Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Kasus Bocah Dipaksa Setubuhi Kucing: Darurat Perundungan Anak

Kasus bocah sebelas tahun yang dipaksa menyetubuhi kucing oleh teman sebayanya hingga akhirnya meninggal menunjukkan Indonesia darurat perundungan. Akibat hilangnya pendidikan budi pekerti

25 Juli 2022 | 08.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus perundungan murid kelas 5 sekolah dasar di Tasikmalaya, Jawa Barat, yang dipaksa menyetubuhi kucing hingga akhirnya sang bocah meninggal adalah kado pahit bagi perayaan Hari Anak Nasional pada 23 Juli 2022 lalu. Bukan hanya harus diusut tuntas, kasus tersebut selayaknya menjadi momentum pembenahan dunia pendidikan kita. Pendidikan karakter dan budi pekerti selayaknya masuk dalam kurikulum prioritas di sekolah agar kekerasan terhadap anak tidak terus berulang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perundungan adalah perilaku seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan terus menerus terhadap individu atau mereka yang lebih lemah untuk menyakiti secara fisik, verbal, ataupun psikis. Sebagian besar pelaku ingin menunjukkan siapa dirinya dengan merasa lebih jago atau kuat di hadapan mereka yang dianggap lemah. Berkembangnya teknologi informasi, terutama media sosial, belakangan ini kerap menjadi pemicu terjadinya aksi perundungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus yang terjadi pada bocah sebelas tahun di Tasikmalaya juga karena dampak buruk internet. Para pelaku disebut terpapar konten pornografi hingga akhirnya melakukan perundungan tersebut.  Empat pelaku yang merupakan teman sepermainan korban merasa lebih kuat dan jago sehingga memaksa anak itu menyetubuhi kucing. Salah satu pelaku kemudian merekam adegan tersebut menggunakan telepon seluler. Karena video itu beredar di sejumlah grup percakapan hingga di media sosial, sang bocah depresi. Akibat trauma hebatnya itu, dia tidak mau makan dan minum beberapa hari hingga masuk rumah sakit dan akhirnya meninggal. 

Tindakan barbar empat anak yang menjadi pelaku perundungan tak bisa dibiarkan. Apalagi sebelumnya tiga bocah kelas enam sekolah dasar dan satu orang pelajar sekolah menengah pertama itu disebut kerap memukuli korban. Tidak hanya fisik dan seksual, korban juga mengalami kekerasan psikologis. Karena pelakunya anak-anak, penegak hukum bisa menggunakan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Harus ada efek jera bagi para pelaku supaya tidak mengulangi perbuatannya. Sisi lain, mereka juga harus mendapatkan rehabilitasi mental yang serius. 

Kasus Tasikmalaya tersebut menambah daftar panjang perkara kekerasan terhadap anak. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada 1 Januari hingga 22 Juli 2022 terdapat 2715 kasus kekerasan terhadap anak, termasuk perundungan. Angka ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Selain peristiwa di Tasikmalaya, kasus teranyar lain adalah bocah 15 tahun di Bekasi yang dipasung oleh kedua orang tuanya hanya karena sering menghabiskan makanan di rumah. Angka kasus yang terus bertambah ini menunjukkan Indonesia tengah menghadapi darurat kekerasan terhadap anak.

Ironisnya, menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sebagian besar pelaku kekerasan terhadap anak adalah teman sebaya. Sebagian bentuk kekerasan yang dilakukan adalah perundungan. Kunci mengatasi masalah ini adalah pendidikan karakter dan budi pekerti yang saat ini luntur dalam sistem pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan kita saat ini lebih berorientasi kepada budaya menghafal dan mengejar nilai tinggi. Apalagi, ketika sistem pembelajaran jarak jauh karena pandemi Covid-19, pendidikan karakter dan budi pekerti seperti jauh panggang dari api.

Kasus perundungan Tasikmalaya merupakan peringatan keras untuk pemerintah bahwa ada yang salah dalam sistem pendidikan kita. Orang tua juga musti berperan penting mencegah sedini mungkin anak-anaknya menjadi pelaku atau korban perisakan dengan menanamkan nilai-nilai baik  kepada mereka. Karena tanpa pembenahan fundamental seperti ini, kasus perundungan terhadap anak akan terus terjadi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus