BARU-baru ini, saya bertemu denan pengarang pemenang Hadiah
Nobel, Gunter Grass. Dalam percakapan, dia berkata kepada saya,
kita harus lebih memperhatikan dongeng-dongeng yang, katanya,
membawa pesan abadi yang sering kita lupakan.
Ada dua dongeng yang saat ini teringat. Pertama dongeng Hans
Christian Anderson yang berjudul Pakaian Seorang Raja.
Dikisahkan, ada seorang penipu yang berhasil mendapat
kepercayaan seorang raja untuk membuat pakaian kebesaran. Dia
meminta uang dan permata yang banyak sekali untuk menyelesaikan
pekeraan ini.
Ketika sang raja menengok sampai di mana si penjahit sudah
menyelesaikan pekerjaannya, beliau mendapat keterangan, hanya
orang jujur saja yang dapat melihat pakaian itu. Raja lalu
memandang "pakaian" itu. Beliau tidak melihat apa-apa - tapi
karena takut dikatakan tidak jujur, dia mengatakan "pakaian"
tersebut sangat indah. Menteri-menteri dan pengiring Raja pun
segera mengatakan bahwa "pakaian" (yang tidak mereka lihat) itu
sangat indah.
Tiba harinya Raja memakai "pakaian" itu keliling kota. Rakyat
melihat bahwa Raja sebenarnya tidak berpakaian, tapi semua
berkata bahwa "pakaian" sang Raja sunguh-sungguh indah. Sampai
akhirnya seorang anak kecil yang masih ingusan, yang tidak tahu
apa-apa, bertanya, "Mengapa Raja tidak berpakaian?" Seperti
tersadar, akhirnya penduduk negeri tersebut mengatakan bahwa
Raja tidak berpakaian. Maka sang Raja pun pulang ke Istana
dengan malu yang amat sangat.
Cerita kedua adalah bagian dari dongeng Yunani, Oedipus Rex.
Konon, di sebuah kerajaan, wabah penyakit merajarela. Menurut
Orakel, wabah itu hanya dapat dihilangkan kalau ada orang yang
dapat menjawab teka-teki Sphinx, singa ajaib yang berkepala
manusia. Banyak orang yang mencoba menjawab teka-teki tersebut,
tapi gagal. Maka mala petaka terus berkecamuk.
Oedipus adalah seorang pendatang. Dia segera menghadapi Sphinx.
Sang Sphinx bertanya: "Apakah yang pada pagi hari berkaki empat,
siang hari berkaki dua, dan senja hari berkaki tiga?" Dengan
keyakinan yang penuh Oedipus menjawab: " Manusia". Maka
terjawablah teka-teki itu. Kerajaan dapat diselamatkan.
Tampaknya, wabah yang menimbulkan mala petaka itu terjadi karena
penduduk kerajaan itu sudah lupa akan hakikat dirinya sebagai
manusia.
Di Salatiga, akhir-akhir ini, hampir setiap hari ada mayat
manusia mati terbunuh. Mayat-mayat ini dijumpai di tempat-tempat
umum, seperti di tepi jalan besar, di dekat pasar, di dekat
sekolah. Saya sendiri pernah melihat beberapa di antaranya.
Mengerikan.
Yang menarik adalah reaksi orang di sekelilingnya. Mereka
tampaknya sudah biasa dengan keadaan ini. Ada yang tertawa-tawa
sambil membuat lelucon. Ada yang melihat sambil makan es loli.
Anak-anak SD yang berseragam putih-merah juga menyaksikan mayat
itu.
Orang di sekitar bergumam: "Ada yang mati." "Salahnya sendiri.
Dia jahat." Dan sebagainya.
Ada seorang anak kecil, yang tampaknya tidak tahu apa yang
terjadi, ikut mendesak ke muka, mau tahu ada apa gerangan.
Ketika melihat mayat itu, dia terkejut. Dari mulutnya terlontar
kata-kata: "Idiiih, ada manusia mati dibunuh ..."
Saya tidak tahu apakah teka-teki Sphinx sudah terpecahkan. Anak
ini bukan Oedipus, dan ini bukan dongeng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini