Semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Ia wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa kekecualian (Pasal 27 UUD 45). Lebih jelasnya, UUD 45 menjamin kesamaan hak, kewajiban, kesamaan martabat dalam hukum, sama dalam kesempatan, sama menerima pelayanan birokrasi, sama dalam mendapatkan keamanan dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan sebagainya. Warga negara yang dimaksud oleh Pasal 27 UUD tersebut, di antaranya, golongan manusia bebas (bebas pidana). Untuk golongan manusia bebas ini berlaku prinsip (dalam Hukum Acara Pidana) presumption of innocence atau prinsip praduga tak bersalah. Hukum acara pidana kita menganut prinsip ini. Itu jelas tertulis dalam perundang-undangan dan dibuat oleh pembuat undang-undang. Sehingga, konsekuensi dari pemberlakuan undang- undang tersebut adalah setiap orang yang menjadi subjek hukum acara pidana. Dengan kata lain, mereka wajib memahami dan mematuhi hukum acara tersebut. Hakim dan terdakwa termasuk subjek dalam hukum acara pidana. Hakim wajib menghormati, menjunjung tinggi, dan mengamalkan Pasal 27 UUD 45. Karena seorang hakim oleh undang-undang diberi hak untuk menentukan sebagian perjalanan hidup seseorang. Dengan peranannya itu, seorang hakim harus menggunakan nilai- nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas agar keputusan- keputusan yang diambil bersifat bijak, seimbang, dan menyentuh rasa keadilan masyarakat. Tapi bagaimana dengan kasus terdakwa NK? Dalam menangani kasus ini, ternyata, hakim yang menangani kasus ini telah menolak permohonan penasihat hukum terdakwa untuk menghadirkan saksi-saksi a decharge. Padahal, dalam KUHAP ketentuan tentang saksi atau saksi ahli berjumlah lebih dari sepuluh pasal. Itu ditambah lagi dengan puluhan ayat. Ini menjelaskan, dalam hukum acara pidana, di samping keutamaan lain, juga diutamakan ihwal kesaksian (saksi/saksi ahli). Menurut hukum acara pidana, terdakwa boleh menampilkan saksi- saksi a decharge (Pasal 17 q, 180), yakni saksi yang meringankan atau menguntungkan terdakwa untuk menangkis tuduhan atau mengurangi berat hukuman atas dasar tuntutan jaksa. Jadi, seorang hakim sepatutnya bersikap bijaksana dalam menanggapi permohonan tersebut. Permohonan tersebut, tentunya, tak terlepas dari pandangan penasihat hukum bahwa dalam menjalankan tugas seorang hakim harus mengambil inisiatif untuk menggali nilai-nilai hukum yang hidup, berlaku dalam kehidupan rakyat. Termasuk ke dalamnya, penggalian di bidang ilmu pengetahuan politik, komunikasi massa, bahasa, psikologi, sosiologi, dan bidang-bidang lain yang menjadi dasar kehidupan masyarakat. Keganjilan sikap hakim juga terjadi pada kasus pengadilan terdakwa pembunuhan Marsinah. Di sini, hakim menolak untuk menghadirkan sejumlah saksi yang diminta oleh penasehat hukum terdakwa MT (dari 7 saksi dimohon hanya satu saksi yang dikabulkan). Memperhatikan kedua kasus di atas, maka pembelaan hak oleh para terdakwa (lewat penasihat hukum) seharusnya didukung oleh hakim sebagai pengadil dalam pengadilan. Hakim harus bersikap penengah dalam proses pemeriksaan pengadilan. Kedua contoh kasus di atas dapat memberi gambaran, ada sebagian hakim (terlepas dia sebagai manusia biasa) yang bersikap tak sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.YULIAWAN PRAKOSOJalan Bendi VII/1 Jakarta 12240
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini