Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LONJAKAN angka kematian akibat infeksi virus corona di India bisa menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Di negara itu, gelombang kedua penularan yang dahsyat dipicu oleh keputusan populis politikus demi kepentingan elektoral mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
India sempat mendapat pujian internasional karena menangani pandemi dengan vaksinasi yang masif. Kini fasilitas kesehatan mereka kolaps. Jumlah kasus infeksi harian, seperti dilaporkan Covid19india.org, mencapai 318.835 pada 22 April 2021, melampaui rekor harian tertinggi Amerika Serikat sebesar 297.430 kasus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemicunya adalah perayaan hari besar agama. Pada 12 April, umat Hindu menyambut festival Kumbh Mela atau mandi bersama di Sungai Gangga. Ritual yang digelar 12 tahun sekali ini diikuti 1-3 juta orang tanpa protokol kesehatan ketat. Dua hari kemudian, umat Islam memasuki hari pertama Ramadan.
Perdana Menteri Narendra Modi memperparah keadaan dengan mengizinkan pertandingan kriket yang ditonton 13 ribu orang serta kampanye menuju pemilihan umum raya. Hasil vaksinasi masif yang dimulai dari orang tua berantakan oleh kebijakan populis demi mendulang dukungan politik. India dihantam tsunami virus corona meski sempat melandai pada September 2020 hingga akhir tahun lalu.
Pemerintah Indonesia mesti waspada terhadap ledakan infeksi di India ini. Apalagi rute penerbangan New Delhi-Jakarta masih dibuka. Pada 21 April malam, 135 warga negara India masuk Jakarta, 12 di antaranya belakangan diketahui positif terinfeksi corona. Pemerintah mesti secara ketat mengawasi mereka, apalagi mutasi virus dari India yang lebih cepat menular terdeteksi sudah menginfeksi warga Indonesia.
Larangan mudik Lebaran merupakan keputusan yang tepat. Sudah sepatutnya pemerintah mengutamakan pertimbangan kesehatan daripada keputusan populis, terutama dalam urusan yang berhubungan dengan acara agama. Sangat berbahaya berjudi dengan melonggarkan mobilitas besar-besaran meski Presiden Joko Widodo mengklaim telah berhasil menekan penyebaran virus. Semua pejabat, termasuk pemimpin daerah, seharusnya mengikuti larangan mudik itu demi melindungi masyarakat banyak.
Kecepatan vaksinasi saat ini belum sesuai dengan harapan. Karena itu, penurunan kasus infeksi saat ini bisa jadi merupakan buah kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Pemerintah tidak perlu merusak kedisiplinan masyarakat itu dengan keputusan yang justru kontraproduktif. Misalnya mengizinkan lokasi wisata buka selama masa libur Lebaran.
Membuka tempat wisata pada saat mudik dilarang berpotensi memunculkan penularan yang lebih masif. Pemerintah tak perlu mengulang karut-marut penanganan pada awal pandemi, yang terkesan setengah-setengah. Melonggarkan pembatasan dengan dalih menghidupkan ekonomi terbukti membuat pandemi berkepanjangan.
Data menunjukkan infeksi meningkat setelah libur akhir tahun. Angka penularan terus naik dan mencapai puncak pada awal Februari 2021. Fasilitas kesehatan penuh di mana-mana. Kejadian seperti itu tak perlu diulang. Pemerintah perlu terus mengendalikan perpindahan orang antarkota. Kampanye menerapkan protokol kesehatan juga perlu terus dilakukan secara masif. Hal itu akan memberikan pesan kepada masyarakat tentang situasi yang masih genting. Keputusan dan pernyataan yang bisa menimbulkan kesan “kondisi sudah makin baik” bisa jadi akan melonggarkan kedisiplinan masyarakat.
Gelombang kedua penularan corona di India memberi pelajaran penting: keputusan populis bisa menghancurkan dalam sekejap hasil penanganan Covid.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo