Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Ingatlah Pengungsi di Hari Lebaran Ini

Sebagian rakyat berlebaran di pengungsian dengan kondisi merana. Apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan kita?

1 Desember 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IDUL Fitri, yang kembali melintas pekan ini, tidak selalu bermakna hari kemenangan bagi sebagian rakyat negeri ini. Malah lebih bermakna sebagai "kekalahan" bagi sebagian kecil rakyat yang hidup menderita di tempat-tempat pengungsian. Di Nunukan, Kalimantan Timur, sekarang ini tersisa 18 keluarga tenaga kerja Indonesia yang sejak tahun lalu diusir dari Malaysia lantaran bekerja tanpa dokumen yang lengkap. Di masa puncak pengusiran, beberapa bulan lalu, ribuan TKI menjejali kabupaten yang tidak kelewat makmur ini. Dengan minimnya perhatian dari pemerintah pusat, miskinnya sarana penampungan, terlambatnya bantuan datang, puluhan TKI meninggal dunia di Nunukan akibat penyakit. Ironis memang. Selama bekerja di Malaysia mereka bertahan, maut justru menjemput di negeri sendiri, sebagian besar lantaran perhatian pemerintah yang amat sedikit. Bukankah ini sebuah kekalahan? Ya, kekalahan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja, kekalahan dalam mengurus warganya yang bekerja di luar negeri, kekalahan dalam mempertahankan hidup awak negerinya. Dan semogalah kekalahan yang fatal tidak terjadi lagi ketika Desember ini sekitar 800 TKI kembali akan berjejal di lokasi penampungan Nunukan. Tapi, berbicara tentang pengungsi, jumlah terbanyak ada di Ambon. Di sana ada 392 ribu orang yang masih hidup di tenda-tenda di tengah kota, menyusul konflik wilayah dan agama sejak 1999. Mau tahu kehidupan mereka? Sulit dan melarat. Jatah bantuan dari pemerintah mulai seret. Jamak terlihat para pengungsi mengail sedekah di pasar-pasar. Bahkan kerap saling sikut memperebutkannya. Bentrok sesama pengungsi di petak-petak pengungsian pun sering terjadi. Jika ada "kemenangan" yang mereka rayakan, itu adalah datangnya rasa tenteram dan tenang karena perang tidak lagi terjadi. Dan daftar hampir 2.000 korban semogalah tidak bertambah panjang di bumi manise itu. Tentulah hari kemenangan ini adalah sebuah momentum, terutama bagi pemerintah, untuk mengkaji lagi semuanya. Ada begitu banyak hal yang bisa dipelajari dari kasus pengungsian dengan berbagai penyebabnya ini. Dari kasus Nunukan, pelajaran yang terpenting yang bisa ditarik adalah bagaimana sebenarnya prioritas harus diletakkan untuk mengatasi korban yang jatuhdan barulah mengurus administrasi dokumen. Tentu kita masih ingat betapa semuanya yang menyangkut penyelamatan manusia dilakukan serba terlambat. Ide membuat rumah sakit terapung yang siap merapat di wilayah darurat sungguh bagus, tapi jika terlambat dilakukan tentu akan menyebabkan korban tewas berjatuhan sebelum kapal merapat. Dari konflik Ambon dan juga Poso, pemerintah juga seharusnya banyak belajar tentang penyelamatan nyawa manusia ini. Kita tahu bahwa aparat keamanan yang akhirnya ikut berpihak kepada dua pihak yang bertikaisesuai dengan agama si aparatandilnya sangat besar untuk membuat korban jatuh, lantaran mereka memegang senjata. Dalam kasus ini, seharusnya pemerintah tanggap akan sisi-sisi manusiawi si pemegang bedil. Jika sejak awal disadari bahwa aparat yang Islam dan Kristen sangat mungkin berpihak kepada dua kelompok agama yang bertikai, seyogianya dikirim aparat yang tidak berpihakdari agama yang tidak terlibat konflik, misalnya. Pelajaran terpenting: mempelajari akar permasalahan yang menyebabkan konflik meletup. Sebuah dokumen penelitian akar persoalan yang lengkap akan membantu menangani kasus serupajika meledak lagi di tempat lain. Sementara itu, sekarang ini, ada baiknya zakat dan bantuan diprioritaskan untuk mereka. Kita semua tentu tidak akan sanggup menelan kue Lebaran, lezatnya ketupat, rendang daging, sementara saudara kita hari itu tak mampu menyediakan sebungkus mi instan. Kita pasti risi memakai baju baru yang mahal, sementara mereka di pengungsian sudah berhari-hari dengan satu-satunya baju melekat di badan. Kita mungkin tidak sanggup bertandang, berlebaran, ke gubuk-gubuk pengungsian itu, tapi seharusnya kita sanggup menghadirkan bantuan kita untuk mereka di hari kemenangan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus