M. Cholil Bisri
Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang
Presiden keempat telah terpilih, melalui pemilihan satu tahap saja. Sebab, ternyata calon presiden yang diajukan hanya dua orang. Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri. Yusril Ihza Mahendra, yang semula mengagetkan beberapa anggota MPR RI dengan keberaniannya maju sebagai calon, sementara prediksi perolehan suara sangat minim, mengundurkan diri. Ternyata, yang dilakukannya hanya mencalonkan diri itu, sebagai upaya cantiknya untuk memulihkan rating yang hilang akibat ''criwis-nya" saudara saya Hartono Mardjono, saat pemilihan pimpinan DPR-RI. Dan itu berhasil dengan gemilang. Popularitas Yusril pun terangkat.
Semua kita sangat sadar bahwa keadaan negeri ini benar-benar payah. Mengandalkan kepiawaian presiden saja belum cukup. Untuk bisa mendongkrak keterpurukan, sangat diperlukan pembantu-pembantu presiden (anggota kabinet) yang memiliki kualitas unggul dan didukung-doakan rakyat. Menurut saya, pembantu-pembantu itu harus profesional (atau dengan kata lain, memang orangnya) dan sarat dengan pengalaman. Profesionalisme diperlukan karena tanpa itu malah bisa menjadi bom waktu. Kanjeng Nabi berkata, ''Idza dli'ati l-amaanatu fa ntadhir is-sa'ah"; para sahabat bertanya, ''Kaifa dli'ati l-amaanatu, ta Rasula al-Lah?". Kanjeng Nabi menjawab, ''Idza wussida l-amu ila ghoiri ahlihi, fa ntadhir is-sa'ah". (Jika amanat disia-siakan, tunggu saat hancur. Bagaimana amanah disia-siakan, ya, Rasula l-Lah. Sabda Kanjeng Nabi, ''Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya—bukan orangnya, tidak sesuai dengan keahliannya—tunggu saat kehancuran. Sabda Kanjeng Nabi itu mengajarkan kepada umatnya bahwa komitmen terhadap amanat menghajatkan penanganan sungguh-sungguh yang berpilar pada profesionalisme. Dan saratnya pengalaman menuntun orang melakukan apa saja yang harus dikerjakan dengan mantap, tanpa ragu, tapi hati-hati.
Di samping itu, saat seorang profesional bertindak, dia tentu tidak melupakan memenuhi persyaratan khusus yang antara lain, satu, dia harus takut kepada Gusti Allah Yang Mahakuasa. Karena orang yang takut kepada-Nya, dia tidak mau keweleh, akibat Tuhan adalah tumbuhnya kewibawaan yang sangat diperlukan bagi pemimpin (menteri, misalnya, yang memimpin departemen). Kanjeng Nabi menegaskan, ''Man Khoofa l-Loh, khowwafahu l-Lohu kulla syai; barang siapa takut kepada Tuhan, dia akan membuat segala sesuatu (termasuk orang) jenggah (segan, sungkan) kepadanya. Dua, dia harus bersedia menjadi ''pelayan" rakyat. Pelayan dipastikan dekat dengan yang dilayani.
Menghargainya, peduli, dan berupaya keras untuk tidak mengecewakan yang dilayani. Ialah rakyat. Tiga, dia sosok yang sederhana dan tawadlu'. Hanya dia yang bersikap sederhana dan ber-tawadlu'-lah, yang tidak bisa tampil pura-pura. Dia obyektif dan mengakui ketidakmampuan bila memang tidak mampu. Dia sangat risi dengan kesemuan. Dengan kesederhanaan, orang akan terhindar dari keirian (sosial). Tidak serakah, seadanya, apa adanya, dan tidak berlebihan, meski berkelebihan, yang berujung pada kegemaran memburu sekalipun. Tawadlu' yang saya sebut di atas mempunyai dua konotasi, yaitu rendah hati dan kemampuan menempatkan diri. Dengan rendah hati, orang terhindar dari arogansi, mau menerima saran dan teguran dengan ikhlas, serta mau memperbaiki kesalahan. Mampu menempatkan diri, harus berani mengetahui siapa dirinya dan dalam porsi apa, serta mengetahui siapa yang dihadapi dan menempatkannya pada posisinya yang pas.
Manifestasi dari arti tawadlu' itulah yang membuat ''Mutawadli'l-Loh"; barang siapa tawadlu', Allah akan mengangkatnya. Dengan memahami makna tawadlu', diharapkan yang tidak madolno (marketable, laik jual), terutama dari segi moral dan kepantasan, meski memiliki keahlian dan pengalaman yang segudang-gudang, sebaiknya menghindar dari amping-amping untuk mendapat tempat duduk nyaman di kursi kabinet. Ditawari pun hendaknya dengan ikhlas menolak. Seperti kata Akbar Tandjung: ''Jabatan bukan segala-galanya." Mari kita buktikan bahwa kita mampu berbincang dengan nurani dan berpikir dengan akal sehat, seperti yang telah dicontohkan oleh sebagian anggota MPR RI yang terhormat itu.
Masa pasca-Sidang Umum MPR RI mensinyalkan terwujudnya perubahan mendasar yang menjanjikan. Rakyat, yang beberapa saat nyaris putus harapan, kini harapannya timbul menggumpal lagi. Meski mungkin belum mampu mengatasi krisis total ini, duet Gus Dur-Megawati diyakini akan berjuang sekuat yang mereka miliki untuk menangkal disintegrasi bangsa serta memurnikan cita-cita reformasi. Tentu saja, dengan demikian, yang akan keduanya lakukan antara lain adalah bahwa keduanya akan bertekad membersihkan kabinet dari aroma Orde Baru. Beliau berdua tentu telah menggembol catatan yang lengkap. Kami semua berdoa untuk keberhasilan Anda berdua, Gus dan Mbak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini