SETELAH dua tahun lamanya mengalami getaran-getaran kecil,
provinsi Bengkulu dilanda gempabumi dengan skala Richter 6.0
pada tanggal 15 Desember 1979. Menurut laporan, beberapa ribu
rumah roboh, 15 orang tewas dan 125 orang luka-luka berat.
Posisi gempabumi itu adalah 3.45ø Ls - 102.4ø Bt dengan kedalaman
25 km. Berlainan dengan gempa di Jawa Barat, yang berpusat pada
zone Benioff, di mana terjadi penukikan lempeng Hindia-Australia
di bawah lempeng Eurasia, dengan kedalaman + 100 km, maka
gempabumi Bengkulu ini dangkal dan berpusat di daratan. Tentunya
di lembah Kapahiang-Makakau. Lembah ini adalah sebagian dari
Patahan Besar Sumatera atau Patahan Semangko yang memanjang dari
ujung pulau Sumatera di Aceh sampai ke teluk Semangko.
Panjangnya 1650 km!
Sepanjang patahan yang sama, tetapi pada sektor yang lain, ialah
di lembah Singkarak-Solok. Pada tahun 1926 terjadi pula
gempabumi dahsyat yang terkenal dengan gempabumi P. Panjang.
Beratus rumah hancur, longsoran besar-besaran terjadi di tepi
Danau Singkarak dan Lembah Ngarai, tanah-tanah retak dan rel
kereta api sampai melengkung, karena terjadinya gerak-gerak
mendatar kerakbumi di tempat tersebut.
Gempa-gempa besar yang pernah terjadi sepanjang Patahan Besar
Sumatera adalah a.l. di Tapanuli (192), Kerinci (1909), Liwa
(1932) dan Tes (1952).
MEKANISME GEMPABUMI SUMATERA
Sebagian besar ahli sebelum Perang Dunia II menginterpretasikan
bahwa gerak sepanjang Patahan Semangko ini bersifat vertikal.
Pada Kongres Internasional Ilmiah Pasifik di Tokyo pada tahun
1966, saya serta Dr. Hehuwat dari LIPI mengemukakan pendapat
bahwa gerak sepanjang 1650 km ini bukanlah bersifat vertikal
tetapi mendatar. Kami mempersamakan patahan ini dengan beberapa
patahan sesar mendatar besar yang mengelilingi Samudera Pasifik
seperti Patahan Filipina, Patahan Selandia Baru dan Patahan San
Andreas.
Kami pun dapat menetapkan bahwa gerak mendatar ini bersifat
dekstral: segmen kerakbumi sebelah timur dari Patahan Sumatera
bergerak relatif ke arah tenggara terhadap segmen yang terletak
sebelah barat patahan raksasa ini. Di lapangan gerak mendatar
demikian bisa terlihat pada perpindahan mendatar pagar atau
jalan setelah terjadinya gempabumi (Gb. 1).
Dengan lahirnya teori tektonik lempeng, maka Patahan Besar
Sumatera ini kami interpretasikan sebagai batas lempeng gesekan
(shear). Ini berarti bahwa bagian barat Pulau Sumatera
dikelilingi oleh dua batas lempeng ialah palung laut dalam
Sumatera yang merupakan zone subduksi serta Patahan Besar
Sumatera yang merupakan zone gesekan shear zone). Gerak
kerakbumi sepanjang batas-batas lempeng Indonesia Barat ini
sangat kompleks. Gerak ini merupakan kombinasi gerak menukik
dari lempeng Samudera Hindia ke bawah lempeng Eurasia dan gerak
mendatar di antara dua lempeng kecil (Sumatera) di dalam lempeng
Eurasia sendiri.
Bagaimana akibat gerak-gerak yang kompleks ini terhadap Pulau
Sumatera? Dengan perkataan lain, bagaimanakah sifat gempabumi
tektonik yang dihasilkan, dan manakah yang paling berbahaya?
KESIMPULAN
Dalam TEMPO 6 Oktober 1979, saya tulis bahwa daerah yang
potensial rawan gempabumi, tapi agak tenang ialah sektor
sepanjang Pulau Sumatera sebelah barat, sehingga untuk daerah
ini diperlukan kewaspadaan tinggi. Gempa yang terjadi di daerah
Bengkulu baru-baru ini agaknya membenarkan observasi ini.
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik tentang gempabumi
Sumatera dapat dikemukakan sebagai berikut:
Gempabumi di Provinsi Bengkulu yang bersumber pada lembah
Kapahiang-Makakau (Curup) adalah gempabumi dangkal dan
berasosiasi dengan gerak mendatar Patahan Besar Sumatera.
Gempabumi demikian terjadi sepanjang batas lempeng yang bersifat
shear yang biasanya menimbulkan kerusakan-kerusakan besar.
Magnitude yang tak begitu besar mungkin karena di daerah ini
telah terjadi penglepasan energi beberapa tahun sebelum
gempabumi Kapahiang pada Desember 1979.
Daerah-daerah Sumatera yang terletak sepanjang perbatasan
lempeng yang bersifat shear (Patahan Besar Sumatera) adalah
lembah Aceh, lembah Tangse, lembah Alas, lembah Angola Gadis,
lembah Sumpur-Rokan Kiri, lembah Singkarak-Solok, lembah Muara
Labuh, lembah Kerinci, lembah Ketahun, lembah Kapahiang-Makakau
dan lembah Semangko. Daerah ini adalah daerah rawan dan kota
serta tempattempat pemukiman sepanjang daerah ini perlu selalu
waspada. Misalnya Banda Aceh, Takengon, Tarutung, Padang
Sidempuan, Lubuk Sikaping, Bukit Tinggi, Padang Panjang, Solok,
Sungai Penuh, Curup, Kapahiang, Ranau, Tes dan teluk Semangko.
Selain itu maka kota serta tempat-tempat pemukiman di pantai
barat Sumatera yang dapat dilanda gempa subduksi, karena gerak
penukikan lempeng Hindia-Australia di bawah Iempeng Eurasia,
adalah Melaboh, Tapaktuan, Sibolga, Singkil, Natal, Sungailimau,
Padang, Mukomuko, Bengkulu, Manna, Bintuhan dan Kroe.
Gempabumi di sini diperkirakan tidak akan besar karena alamnya
atau jauhnya letak pusat-pusat gempabumi. Daeah-daerah ini pun
dapat dilanda tsunami yang diperkirakan tak akan besar karena
terlindung pulau-pulau serta pundak laut-dalam yang terletak
sebelah barat sejajar dengan Pulau Sumatera, yang dapat
bertindak sebagai pembendung alam.
Gempabumi yang baru-baru ini terjadi di Sumatera Selatan
sebaiknya diberi nama Gempabumi Kapahiang dan bukan gempabumi
Bengkulu. Karena yang terakhir (kalau sampai terjadi) akan
berasosiasi dengan gerak subduksi (penukikan) dan bukan dengan
gerak sesar mendatar (shear).
Tempat yang terbaik untuk melakukan studi peramalan gempabumi
tipe Kapahiang atau Padang Panjang (bukan tipe Tasik atau
Sukabumi) adalah sepanjang Patahan Besar Sumatera misalkan di
sekitar Padang Panjang dan Solok. Pengalaman yang didapat dari
Studi gempabumi sepanjang patahan San Andreas di California akan
sangat berfaedah untuk fase pertama, penelitian geodesi sangat
diperlukan.
Akhirnya perlu diperhatikan kode bangunan di kota-kota yang
telah disebut di atas dan perlu pula diperhitungkan masak-masak
sebelum membangun pelabuhan atau terminal-terminal besar,
seperti misalnya di teluk Semangko di Ujung tenggara Sumatera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini