Penelusuran identitas penyumbang kampanye para calon yang bertanding dalam pemilihan presiden langsung negeri ini telah menemukan banyak hal aneh. Ada "donor" yang kaget karena merasa tak memberikan dana seperti tertulis dalam laporan keuangan tim kampanye, atau merasa jumlah sebenarnya jauh lebih kecil, dan banyak juga yang tak dapat ditelusuri karena alamatnya fiktif.
Semua keanehan ini adalah pelanggaran hukum. Karena itu, harus ada sanksinya, sanksi yang harus berefek jera agar penyimpangan ini tak berulang atau minimal semakin jarang terjadi pada masa depan. Antara lain, uang yang tak jelas identitas penyumbangnya harus disita dan tim kampanye yang menerimanya minimal harus terkena denda. Bahkan, jika jumlahnya besar dan terbukti dilakukan dengan sengaja dan diketahui oleh sang kandidat presiden, calon tersebut wajib mengangkat koper alias "dieliminasi".
Ini penting dilakukan. Hanya dengan menerapkan hukuman secara tegas, kualitas pemilihan umum dapat dipertahankan, bahkan terus-menerus ditingkatkan. Bila tidak, uang haram akan membanjir masuk ke pundi-pundi calon presiden yang didukung kalangan jahat. Dan kandidat yang didukung kekuatan hitam pasti bukanlah sosok yang akan membawa negeri ini ke kondisi yang lebih baik, adil, dan sejahtera.
Sebaliknya, calon yang berani menolak sumbangan tak jelas pasti punya integritas. Calon seperti ini harus diuntungkan, antara lain dengan memastikan kandidat lain yang mendapat guyuran dana haram akan tersita uangnya dan terkena beban membayar denda yang besar, bahkan terdiskualifikasi. Dengan demikian, hanya sosok tepercaya yang akan naik menjadi pucuk pemimpin republik ini, yaitu tipe pemimpin yang selalu membantu aparat hukum menyidik dan mengadili pelanggar hukum tanpa pandang bulu, termasuk?bila ada indikasi penyimpangan?anggota tim kampanyenya.
Keteladanan seperti ini banyak terlihat di negara maju. Tahun lalu, 37 politisi senior Prancis masuk bui karena terbukti menerima dana haram senilai 400 juta euro atau sekitar Rp 4,4 triliun dari Elf Acquitaine, perusahaan minyak negaranya, pada 1980-an hingga 1990-an. Masyarakat Indonesia juga sempat digemparkan dengan dihukumnya pengusaha James Riady oleh pengadilan Amerika karena memberikan sumbangan ilegal kepada tim kampanye Presiden Clinton. Memang jenis hukumannya hanya berupa denda dan kerja bakti sosial, tapi karena diproses secara terbuka dan mendapatkan liputan pemberitaan yang luas, terbukti punya efek jera yang tinggi.
Tim kampanye calon presiden Amerika sekarang, misalnya, pasti akan menjauhkan diri dari sosok-sosok yang pernah dihukum karena memberikan sumbangan ilegal. Para politisi senior Prancis yang terseret skandal Elf Acquitaine pun terlempar dari gelanggang politik negerinya. Ini membuktikan bahwa sistem politik yang berlaku di Prancis dan Amerika Serikat memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyimpangan dan melakukan koreksi diri. Sistem yang perlu ditiru di negeri ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini