Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIM ekonomi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang kedua mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan. Sejumlah muka baru duduk di pos penting, sementara yang dipertahankan adalah yang kurang bagus kinerjanya di periode pertama. Ibarat mengemudikan mobil, Presiden Yudhoyono kembali masuk gigi satu. Padahal, jika lebih banyak anggota tim lama dipertahankan, Yudhoyono langsung bisa melaju dengan gigi tiga atau bahkan empat.
Paling tidak ada sejumlah catatan sukses pada periode pertama. Anggaran relatif aman. Ekonomi tetap tumbuh positif kendati dunia dihajar krisis finansial. Memang ada setumpuk pekerjaan rumah. Pembangunan infrastruktur—terutama jalan dan listrik—terkatung-katung. Industri manufaktur belum juga bangkit dari keterpurukan akibat krisis 11 tahun silam. Dampaknya, jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan belum juga turun.
Dalam National Summit pekan lalu, Presiden menyatakan pemerintah akan menggenjot sejumlah sektor, termasuk infrastruktur dan energi serta industri, yang punya masalah menahun. Presiden pun mengakui ada yang kurang dalam pertumbuhan ekonomi, karena yang tumbuh masih sektor yang itu-itu juga. Ia menegaskan pentingnya strategi triple track—pro-growth, pro-poor, dan pro-job—tapi untuk mencapainya tak akan gampang mengingat kualitas anggota tim yang ada.
Belajar dari periode pertama, ada dua hal penting yang mesti diperbaiki: sinkronisasi peraturan yang tumpang-tindih dan keharmonisan hubungan antarinstansi pemerintah. Dua hal ini menyangkut hubungan antardepartemen maupun antara pemerintah pusat dan daerah. Benturan peraturan, misalnya, sering terjadi pada saat pembebasan lahan untuk keperluan infrastruktur. Kebijakan Departemen Perindustrian, yang berorientasi pada pemberdayaan industri dalam negeri, contohnya, sering bertabrakan dengan Departemen Perdagangan, yang banyak menandatangani perjanjian perdagangan bebas.
Sekarang ada problem lain. Beberapa menteri perlu waktu untuk belajar. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang baru tentu masih mempelajari soal listrik yang tekor dan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt tahap pertama yang masih belum kelar. Ia perlu paham soal produksi minyak dalam negeri yang sulit ditingkatkan, juga konsumsi yang terus bertambah.
Menteri yang lama pun masih meninggalkan pekerjaan rumah yang tidak sedikit. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, misalnya. Realisasi pembangunan jalan tol pada periode lalu baru tercapai tujuh persen. Freddy Numberi, yang bergeser posisi dari Menteri Kelautan menjadi Menteri Perhubungan, pun tak meninggalkan catatan mengesankan.
Yang paling banyak disorot adalah Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Banyak pihak meragukan kapasitas mantan Menteri-Sekretaris Negara itu di pos barunya. Prestasinya ketika menjadi Menteri Perhubungan tak istimewa. Padahal tugas mengkoordinasi tim ekonomi jauh lebih kompleks. Memang menteri koordinator tak terlibat mengambil keputusan di departemen teknis. Namun, sebagai dirigen, ia perlu pengetahuan yang cukup dan kreasi cerdas untuk mensinergikan tim ekonomi. Untung, di tim baru masih ada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perdagangan Mari Pangestu, yang mencatat sejumlah prestasi di periode pertama.
Dengan formasi begini, tim perlu bekerja ekstrakeras untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 7 persen, tingkat pengangguran 5-6 persen, dan kemiskinan 8-10 persen pada 2014. Mereka perlu cepat membawa ekonomi kita melaju tidak dengan gigi satu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo