Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Kebijakan Sampah yang Busuk

Petaka banjir sampah seperti yang dialami Kota Bandung dalam sebulan terakhir harus diakhiri. Pemerintah harus meninggalkan cara-cara primitif dalam membuang sampah.

22 Mei 2006 | 00.00 WIB

Kebijakan Sampah yang Busuk
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

SEBULAN tak bisa mengelola sampah adalah prestasi memalukan dari sebuah kota. Bandung melakukan itu. Kota yang dulu elok, sampai dijuluki Parijs van Java, sejak April lalu kewalahan mengelola sampah. Limbah itu menggunung di mana-mana. Tak cuma tepi jalan-jalan kecil yang penuh bukit sampah. Jalan-jalan protokol seperti di Dago pun dihiasi berkarung-karung sampah. Bau menyengat, belatung yang berserakan, lalat pun ada di mana-mana. Tak mengherankan, ada warga Ban-dung yang menyebut kotanya sekarang telah menjadi -Rubbish van Java.

Pemerintah Kota Bandung boleh saja berdalih: semua itu gara-gara Bandung tak punya tempat pembuangan akhir (TPA). Setahun lalu TPA di Leuwigajah, Cimahi, memang ditutup setelah terjadi longsor yang menewaskan 143 orang. Lalu, pada April lalu TPA di Pasir Impun, Jelekong, dan Cicabe juga tak dipakai karena warga menolak perpanjang-an kontrak pemakaian. Namun pangkal soal di Bandung, juga kota-kota lain di Indonesia, adalah pemerintah tak punya paradigma yang benar dalam soal sampah. Sampah cuma dianggap tumpukan rongsokan barang busuk yang harus dibuang.

Paradigma inilah yang membuat pemerintah kota masih menggunakan cara-cara primitif dalam menangani sampah: ada kotoran di tengah kota, buang ke pinggiran kota. Itulah yang terjadi di Bandung, sampah kota dibuang ke Leuwigajah atau Cicabe. Di Jakarta juga sama, dari tengah- kota limbah dikirim ke Bantargebang, Bekasi. Model buang ke TPA itu bukanlah solusi. Cara itu hanya memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat lain.

Semestinya, sampah dikelola sejak dari rumah tangga. Konsep 3R, yakni reuse (digunakan kembali), reduce (dikurangi volumenya), dan recycle (didaur ulang) seharusnya tidak hanya menjadi hafalan para pejabat kota. Juga, tidak hanya berhenti pada imbauan. Mereka harus mengadopsi-nya secara sungguh-sungguh.

Pengalaman membuktikan, dengan konsep 3R, Kampung Banjarsari, Jakarta Selatan, juga Kelurahan Jambangan, Surabaya, bisa mengurangi volume sampah 40 sampai- 60 persen. Di dua kampung itu warga memilah-milah sampah. Sampah organik (dedaunan, sisa masakan) diolah menjadi kompos. Sampah anorganik (plastik, logam, botol, dan gelas) dijual untuk didaur ulang. Dan sisa sampah lainnya, yang tak bisa diolah atau didaur ulang, dibawa ke peng-olahan akhir. Kalau konsep itu diterapkan dalam skala yang luas, bisa dibayangkan berapa banyak sampah yang bisa dikurangi. Di Jakarta, misalnya, saban hari produksi sampah mencapai 5.000 sampai 6.000 ton. Padahal, kapasitas pembuangan sampah di Bantargebang, Bekasi, cuma 3.000 ton.

Belajar dari kesuksesan Banjarsari dan Jambangan, sudah waktunya pemerintah sungguh-sungguh menerapkan konsep 3R itu secara luas. Langkah itu bisa dimulai dengan membuat banyak kawasan percontohan seperti Banjarsari atau Jambangan. Setelah itu, pemerintah juga harus membuat manajemen pengelola sampah yang profesional, misal-nya dengan swastanisasi urusan sampah. Kalau itu bisa dijalankan, pemerintah kota tak akan kewalahan saban tahun mencari tempat pembuangan yang baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus