koran Chicago Tribune dan makan combro.
Ternyata tidak menolong, karena di koran itu pun penuh sesak
dengan gerutu: pemerintah itu tak lain dari tuan tanah besar,
manajer perusahaan, tukang gencet, tauke klinis medis, juragan
asuransi, makelar, pemungut pajak, dan ahli menghabiskan uang.
Bagaimana kalau bikin buku kecil The Conscience of A
Conservative karena tampaknya hanya sikap konservatif yang bisa
menyelamatkan Amerika? Ternyata juga kandas, karena orang
menganggap pikiran itu terlambat 100 tahun. Keyala Senator Barry
Goldwater pening dan ia terhuyung-huyung.
Pemimpin redaksi majalah Life Henry R. Luce punya kepala lebih
dingin. Juga di pagi hari tahn 1960 itu ia minta kepada para
bijak bestari memaparkan bagaimana baiknya rcncana nasional
Amerika. Kerja keras? Kita sudah kerja keras. Bayar pajak? Kita
sudah bayar pajak. Berkorban? Itu semua sudah kenyang.
Perdamaian? Kalau sudah damai lantas bagaimana? Baiklah untuk
kemerdekaan. Tapi kemerdekaan apa dan buat apa? Sepuluh orang
penulis, dan tent saja Henry mengumpulkannya dalam satu buku The
National Purpose dan dijual US$ 4 sebuah. Bahwa orang Amerika
pad bingung, itu betul, kata Walter lippmann. Bahwa orang
Amerika seperti memerlukan peta buat pergi ke Chicago, itu
betul. Soalnya, kenapa mesti nyapnyap seperti Barry Gold water?
Pikir-pikir, kebebasan mengejar kepentingan pribadi sebagaimana
jadi sanjungan di abad ke-18,ternyata tidak meratakan
kesejahteraan umum. Tengok saja lobby dan pressure Group--kata
Adlai Stevenson dalam sumbangan pikirannya -- bukankah sudah
semau-maunya melalap kepentingan banyak orang yang lebih lemah
dan tidak terorganisasi, membikin mereka terpelanting dan
tersisih. Persis seperti Prancis saat Republik Ketiga dan
Keempat, negeri penuh sesak dengan kelompok kepentingan,
bukannya kelompok punya prinsip dan patriotisme. Amerika
sekarang adalah negeri berstandar tinggi tapi berkehidupan
rendah. Daya belinya naik, nilai rohaninya turun.
Empat tahun kemudian, 1964, pendukung utama mendiang presiden
Kennedy, Arthur M. Schlesinger Jr. bergegas kumpulkan ia punya
tulisan-tulisan dan menghimpunnya dalam 7he Politics of Hope.
Amerika bukan saja memerlukan rencana nasional, melainkan pula
harapan nasional. Tak ada itu konservatif-konservatifan. Yang
perlu idealisme tanpa ilusi. Masanya sudah sampai melawan
kebengisan kemiskinan dan ketidakmerataan, lewat program
komprehensif yang jelas terpampang di dinding, kata Kennedy
kepada Arthur beberapa hari sebelum kematian. Pemupukan kekayaan
atas dalih kebebasan mengejar kesenangan adalah skandal nasional
yang memalukan. Orang-orang kaya itu sebetulnya bajingan belaka
selama beratus ribu anak tak dapat sekolah dan orang sakit tak
mampu peroleh perawatan sebagaimana mestinya, dan mati sambil
memendam dendam politik.
Kiai As'ad Situbondo umurnya dua kali lipat Barry Goldwater,
pikirannya bukan terlambat 100 tahun melainkan menjangkau 100
tahun ke depan karena menginginkan santrinya memiliki
ketrampilan teknologi madya yang sanggup mendorong masyarakat
setempat sepulangnya mereka ke desa, karena menganggap perlu
meluruskan pandangan sosiolog manca negara tentang posisi santri
dalam masyarakat nasional, karena memilih jalan persuasip akan
lebih menjamin daripada langkah konfrontatif penyelesaian ihwal
kenegaraan, karena asas Pancasila tidak perlu dipersoalkan lagi,
karena pengkudusan kerja merupakan satu-satunya jalan
meningkatkan kesejahteraan umum, karena suri teladan adalah guru
terbaik.
Dan, dua malam berturut-turut di bawah pancaran bulan
purnama-yang lalu, ketika laut sedikit pasang tapi daun kelapa
tidak bergerak, saya diajak berbincang tentang "kasunyatan"
dalam hubungan antara Aji Saka dan Sundn Kali Jaga. Burung hantu
ada juga menyimak dari dahan randu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini